إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Wednesday, June 28, 2023

ICON KELUARGA SABAR

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Mas’ud RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ وَلَا يُعْطِي الدِّينَ إِلَّا لِمَنْ أَحَبَّ فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memberi harta kepada orang yang Dia cintai dan orang yang Dia tidak cintai, dan (Allah) tidak memberi agama (keimanan) kecuali hanya kepada siapa yang Dia cintai. Barang siapa yang diberi agama (keimanan) oleh allah maka sungguh Allah mencintainya. [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Dalam ritual haji dan idul Adha, kita diingatkan kepada satu keluarga yang menjadi suri tauladan. Siapakah itu? Allah SWT berfirman :

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya. [QS Al-Mumtahanah : 4]

 

Nabi Ibrahim menjadi teladan dalam kesabaran dalam penantian memiliki anak. Dalam munajatnya, beliau berdoa :

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Ya Tuhanku, karuniakanlah kepadaku sebagian dari anak-anak yang shalih. [QS As-Shaffat : 100]

 

Doa ini terealisasi setelah penantian panjang hingga usia Nabi Ibrahim menginjak 85 tahun. Itupun bukan dilahirkan dari istri (pertama)nya, sarah. Namun dari hajar, seorang budak yang diberikan sarah untuk dinikahi Nabi Ibrahim dengan harapan agar ia memiliki keturunan. Dan 13 tahun setelah kelahiran ismail, barulah sarah memiliki anak yang bernama ishaq. [Al-Bidayah Wan Nihayah]

 

Kesabaran juga diteladankan oleh siti hajar yaitu sabar dalam menjalani kehidupan berkeluarga.  Imam Bukhari dalam shahih Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata : Suatu ketika Nabi Ibrahim pergi dengan hajar berserta anak bayinya, Isma'il. Sesampainya di mekkah, Ibrahim menempatkan keduanya dekat Baitullah (Ka'bah) pada sebuah gubuk di atas zamzam di ujung al-masjidil Haram. Waktu itu di Makkah tidak ada seorangpun yang tinggal di sana dan tidak ada pula air. Ibrahim menempatkan keduanya disana dan meninggalkan semacam karung berisi kurma dan kantung/geriba berisi air. Kemudian Ibrahim pergi untuk meninggalkan keduanya. Maka Ibu Isma'il mengikutinya seraya berkata; "Wahai Ibrahim, kamu mau pergi kemana?. Apakah kamu (tega) meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada sesuatu apapun ini". Ibu Isma'il terus saja mengulang-ulang pertanyaannya berkali-kali hingga akhirnya Ibrahim tidak menoleh lagi kepadanya. Akhirnya ibu Isma'il bertanya;

أَاللَّهُ الَّذِي أَمَرَكَ بِهَذَا

"Apakah Allah yang memerintahkan kamu atas semuanya ini?".

Ibrahim menjawab: "Ya". Ibu Isma'il berkata;

إِذَنْ لَا يُضَيِّعُنَا

"Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami".

 

Kemudian ibu Isma'il kembali dan Ibrahim melanjutkan perjalanannya hingga ketika sampai pada sebuah bukit dan orang-orang tidak melihatnya lagi, Ibrahim menghadap ke arah Ka'bah lalu mengangkat kedua tangannya [Shahih Bukhari] seraya berdo'a  :

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.  [QS Ibrahim : 37].

 

Bahkan Nabi Ibrahim, Istri dan anak, keluarga ini menjadi icon kesabaran menjalani perintah Allah SWT dan tidak terbuai oleh rayuan setan yang ingin menjauhkannya dari Allah. Ka’b mengisahkan kepada Abu Hurairah RA dan kisah ini diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim bahwasannya ketika setan mengetahui rencana Nabi Ibrahim menyembelih putranya (Disini disebutkan Ishaq), maka setan bersumpah : “Demi Allah, jika sekarang aku tidak menggoda keluarga Ibrahim maka aku tidak akan bisa menggoda seseorang dari keluarga Ibrahim selamanya”.

