إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Thursday, July 3, 2025

SOUND HOREG

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr RA, Rasul SAW bersabda :

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Muslim yang sempurna adalah orang yang mana kaum muslimin selamat dari gangguan ucapan dan perbuatannya. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Heboh, hasil bahtsul masa’il di salah satu pondok di pasuruan memutuskan hukum haram untuk sound horeg, dengan pertimbangan kebisingan, dampak sosial, dan penyimpangan adab Islam dalam pelaksanaannya. Hukum haram tersebut mendapat dukungan dari MUI Jatim, karena sound horeg seringkali menimbulkan tarian vulgar dan kegiatan tidak bermoral, terutama dalam acara hajatan dan karnaval masyarakat. [rctiplus com]

 

Apa itu Sound Horeg? Kata Sound berasal dari bahasa Inggris yang artinya suara. Maksudnya adalah seperangkat peralatan elektronik yang dirancang untuk menghasilkan suara seperti pengeras suara (speaker), penguat suara (amplifier), konsol pencampur (mixer), dan lainnya. Sedangkan kata “Horeg” berasal dari bahasa Jawa yang artinya bergetar, gempa atau berguncang. Maka Sound Horeg diartikan sebagai sound system dengan volume suara di atas rata-rata yang bisa menggetarkan benda-benda di sekitarnya yang sekarang marak dipergunakan dalam beragam acara.

 

Karena saking dari kerasnya suara, detik com menulis berita berjudul “Sound Horeg Bikin Masalah di Mana-mana, Kaca Pecah hingga Genteng Rumah Rontok.” Dan ternyata bukan hanya dentumannya, mobilisasi sound horeg yang berukuran besar kerapkali menyebabkan masalah di jalan. Di Bululawang Malang, viral video sejumlah warga merusak pagar pembatas jembatan karena menghalangi sound horeg yang mau lewat. [detik com] Media lainnya juga menulis judul “Viral! Warga Jawa Timur Hancurkan Gapura Demi Truk Sound Horeg, Publik Geram.” [ontv co id] Bahkan di Malang Jatim ada seorang pria lanjut usia meninggal dunia diduga karena dampak sound horeg di area tempat tinggalnya. Ia sempat mengeluhkan sakit dada karena mendengar suara yang begitu kencang sepanjang pelaksanaan kegiatan. Polres Malang pun mengeluarkan peraturan pelarangan sound horeg. [Suarajatimpost com]

 

Merespon masalah yang dinilai meresahkan maka tema ini diangkat dalam acara Bahtsul Masa’il sebagaimana di atas yang menyimpulkan bahwa sound horeg hukumnya haram karena mendatangkan berbagai macam bahaya. Dalam Islam, seseorang dilarang melakukan perbuatan yang membahayakan orang lain sebagaimana dalam hadits utama disebutkan “Muslim yang sempurna adalah orang yang mana kaum muslimin selamat dari gangguan ucapan dan perbuatannya.” [HR Bukhari] Mempertegas makna hadits tersebut, Imam Nawawi berkata :

مَنْ لَمْ يُؤْذِ مُسْلِمًا بِقَوْلٍ وَلَا فِعْل

Orang islam adalah orang yang tidak menyakiti muslim lainnya dengan ucapan maupun perbuatan. [Syarah An-Nawawi]

Dalam hadits yang lain, Nabi SAW bersabda :

  مَنْ ضَارَّ أَضَرَّ اللَّهُ بِهِ

“Barang siapa saja yang membahayakan orang lain maka Allah akan menimpakan bahaya kepadanya. [HR Abu Dawud]

 

Abu ath-Thayyib Abadi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan orang yang membahayakan adalah :

مَنْ أَدْخَلَ عَلَى مُسْلِمٍ جَارًا كَانَ أَوْ غَيْرَهُ مَضَرَّةً فِي مَالِهِ أَوْ نَفْسِهِ أَوْ عِرْضِهِ بِغَيْرِ حَقٍّ

Orang yang mendatangkan kepada orang muslim lainnya, baik itu tetangganya atau orang lain; satu bahaya yang menimpa pada harta, diri atau harga diri mereka tanpa hak. [Awnul Ma’bud]

 

