ONE DAY ONE HADITH
Dari
Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :
لَا تُفَضِّلُوا بَيْنَ أَنْبِيَاءِ
اللَّهِ
Janganlah
kamu mengutamakan seorang nabi daripada nabi yang lain. [HR Bukhari]
Catatan
Alvers
“Wong
koyo ngene kok dibanding-bandingke” (Orang seperti ini kok dibanding-bandingkan).
“Saing-saingke yo mesti kalah” (Dipersaingkan ya pasti kalah). Tak oyako aku yo
ora mampu” (Ku kejar pun aku ya tidak mampu). Itu sepenggal lirik lagu yang
sedang viral karena banyak menjadi backsound video di medsos dan sempat
menggoyang istana dengan suara Farel prayoga. Lagu ini menjadi viral karena
dinilai liriknya mewakili isi hati sebagian masyarakat Indonesia. .
[cnnindonesia.com]
Masalah
membanding-bandingkan bukanlah hal baru. Di zaman Nabi, pernah juga terjadi
kasus dimana ada orang yang membanding-bandingkan dan mengunggul-ngunggulkan nabi musa diantara
nabi-nabi yang lain. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata; "Pada
suatu ketika ada seorang Yahudi yang menawarkan barang dagangannya, tetapi ia
mendapat penawaran yang tidak disepakatinya, hingga dia berkata; “Demi Dzat
yang telah mengutamakan Musa dari semua manusia”. Ucapan ini didengar oleh
seorang sahabat Anshar lalu iapun menampar muka orang Yahudi tadi. Ia memprotes
“Mengapa kamu berani berkata “'Demi Dzat yang telah mengutamakan Musa dari
semua manusia demikian”, sementara Rasulullah SAW masih berada di antara kami
!.
Akhirnya
orang Yahudi itu mengadu kepada Rasulullah ; 'Wahai Abal Qasim, Aku ini adalah
orang kafir dzimmi yang dilindungi dan mempunyai hak. Ketahuilah bahwasanya si
fulan telah menampar mukaku”. Lalu Rasulullah bertanya kepada sahabat yang
menamparnya; 'Hai sahabat Anshar, mengapa kamu tampar muka orang Yahudi ini? '
Lalu sahabat tadi menjelaskan kronologinya. Mendengar si yahudi
membanding-bandingkan para nabi, maka Rasulullah marah hingga kemarahannya itu
tampak pada raut muka lalu beliau bersabda: “Janganlah kamu mengutamakan
seorang nabi daripada nabi yang lain”. [HR Bukhari]
Menjelaskan
larangan membanding-bandingkan sebagaimana dalam hadits tersebut, Syeikh
Badruddin Al-Ayni berkata :
لَا تُفَضِّلُوا بَعْضًا بِحَيْثُ
يَلْزَمُ مِنْهُ نَقْصُ الْمَفْضُوْلِ أَوْ يُؤَدِّي إِلَى الْخُصُوْمَةِ
وَالنِّزَاعِ
Jangan
mengunggulkan sebagian (dari sebagian yang lain) dengan sekira bisa menisbatkan
kekurangan kepada yang kalah (membully), atau sekira hal itu bisa mendatangkan
permusuhan dan perselisihan. [Umdatul Qari]
Maka
jelas, jika membanding-bandingkan bertujuan untuk menisbatkan kekurangan kepada
pihak yang
kalah maka hal itu dilarang sebab akan bisa menyakiti orang lain bahkan bisa
menjadikannya terhina sehina-hinanya. Menurut hemat saya, larangan ini tidak
hanya berlaku dalam lingkup para nabi, namun juga berlaku sesama hamba Allah
secara umum
dengan alasan tersebut. Dalam lanjutan
lirik lagu disebutkan “Sopo wonge sing ra lara ati” (Siapa orang yang tidak
sakit hati). “Wes ngancani tekan semene” (Sudah menemani sampai sekarang).
“Nanging kabeh ora ono artine” (Namun semua tidak ada artinya). “Ra ono ajine”
(Tak ada harganya). “Wong koyo ngene kok dibanding-bandingke” (Orang seperti ini
kok dibanding-bandingkan). “Saing-saingke yo mesti kalah” (Dipersaingkan ya
pasti kalah).
Dengan
demikian, jika membanding-bandingkan itu tidak bertujuan untuk membully dan
tidak mendatangkan permusuhan maka hal itu boleh boleh saja seperti menjelaskan
kelebihan tanpa merendahkan yang lain, memberikan nasehat dan teladan yang
baik. Hal ini sebagimana Allah mengutamakan sebagian Nabi dari para nabi yang
lain dalam firman : “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari
sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang (langsung) Allah ber-kalam
dengannya dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat”.... [QS
Al-Baqarah: 253] Dan dalam ayat lain Allah SWT
berfirman :
وَلَقَدْ فَضَّلْنَا بَعْضَ النَّبِيِّيْنَ
عَلٰى بَعْضٍ
Dan
sungguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian nabi-nabi atas
sebagian (yang lain) … [QS Al-Isra': 55]
Membanding-bandingkan dalam
urusan harta dunia dengan mengunggulkan seseorang dan menyepelekan yang lain
adalah perbuatan yang keliru sebab standar kemuliaan yang sebenarnya itu bukanlah
terletak kepada harta dunia. Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ اللهَ
لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidak
melihat rupa dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat hati dan amal kalian.
[HR Muslim]
Jika orang memvonis kita menjadi
pihak yang kalah dalam perbandingan dalam urusan harta benda maka janganlah
merasa hina karena bukan disitu letak kemuliaan dan kehinaan manusia. Allah SWT
berfirman :
وَلا تَهِنُوا
وَلا تَحْزَنُوا وَأنْتُمُ الأعْلَوْنَ إنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap
lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang
yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. [QS Ali
'Imran : 139]
Dan sebaliknya, jika kita dijadikan
pihak yang menang maka janganlah sombong. Allah SWT berfirman :
إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
"Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."[QS Luqman
: 18]
Maka sebagaimana kita
sendiri tidak suka dibanding-bandingkan dengan orang lain maka kita jangan suka
membanding-bandingkan seseorang dengan orang lain. Jangan suka membanding-bandingkan
suami/istri sendiri dengan suami/istri orang lain, anak sendiri dengan anak
orang lain, teman sendiri dengan teman yang lain. Sungguh ini nasehat yang jauh
dari kebencian bahkan nasehat ini tulus dan “Ku berharap engkau mengerti di hati ini
hanya ada kamu...”
Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak
mengukur kemuliaan diri dan orang lain dengan harta dunia sehingga kita mencari
kemuliaan hanya dari Allah SWT.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada
semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin
amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._
[At-Tadzkirah Wal Wa’dh]