 

Untuk melancarkan aksinya, setan menyamar menjadi orang yang dikenali keluarga Nabi Ibrahim. Pertama setan  mendatangi istrinya (Dalam riwayat ini disebutkan sarah). Setan bertanya : “Hendak kemanakah Ibrahim pagi-pagi pergi bersama anaknya?”. Istrinya menjawab : “Ia pergi karena ada satu keperluan”. Setan berkata : “Tidak, demi Allah. Ia pergi karena hendak menyembelih putranya”. Istrinya menjawab : “Tidaklah mungkin seorang bapak akan menyembelih putranya sendiri. Memangnya ada apa?”. Setan berkata : “Ibrahim mengira tuhannya menyuruh untuk melakukan hal itu”. Istrinya menjawab : “Kalau demikian, baguslah ia mentaati perintah tuhannya”.

 

Setelah gagal menggoda istrinya, Setan bergegas menuju putranya. Setan bertanya : “Hendak kemanakah ayahmu pagi-pagi pergi?”. Putranya menjawab : “Ia pergi bersamaku karena ada satu keperluan”. Setan berkata : “Tidak, demi Allah. Ia pergi karena hendak menyembelihmu”. Putranya menjawab : “Tidaklah mungkin ayahku menyembelihku. Memangnya ada apa?”. Setan berkata : “Ia mengira tuhannya menyuruh untuk melakukan hal itu”. Putranya menjawab : “Demi Allah, Kalau demikian sudah semestinya ia mentaati perintah tuhannya”.

 

Setelah gagal menggoda putranya, Setan bergegas menuju Ibrahim secara langsung. Setan bertanya : “Hendak kemanakah engkau pagi-pagi pergi bersama anakmu?”. Ibrahim menjawab : “ada satu keperluan”. Setan berkata : “Tidak, demi Allah. Engkau tidak pergi melainkan hendak menyembelih anakmu”. Ibrahim menjawab : “Memangnya ada apa?”. Setan berkata : “Engkau mengira tuhanmu menyuruhmu untuk melakukan hal itu”. Ibrahim menjawab : “Demi Allah, Jika Allah memerintahku demikian niscaya akan aku melakukannya”.

 

Setelah Nabi ibrahim berusaha menyembelih putranya maka Allah membebaskannya dan menggatikanya dengan seekor domba besar. Nabi Ibrahim berkata : “berdirilah wahai anakku, Allah telah membebaskanmu dan telah mewahyukan bahwa engkau memiliki satu permintaan yang pasti dikabulkan”. Putranya berkata : “Ya Allah, Aku memohon kepadamu agar memenuhi doaku” yaitu : 

أَيُّمَا عَبْدٍ لَقِيَكَ مِنَ الْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ لَا يُشْرِكُ بِكَ شَيْئًا فَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ

siapa saja yang menghadap kepada-Mu baik orang-orang terdahulu maupun orang-orang yang akan datang kemudian, yang mana mereka tidak menyekutukan-Mu dengan apapaun maka masukkanlah ia ke dalam surga. [Al-Mustadrak Alas Shahihayn]

 

Tidaklah bisa bersabar menjalani ujian berat kecuali orang yang beriman kepada Allah. Maka hendaknya kita berusaha sabar dalam menjalani ujian hidup ini dan hendaknya kita merenungkan sabda Nabi SAW pada hadits uatam di atas yaitu : “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memberi harta kepada orang yang Dia cintai dan orang yang Dia tidak cintai, dan (Allah) tidak memberi agama (keimanan) kecuali hanya kepada siapa yang Dia cintai. Barang siapa yang diberi agama (keimanan) oleh allah maka sungguh Allah mencintainya”. [HR Ahmad]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa beriman dan bersabar sesuai yang diteladankan oleh keluarga Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

HIKMAH MELEMPAR JAMRAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ

Thawaf di baitullah, Sai antara shafa dan marwah serta melempar jamrah itu dijadikan sarana untuk menegakkan dzikir kepada Allah. [HR Abu Dawud]

 

Catatan Alvers

 

Setelah wukuf di arafah, saudara kita yang sedang menunaikan haji mereka menuju muzdalifah untuk mabit sambil mencari kerikil lalu ke mina untuk melempar jamrah. Jamrah berasal dari bahasa Arab, jamrah yang artinya “Al-Hashatu As-shaghirah” batu kecil atau kerikil, bentuk jamaknya adalah jimar, jamarat [Kamus Almaany]. Dan tempat pelemparan batu di mina juga disebut dengan nama jamrah, jamarat. [Tajul Arus]

 