Suara keras sampai menyebabkan “horeg” itu akan mendatangkan bahaya. Secara alami, seseorang hanya dapat mendengarkan suara pada 70 dBA atau lebih rendah.  Suara yang lebih dari 85 dBA dapat merusak pendengaran lebih cepat. Menurut Standar Global WHO bahwa pendengaran yang aman untuk orang dewasa, pada tingkat volume yang tidak lebih tinggi dari 80 dB; untuk anak-anak, tingkatnya adalah 75 dB. Jika melebihi dari ukuran tersebut maka akan mendatangkan bahaya yaitu : (1) Gangguan Pendengaran sebab pecahnya gendang telinga. (2) Gangguan Kecemasan. (3) Gangguan Jantung, akibat lonjakan denyut jantung secara ekstrem. [suarajatimpost com]

 

Jangankan pakai pengeras suara, pakai suara langsung dari mulut saja kita diperintahkan untuk pelan. Allah SWT berfirman :

وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

Dan pelankanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” [QS  Luqman : 19]

 

Al-Qurtubi berkata : “Jangan berusaha mengeraskan suara, ambillah suara yang sesuai dengan kebutuhan karena bersuara lebih keras dari yang dibutuhkan merupakan tindakan “takalluf” (upaya) yang bisa menyakiti (orang lain)”. [Tafsir At-Qurtubi] Jabir berkata : maksud “seburuk-buruk suara” adalah “sekeras-keras suara” ialah suara keledai. Dan Ibnu zaid berkata : “Seandainya kerasnya suara itu merupakan satu kebaikan niscaya Allah tidak akan menjadikannya pada keledai”. [Tafsir At-Thabari]

 

Satu ketika Rasul SAW sedang beri'tikaf di Masjid, lalu beliau mendengar para sahabat mengeraskan bacaan Al-Qur'an kemudian beliau membuka tirai sambil bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya kalian tengah berdialog dengan Tuhan kalian,

فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ

Maka janganlah sebagian yang satu mengganggu sebagian yang lain dan jangan pula sebagian yang satu mengeraskan terhadap sebagian yang lain di dalam bacaan Qur'an. [HR Abu Dawud]

 

Imam As-Suyuthi berkata :

وَإِذَا كَانَ رَفْعُ ٱلصَّوْتِ بِقِرَاءَةِ ٱلْقُرْآنِ مَمْنُوعًا حِينَئِذٍ لِأَذَى ٱلْمُصَلِّينَ، فَبِغَيْرِهِ مِنَ ٱلْحَدِيثِ وَغَيْرِهِ أَوْلَى

"Apabila mengeraskan suara dengan bacaan Al-Qur’an saja dilarang pada waktu itu karena mengganggu orang-orang lain yang shalat, maka dengan selain Al-Qur’an seperti hadits atau berbicara lainnya itu lebih patut untuk dilarang." [tanwirul hawalik]

 

Allah SWT tidak menyukai perbuatan yang melampaui batas. Jangankan dalam urusan sound yang keras hingga melampai batas pendengaran yang aman, dalam urusan berdoa saja juga Allah tidak suka. Allah SWT berfirman :

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (dengan mengeraskan suara)”. [QS Al-A'raf : 55]

Ibnu Abbas RA berkata : Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas dalam mengeraskan suara, baik ketika berdoa maupun yang lainnya.” [Tafsir Ibnu katsir]

 

Seringkali sound horeg menyebabkan kerusakan seperti kaca rumah pecah, plafon ambruk dan genteng jatuh dan seringkali warga merusak fasilitas umum seperti pagar jembatan, gapura dan lainnya yang menjadi penghalang jalan sound horeg terlepas ada kompensasi atau tidak. Allah SWT berfirman : 

وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا

Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi setelah membuatnya baik. [QS Al-A’raf : 56]

 

Al-Qanuji berkata :

نَهَاهُمُ ٱللَّهُ سُبْحَانَهُ عَنِ ٱلْفَسَادِ فِي ٱلْأَرْضِ بِوَجْهٍ مِّنَ ٱلْوُجُوهِ، قَلِيلًا كَانَ أَوْ كَثِيرًا

“Allah SWT melarang berbuat kerusakan di muka bumi dengan cara apapun, sedikit atau banyak”. [Fathul Bayan]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita agar menjadi muslim sejati dengan menjauhi perilaku yang merugikan orang lain, berlebih-lebihan lagi menimbulkan kerusakan dalam segala urusan.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]


Friday, June 27, 2025

MAKNA HIJRAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :

لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ

“Tidak ada lagi hijrah, akan tetapi jihad dan niat.”[HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Hijrah itu maknanya : “Tarku” Meninggalkan. [Tajul Arusy] Imam Bukhari menulis “Bab Al-Jihad” yang memuat hadits utama tadi mengenai hijrah dalam artian tempat, lalu jauh setelah itu menulis “Bab Al-Hijrah” dan Ibnu Hajar Al-Asqalany menerangkan : Hijrah pada asalnya adalah bermakna meninggalkan, baik perbuatan ataupun perkataan, hijrah dalam bab ini bukanlah berarti meninggalkan tanah air, karena masalah itu telah dijelaskan di depan. [Fathul Bari] sehingga dengan demikian bisa saya katakan :

اَلْهِجْرَةُ فِي الْأَصْل التَّرْكُ فِعْلًا كَانَ أَوْ قَوْلًا أَوْ مَكَانًا

Hijrah pada asalnya adalah bermakna meninggalkan, baik perbuatan ataupun perkataan, ataupun tempat.

 

(a) Hijrah dalam artian meninggalkan suatu perbuatan, seperti meninggalkan untuk mengamalkan isi Al-Qur’an. Hal  ini sebagaimana lafadz “mahjura" yang merupakan derivasi (turunan) dari kata hijrah dalam Firman Allah :

وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

Rasul (Muhammad SAW) berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku (Quraisy) menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang “mahjura". [QS Al-Furqan: 30]

Dalam Tafsir jalalain kata “mahjura” ditafsirkan sebagai “Matruka” sesuatu yang ditinggalkan.

 

Hijrah perbuatan, seperti meninggalkan untuk mentadabburi Al-Qur’an, sebagaimana pada kata “Hajra” yang terdapat dalam hadits :

وَلَا يَسْمَعُونَ الْقُرْآنَ إِلَّا هُجْرًا

Mereka (orang-orang jelek itu)  tidak mendengarkan qur’an melainkan meninggalkan (tadabbur terhadap maknanya). [HR Baihaqi]

 

Hijrah perbuatan, seperti meninggalkan untuk menggauli istri, sebagaimana pada kata “Hajara” yang terdapat perkataan orang Arab : “Hajara Az-zawjah” (Suami meninggalkan istri dari mengumpulinya). [Mu’jam Lughatil Fuqaha]

 

Hijrah perbuatan, seperti meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat, sebagaimana pada kata “Fahjur” yang merupakan derivasi dari kata hijrah yang terdapat pada firman

Allah SWT:

وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ

“dan perbuatan dosa maka tinggalkanlah” [QS Al-Muddassir : 5]

 

Dan kata “Hajara” pada sabda Nabi SAW :

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat orang muslim lainnya dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan perkara yang dilarang oleh Allah .” [HR Bukhari]

 

Hijrah perbuatan, seperti meninggalkan bergaul dengan orang-orang yang menyakiti, sebagaimana pada kata “wahjurhum” pada firman Allah SWT:

وَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُوْلُوْنَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيْلًا

Bersabarlah terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik. [QS Al-Muzzammil : 10]

 

(b) Hijrah dalam artian meninggalkan perkataan, sebagaimana lafadz “yahjura" yang merupakan derivasi (turunan) dari kata hijrah dalam sabda Nabi SAW :

لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ

“Tidak halal bagi seorang muslim untuk meninggalkan pembicaraan dengan saudaranya lebih dari tiga hari. [HR Bukhari]

 

(c) Hijrah dalam artian meninggalkan tempat yaitu tempat kekufuran, sebagaimana lafadz “yuhajir" yang merupakan derivasi (turunan) dari kata hijrah dalam ayat :

وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللّهِ يَجِدْ فِي الأَرْضِ مُرَاغَماً كَثِيراً وَسَعَةً

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang banyak dan rezeki yang luas. [QS An-Nisa : 100]

 

Hijrah dalam artian meninggalkan tempat juga dikerjakan oleh Nabi Ibrahim, Dalam Quran dikisahkan :

وَقَالَ إِنِّ ي مُهَاجِرٌ إِلَى رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Nabi Ibrahim berkata : Aku berhijrah menuju (ridla) tuhanku, sesungguhnya ia maha perkasa lagi maha bijaksana. [QS Al-Ankabut : 26]

 

Al-Kalbi berkata : Nabi Ibrahim hijrah dari tanah Harran menuju palestina dan dia adalah orang pertama yang hijrah meninggalkan tanah kekufuran. [Tafsir Al-Qurthubi]

Demikian pula Nabi Luth, Nabi Musa dan Nabi Yunus.

 

Hijrah dalam artian meninggalkan tempat itulah yang lazim dinisbatkan kepada Nabi SAW. Beliau berhijrah dari Mekkah ke Habasyah pada tahun ke 5 kenabian dan juga dari Mekkah ke Madinah pada tahun ke 13 kenabian. Dan setelah Mekkah dikuasai oleh kaum muslimin maka Nabi SAW bersabda sesuai dengan hadits utama : “Tidak ada lagi hijrah, akan tetapi jihad dan niat.”[HR Bukhari]

 

At-Tiby berkata: Maksudnya adalah hijrah ada yang motivnya lari dari orang kafir, atau menuju medan perang, atau untuk semisal menuntut ilmu. Nah, hijrah jenis pertama (karena lari dari kawasan kufur) telah terputus, maka manfaatkanlah dua bentuk hijrah lainnya (menuju jihad dan menuntut ilmu). [Fathul Bari]

 

Namun menurut para ulama, hadits di atas berlaku secara khusus untuk hijrah meninggalkan kota makkah, adapun hijrah meninggalkan tempat kekufuran maka tetap berlaku. Para ulama berkata :

الْهِجْرَة مِنْ دَار الْحَرْب إِلَى دَار الْإِسْلَام بَاقِيَة إِلَى يَوْم الْقِيَامَة

Hijrah dari kawasan kafir yang memerangi islam menuju kawasan Islam itu tetap akan berlaku sampai hari kiamat. [Syarah Muslim]

Ibnu Hajar A-Asqalany berkata : “Hijrah ini hukum tetap sama bagi orang yang masuk Islam di daerah kufur dan ia mampu untuk keluar darinya”. [Fathul Bari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk berhijrah dari perkataan maupun perbuatan maksiat menuju perkataan maupun perbuatan yang diridlai Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Wednesday, June 25, 2025

PENETAPAN HIJRIYAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d RA, ia berkata :

مَا عَدُّوا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ

Para sahabat tidak menetapkan perhitungan kalender dari tahun diutusnya Nabi SAW, tidak juga dari wafatnya beliau akan tetapi para sahabat menetapkan perhitungan kalender dari masa kedatangan beliau ke madinah [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Sesaat lagi kita akan memasuki tahun baru hijriyah namun banyak orang tidak mengetahui bahwa tahun baru hijriyah tidak ada di zaman Nabi SAW sehingga Nabi tidak melakukan ritual apapun terkait dengan tahun baru hijriyah. Jika ada keterangan bahwa nabi pernah melakukan ini dan itu di awal tahun maka tentu keterangan tersebut patut disangsikan kebenarannya. Tahun baru hijriyah baru ada dan di susun di zaman Khalifah Umar RA.

 

Berikut ini saya uraikan keterangan kitab Fathul bari karya Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Seorang imam muhaqqiq yang mumpuni yang berasal dari kota Asqalan atau ashkelon yang sekarang diduduki oleh Israel. Tiada syarah kitab Bukhari yang lebih baik dari pada karyanya, kitab Fathul bari. Ketika Imam As-Syawkani diminta membuat syarah dari kitab bukhari maka ia enggan dan memberikan alasan dengan berkata :

لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ

Tidak patut pindah (ke kitab syarah bukhari yang lain) setelah adanya kitab Fathul Bari. [Abjadul Ulum]

 

Dalam kitab shahihnya, Imam bukhari menulis bab yang berjudul :

بَاب التَّارِيخِ مِنْ أَيْنَ أَرَّخُوا التَّارِيخَ

Bab Penanggalan: Dari Mana Para sahabat Memulai Penanggalan?

Lantas beliau menceritakan bahwa para sahabat mengambil dasar penanggalan hijriyah dari firman Allah Ta‘ala:

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ

"Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama..." [QS At-Taubah : 108]

Telah maklum bahwasannya “Awwal Yaum” itu bukanlah hari pertama secara mutlak, sehingga harus ditafsirkan sebagai hari pertama dari sesuatu yang tersirat, yaitu hari pertama Islam menjadi kuat, Nabi SAW dapat menyembah Tuhannya dengan aman, dan permulaan pembangunan masjid. Dan para sahabat sepakat untuk menjadikan hari tersebut menjadi permulaan penanggalan.

 

Maka dari tindakan mereka tersebut, kita bisa memahami bahwa maksud firman Allah "sejak hari pertama" adalah hari pertama penanggalan Islam, demikian katanya.