Jabir bin Abdillah RA berkata : Aku melihat Nabi SAW sedang melempar jumrah dengan memakai batu kerikil “Khadzf”. [HR Muslim] dan beliau memerintahkan untuk menggunakan kerikil “Khadzf”. [HR An-Nasa’i]  Yang dimaksud dengan kerikil “Khadzf” adalah batu kecil yang digunakan dalam permainan melempar oleh orang arab yaitu dengan cara meletakkan batu kecil antara jari telunjuk dan ibu jari dari tangan kiri lalu disentil dengan jari telunjuk tangan kanan. [Al-Muntaqa Syarah Al-Muawattha’] Hal ini supaya tidak membahayakan orang lain. Beliau bersabda :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ لَا يَقْتُلْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَإِذَا رَمَيْتُمْ الْجَمْرَةَ فَارْمُوا بِمِثْلِ حَصَى الْخَذْفِ

“Wahai sekalian manusia, janganlah sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain. Jika kalian melempar jumrah, maka lemparlah dengan batu seukuran batu khadzf.’” [HR Abu Dawud]

 

Setiap ibadah tentu memiliki hikmah. Para ulama berkata :

أَصْلُ الْعِبَادَةِ الطَّاعَةُ وَكُلُّ عِبَادَةٍ فَلَهَا مَعْنًى قَطْعًا لِأَنَّ الشَّرْعَ لَا يَأْمُرُ بِالْعَبَثِ

Dasar ibadah itu adalah ketaatan dan setiap ibadah pastilah memiliki makna karena syariat tidak memerintahkan kita untuk bermain-main (melakukan sesuatu tanpa ada tujuannya). [Al-Majmu Syarah Al-Muhaddzab]

 

Dalam lanjutannya disebutkan “Namun makna ibadah terkadang ada yang bisa dipahami oleh seorang mukallaf dan terkadang tidak... dan diantara ibadah yang tidak dipahami maknanya adalah  sa’i dan melempar jamrah. Seorang hamba dibebankan untuk melakukannya supaya ketaatannya sempurna karena ibadah semam ini tidak ada bagian pada jiwa dan akal dan tidak bisa dipahami melainkan hanya memenuhi perintah dan ketundukan dan sempurna. [Al-Majmu Syarah Al-Muhaddzab]

 

Meskipun demikian, ritual melempar jumrah dalam Ibadah Haji ini memiliki akar sejarah yang erat dengan peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :  

لَمَّا أَتَى إِبْرَاهِيمُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ الْمَنَاسِكَ عَرَضَ لَهُ الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْجَمْرَةِ فَرَمَاهُ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ حَتَّى سَاخَ فِي الْأَرْضِ

“Ketika Nabi Ibrahim kekasih Allah melakukan manasik haji, tiba-tiba setan menampakkan diri di hadapan beliau di jumrah. Lalu Nabi Ibrahim melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga setan itupun masuk ke dalam tanah” .

 

Dalam lanjutan hadits disebutkan : Setan itu menampakkan dirinya kembali di jumrah yang kedua. Lalu Nabi Ibrahim melempari setan itu kembali dengan tujuh kerikil, hingga setan itupun masuk ke dalam tanah. Kemudian setan menampakkan dirinya kembali di jumrah ketiga. Lalu Nabi Ibrahim pun melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga setan itu masuk ke dalam tanah“.

Lalu Ibnu Abbas RA berkata :

الشَّيْطَانُ تَرْجُمُونَ، وَمِلَّةُ أَبِيكُمْ تَتَّبِعُونَ

“Kalian melempari setan dan kalian mengikuti agama ayah kalian Ibrahim“. [Al-Mustadrak Alas Shahihayn]

 

Berbicara mengenai melempar Jumrah maka berbicara mengenai batu dan orang Indonesia banyak yang senang dengan batu dengan segala jenisnya, maka yang perlu diperhatikan adalah apa yang disampaikan oleh Imam Syafi’i beliau berkata :

لَا خَيْرَ فِي أَنْ يُخْرَجَ مِنْ حِجَارَةِ الْحَرَمِ وَلَا تُرَابِهِ شَيْءٌ إلَى الْحِلِّ

Tiada gunanya membawa bebatuan atau debu keluar dari tanah haram ke tanah halal. [Al-Umm]

 

Imam Syafi’i mengisahkan bahwa Abdul A'la bin Abdillah bin Amir berkata : "Suatu hari aku bersama ibuku datang ke Mekkah, lalu kami mendatangi Shafiyah binti Syaibah dan beliau membawa kami ke bukit shafa, kemudian Shafiyah memberi kami pecahan batu dari bukit shafa kemudian kami membawa potongan tersebut ke luar tanah Haram hingga sampai di satu desa, namun seluruh rombongan kami terkena penyakit. Kemudian ibuku berkata : "Apa yang menimpa kita tidak lain adalah karena kita telah mengeluarkan batu ini dari tanah Haram" lalu beliau berkata : "Kembalikan ini (batu) kepada Shofiyah, katakan kepadanya”  :

إنَّ اللَّهَ جَلَّ وَعَلَا وَضَعَ فِي حَرَمِهِ شَيْئًا فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَخْرُجَ مِنْهُ

"Sesungguhnya Allah telah meletakkan di tanah Haram sesuatu yang tidak layak dibawa keluar tanah haram".

 

Lalu aku pun berangkat mengembalikan batu tersebut ke tanah Haram. Ketika aku kembali kepada rombongan, mereka berkata "Tiba-tiba kami semua sehat kembali saat engkau memasuki tanah Haram, seakan-akan kami bebas dari belenggu". [Al-Majmu' Syarah Muhaddab]

 

Lantas bagaimana jika ada yang membawa keluar tanah haram?. Imam Al-Mawardi berkata :

فَإِنْ أَخْرَجَ مِنْ حِجَارَةِ الْحَرَمِ أَوْ مِنْ تُرَابِهِ شَيْئًا فَعَلَيْهِ رَدُّهُ إِلَى مَوْضِعِهِ وَإِعَادَتُهُ إِلَى الْحَرَمِ

Jika seseorang membawa keluar batu atau debu dari tanah haram maka ia wajib untuk mengembalikannya ketempatnya di tanah haram. [Al-Hawi Al-Kabir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa mempelajari ajaran Islam sehingga tidak salah dalam berbuat dan mengamalkan ajaran Islam.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak

Tuesday, June 27, 2023

TAKBIR IDUL ADHA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

مَا أَهَلَّ مُهِلٌّ قَطُّ إِلا بُشِّرَ، وَلا كَبَّرَ مُكَبِّرٌ قَطُّ إِلا بُشِّرَ.

“Tidaklah seseorang bertalbiyah melainkan ia mendapat kabar gembira dan tidaklah seseorang bertakbir melainkan ia mendapat kabar gembira”. [HR Thabrani]

 

 

Catatan Alvers

 

Ketika hari raya, takbir berkumandang dan asma Allah menggema di seluruh penjuru. Bertakbir sangat besar keutamaannya sebagaimana dalam hadits di atas dan dalam lanjutannya ditanyakan kepada beliau : Wahai Rasulallah, apakah seseorang bertakbir itu akan mendapat kabar gembira berupa surga. Rasul SAW menjawab : Ya. [HR Thabrani] Dalam hadits lain, Rasul SAW bersabda :

التَّسْبِيحُ نِصْفُ الْمِيزَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ يَمْلَؤُهُ وَالتَّكْبِيرُ يَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

"Tasbih adalah setengah mizan (timbangan), Al-Hamdulillah memenuhi mizan (timbangan), sedangkan takbir memenuhi antara langit dan bumi”. [HR Ahmad]

 

Takbir artinya mengagungkan. “Allahu Akbar” artinya Allah maha besar. Kita diperintahkan untuk bertakbir. Dalam beberapa ayat misalnya disebutkan :

وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ ... وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ ... وَكَبِّرْهُ تَكْبِيراً  ...

dan supaya kalian semua mengagungkan Allah.. [QS Al-Baqarah : 185]. Dan tuhanmu agungkanlah...[QS Al-Mudastsir : 3]  agungkanlah ia... [QS Al-Isra : 111]

 

Ibnu Hajar berkata : “Sighat” (Redaksi) takbir yang paling shahih adalah apa yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dengan sanad yang shahih dari salman, ia berkata : Bertakbirlah kalian semua. “Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar kabira” [Fathul Bari]

 

Dan shighat takbir “Al-Mahbubah” (yang sukai) ketika hari raya adalah :

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

dibaca sebanyak 3X.

 

Ada kisah dibalik asal usul takbir hari raya idul Adha ini. Syeikh Akmaluddin Al-Hanafi berkata: Ketika Malaikat Jibril datang dengan membawa domba fida’ (tebusan pengganti isma’il) malaikat khawatir Nabi Ibrahim tergesa-gesa maka Malaikat Jibril mengumandangkan :

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ

(Sebanyak 3 X)

Ketika Nabi Ibrahim AS melihatnya, Maka beliau menyahutinya :

لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ

Setelah Nabi Ismail AS mengetahui perihal domba fida’ maka ia bertakbir :

اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

[Hasyiyah Al-Jamal]

 

Dan Imam Syafii berkata :

مَا زَادَ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ فَحَسَنٌ

Jika ditambahi dzikir maka itu adalah baik. [Al-Majmu’]

dan selanjutnya sebagaimana keterangan Imam Syaf’i dalam kitab Al-Umm sebaiknya ditambah dengan :

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ الله بكرة وأصيلا لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إله إلا الله والله أكبر

[Fathul Wahhab]

 

Redaksi ini sebagaimana terdapat dalam doa ifititah. Ibnu Umar berkata : "Ketika kami shalat bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba seseorang mengucapkan Allahu Akbar Kabiraw Wal Hamdu Lillahi Katsiiraw Wasubhaanallaahi Bukratan Wa Ashiilan (Maha Besar Allah, dan segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, dan Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang)." Lantas Rasulullah SAW bertanya: "Siapakah yang mengucapkan kalimat tadi?" Seorang sahabat menjawab; "Saya wahai Rasulullah." Beliau bersabda:

عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ

"Sungguh aku sangat kagum dengan ucapan tadi, sebab pintu-pintu langit dibuka karena kalimat itu." [HR Muslim]

 

Takbir yang disunnahkan ketika hari raya idul adha itu dimulai dari terbenamnya matahari  hingga Imam Shalat Id melakukan takbiratul ihram untuk melaksanakan shalat id. Takbir ini dikumandangkan dengan suara lantang tidak hanya di masjid tapi juga rumah-rumah, di jalan raya bahkan di pasar, baik ketika duduk, berjalan, menyetir kendaraan ataupun ketika posisi tiduran. Takbir yang demikian disebut dengan takbir “Mursal wal Mutlaq”. Dan takbir ini secara khusus disunnahkan diakhirkan dari dzikir bakda shalat. Dan Takbir ini tidak berlaku untuk orang yang sedang berhaji karena syiar mereka adalah membaca talbiyah.

 

Takbir dalam momen Idul Adha juga disunnahkan setiap selepas melakukan shalat, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, dimulai waktu subuh pada hari Arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah atau H-1 hari raya hingga takbir yang dibaca setelah menunaikan shalat ashar pada hari tasyriq terakhir atau tanggal 13 Dzulhijjah. Takbir demikian disebut dengan takbir “Muqayyad”. Dan takbir ini didahulukan dari dzikir bakda shalat. [Nihayatul Muhtaj]

 

Takbir juga disunnahkan pada 10 hari pertama bulan dzulhijjah tepatnya ketika seseorang melihat binatang ternak atau mendengar suaranya. Allah SWT berfirman :

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

dan supaya manusia menyebut nama Allah pada hari “Ayyam Ma’lumat” atas rezki yang Allah telah karuniakan kepada mereka berupa binatang ternak [QS Al-Hajj : 28]

 

Ibnu ‘Abbas RA Menjelaskan :

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِى أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ أَيَّامُ الْعَشْرِ ، وَالأَيَّامُ الْمَعْدُودَاتُ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ

“Berdzikirlah kalian pada Allah di “Ayyam Ma’lumat” (hari-hari yang diketahui), yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada “Ayyam Ma’dudat” (hari-hari yang ditentukan), yaitu hari-hari tasyriq (Tanggal 11,12,13 Dzulhijjah).” [Shahih Bukhari]

 

Hikmah takbir ketika melihat setiap binatang ternak adalah untuk mengingat binatang kurban yang dianjurkan untuk disembelih sehingga termotivasi untuk berkurban ketika sudah masuk waktunya. Dan kedua, untuk mengingatkan bahwa menyembelih binatang ternak semisal yang dilihatnya merupakan syi’ar pada hari-hari kurban dan untuk mengagungkan Allah ta’ala. [Nihayatul Muhtaj]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus mengagungkan asma Allah utamanya di hari-hari ini dan semoag kita senantiasa dapat melakukan perintah dan ajaran Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Monday, June 26, 2023

HARI ARAFAH BERBEDA?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ

Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berhentilah puasa (berhari raya) karena melihat hilal dan jika terhalang mendung maka sempurnakanlah hitungan bulan 30 hari. [HR An-Nasa’i]

 

Catatan Alvers

 

Terjadi kebingungan berjamaah, kesimpang siuran massal. Ya, banyak orang bertanya-tanya, mengapa tanggal 9 Dzulhijjah atau hari Arafah di Indonesia berlainan hari dengan wukufnya jamaah haji di padang Arafah, Mekkah? Mengapa pula Hilal permulaan dzulhijjah 2023 ini di Indonesia lebih akhir dari saudi padahal waktu sholat di Indonesia lebih awal?

 

Persoalan pertama. mengapa kita di Indonesia tidak ikut saudi dalam penetapan awal bulan dzulhijjah? Jawabnya karena ada hadits yang populer dikenal dengan hadits kuraib. Beragama itu pakai dogma (wahyu), bukan pakai logika ansich. Hadits kuraib yang dimaksud adalah hadits yang diriwayatkan oleh Kuraib dengan nama lengkap yaitu Abu Rusydain, Kuraib bin Abi Muslim Al-Hasyimiy, maula Ibnu 'Abbas, Seorang tabi'in yang lahir di madinah dan wafat pada tahun 98 H. Hadits kuraib ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahih Muslim tepatnya pada bab :

بَاب بَيَانِ أَنَّ لِكُلِّ بَلَدٍ رُؤْيَتَهُمْ وَأَنَّهُمْ إِذَا رَأَوْا الْهِلَالَ بِبَلَدٍ لَا يَثْبُتُ حُكْمُهُ لِمَا بَعُدَ عَنْهُمْ

Bab menerangkan bahwasannya setiap negara memiliki rukyah sendiri-sendiri dan jika penduduk di satu negeri telah melihat hilal maka hukum rukyatnya tidak dapat ditetapkan untuk penduduk (negeri lain) yang jauh.

 

Dari judul yang ditulis oleh Imam Muslim ini saja, permasalahan tersebut sudah jelas jawabannya. Imam Muslim mengemukakan bahwa setiap negara itu memiliki rukyat yang bisa jadi berbeda dengan negara lain yang jauh sehingga tidak harus satu tanggal itu bersamaan seluruh dunia sebagaimana terjadi perbedaan dalam penetapan hari arafah dan idul adha tanun ini.

 

Berikut ini adalah haditsnya. “Diriwayatkan dari Kuraib : Sesungguhnya Ummu Fadl binti Al-Harits telah mengutusnya menemui Mu’awiyah di Syam. Kuraib berkata: Lalu aku datang ke Syam, terus aku selesaikan semua keperluannya. Dan tampaklah olehku (bulan) Ramadlan, sedang aku masih di Syam, dan aku melihat hilal (Ramadlan) pada malam Jum’at. Kemudian aku datang kembali ke Madinah pada akhir bulan (Ramadlan), lalu Abdullah ibnu Abbas bertanya kepadaku (tentang beberapa hal), kemudian ia menyebutkan tentang hilal, lalu ia (ibnu Abbas) bertanya ; “Kapan kamu melihat hilal (Ramadlan) ? Jawabku : “Kami melihatnya pada malam Jum’at”. Ia (ibnu Abbas) bertanya lagi : “Engkau melihatnya (sendiri) ?” Jawabku : “Ya ! Dan orang banyak juga melihatnya, lalu mereka puasa dan Mu’awiyah (gubernur syiria mulai tahun 693 M di masa khalifah Umar bin Khattab) juga berpuasa”. Ia (ibnu Abbas) berkata : “Tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka kami akan terus berpuasa sampai sempurna tiga puluh hari atau sampai kami melihat hilal (bulan Syawwal) “. Aku (Kuraib) bertanya :

أَلَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ

“Apakah tidak cukup engkau berpedoman dengan mengikuti ru’yatul hilalnya Mu’awiyah (negeri syam) dan puasanya?

(ibnu Abbas) menjawab :

لَا، هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Tidak (Kami di madinah tidak mengikuti rukyatnya penduduk Syam) ! Begitulah Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami”. [HR Muslim]

 

Keterangan Ibnu Abbas menegaskan bahwa rukyat negeri syam ( saat ini mejadi beberapa negara meliputi Palestina, Yordania, Lebanon dan Suriah), itu tidak otomatis berlaku di madinah yang berjarak kurang lebih 1,200 KM dari negeri syam (suriah). Jika demikian maka rukyatul hilalnya madinah atau mekkah tidak otomatis berlaku di negeri kita Indonesia yang jaraknya lebih jauh dari syam, yaitu nya sekitar 12.000 KM (Via Darat Goggle Map) yakni 10 Kali lipatnya jarak madinah ke Syam.

 

Jadi perbedaan hari arafah dan idul adha antara Indonesia dan saudi itu bukanlah sesuatu yang patut dipermasalahkan. Mungkin kita berpikir bahwa orang islam itu hidup di zaman ini dimana dengan medsos dan internet sehingga kita dengan mudah mengetahui kapan hari arafah di mekkah. Namun coba bayangkan kalau kita hidup 1000 tahun sebelumnya, dimana belum ada teknologi komunikasi seperti sekarang, bagaimana bisa kita mengetahui dengan cepat bahwa hari ini adalah hari arafah jika harus disamakan dengan hari wukufnya jamaah haji? Boleh jadi hari arafah sudah lewat sebulan baru informasi itu sampai kepada kita di Indonesia. Lantas, kapan puasanya kalo begitu?

 

Hal yang sama juga ditegaskan oleh ulama saudi terkemuka dari kalangan wahaby yaitu Syeikh M Shalih Al-Utsaymin. Ulama yang wafat di jeddah pada tahun 2001 yang dikenal sebagai ahli dalam Fiqh juga sains, Murid dari Ulama wahabi ternama yaitu Syeikh Abdurrahman As Sa’di dan Syeikh Abdul Aziz bin Baz. Syeikh Utsaymin berkata “maka dari itu berpuasalah kalian dan berhari rayalah sesuai dengan penduduk negeri dimana kalian berada saat itu, baik itu bersamaan dengan negeri asal kalian ataukah berbeda”.  Dan beliau melanjutkan :  

وَكَذَلِكَ يَوْمُ عَرَفَةَ اِتَّبِعُوا الْبَلَدَ الَّذِي أَنْتُمْ فِيْهِ

“Begitu pula penetapan hari Arafah, Ikutilah negeri dimana kalian berada saat itu”. [Majmu Fatawa Wa Rasail Al-Utsaymin]

 

Itu artinya kalau seseorang sedang berada di Indonesia maka ikutilah hasil rukyat di Indonesia untuk berpuasa hari Arafah, meskipun ia bukan orang asli kelahiran indonesia. Jadi penetapan hari Arafah bukan dengan mengikuti penetapan hilal negera Saudi Arabia.

 

Pertanyaan kedua, mengapa pula Hilal permulaan dzulhijjah di Indonesia lebih akhir dari saudi padahal waktu sholat di Indonesia lebih awal dari saudi sekitar 4 jam? Alvers. Hal ini dikarenakan bahwa acuan waktu sholat itu berbeda dengan acuan penetapan tanggal. Sholat itu ditetapkan waktu-waktunya berdasarkan kepada posisi matahari, misalnya ketika matahari telah bergeser dari tengah langit menuju ke arah tenggelamnya (barat) menandakan masuk waktu zhuhur. Ketika matahari telah tenggelam menandakan masuk waktu maghrib, terbitnya matahari menandakan habisnya waktu sholat subuh. Sementara penetapan tanggal itu berdasarkan kepada posisi bulan. Bulan sabit atau dikenal pula dengan hilal yang terlihat itu menandakan awal bulan atau tanggal 1 dari setiap bulannya sebagaimana hadits utama di atas. Dan kita tahu bahwa matahari dan bulan memiliki karakteristik yang berbeda, matahari munculnya dari timur dan sedangkan bulan atau hilal itu munculnya dari barat. Dengan demikian, untuk waktu sholat Indonesia lebih dahulu karena indonesia berada di arah timur sementara 1 dzulhijjah yang berdasarkan bulan, saudi bisa jadi lebih dahulu dari Indonesia karena saudi berada di arah barat kita.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk beribadah dengan berpedoman ilmu para Ulama yang bersumber dari ajaran Nabi SAW dan tidak menjadikan perbedaan pendapat sebagai adzab akan tetapi sebagai rahmat.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]