Yang lebih tampak secara makna, maksudnya adalah hari ketika Nabi SAW dan para sahabat memasuki Madinah, Wallahu A’lam. [Fathul Bari]

 

Sebagaimana hadits utama di atas, Sahl bin Sa’d berkata : “Para sahabat tidak menetapkan perhitungan kalender dari tahun diutusnya Nabi SAW, tidak juga dari wafatnya beliau akan tetapi para sahabat menetapkan perhitungan kalender dari masa kedatangan beliau ke madinah.” [HR Bukhari]

 

Pada keterangan “dari masa kedatangan beliau”, yang dimaksud adalah “masa kedatangan beliau”, bukan “bulan kedatangannya” (yaitu bulan Rabiul Awal), karena penanggalan baru dimulai dari awal tahun (bukan pertengahan tahun). Para sahabat mengundurkan penanggalan (Bulan ke 1 dari kalender hijriyah) dari Rabi‘ul Awwal ke bulan Muharram, karena niat hijrah itu telah dimulai di bulan Muharram. Bai‘at Aqabah (yang menjadi awal hijrah) terjadi pada pertengahan Dzulhijjah, dan awal bulan yang terlihat setelah bai‘at itu adalah bulan Muharram, maka pantaslah jika dijadikan awal penghitungan tahun. Dan ini adalah sebab paling kuat mengapa penanggalan dimulai dari bulan Muharram. [Fathul Bari]

 

Al-Hakim meriwayatkan dari Sa‘id bin al-Musayyib, ia berkata: "Umar mengumpulkan orang-orang dan bertanya tentang hari pertama untuk menulis penanggalan. Maka Ali berkata:

مِنْ يَوْمَ هَاجَرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَتَرَكَ أَرْضَ الشِّرْكِ

"Dari hari Rasulullah SAW hijrah dan meninggalkan tanah kesyirikan".

Maka Umar pun menyetujuinya." [Fathul Bari]

Ibn Abi Khaymah meriwayatkan dari jalur Ibnu Sirin, ia berkata:

"Seorang lelaki datang dari Yaman dan berkata: Aku melihat di sana sesuatu yang mereka sebut 'penanggalan', mereka menulisnya: tahun sekian, bulan sekian. Maka Umar berkata:

هَذَا حَسَنٌ، فَأَرِّخُوا.

Ini bagus. Mari kita tetapkan penanggalan!"

 

Ketika mereka sudah sepakat untuk membuat penanggalan maka ada yang mengusulkan (tahun ke 1) : “Mulailah dari (tahun) kelahiran Nabi,” yang lain : “dari (tahun) beliau diangkat menjadi nabi,” yang lain lagi : “dari (tahun) saat beliau hijrah,” dan ada juga yang berkata: “dari (tahun) wafatnya Nabi.” Maka Umar berkata:

أَرِّخُوا مِنْ خُرُوجِهِ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ.

"Mulailah penanggalan dari saat beliau keluar dari Makkah menuju Madinah."

Kemudian Umar bertanya: "Dari bulan apa kita mulai?" Ada yang menjawab: “Rajab,” yang lain berkata: “Ramadhan.” Lalu Utsman berkata:

أَرِّخُوا الْمُحَرَّمَ، فَإِنَّهُ شَهْرٌ حَرَامٌ، وَهُوَ أَوَّلُ السَّنَةِ، وَمُنْصَرَفُ النَّاسِ مِنَ الْحَجِّ

"Mulailah dari bulan Muharram, karena itu bulan mulia, awal tahun, dan orang-orang telah kembali dari haji." [Fathul Bari]

 

Seorang tabiin, Ibnu Sirin (33 – 110 H) berkata :

وَكَانَ ذَلِكَ سَنَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ فِي رَبِيعِ الأَوَّلِ

“Peristiwa (penetapan kalender hijriyah) ini terjadi pada tahun ke-17 Hijriyah, pada bulan Rabi‘ul Awwal”.

Dari seluruh riwayat ini, kita mengetahui bahwa yang menunjuk bulan Muharram sebagai awal penanggalan adalah: Umar, Utsman, dan Ali, semoga Allah meridhai mereka semua. [Fathul Bari]

 

Jadi demikianlah bahwa perhitungan tahun ke 1, 2, 3 Hijriyah dst, dan perhitungan bulan ke 1, 2, 3 dst, itu baru ada di zaman Sayyidina Umar RA namun perhitungan tanggal 1, 2, 3 dst dan nama bulan seperti shafar, dzulqa’dah, dzulhijjah dst sudah ada di zaman Nabi SAW. Di zaman Nabi perhitungan terus berputar tanpa ada awal tahun dan akhir tahun. Rasul SAW bersabda :

الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ

"Sesungguhnya zaman itu terus berputar sama seperti keadaannya saat Allah menciptakan langit dan bumi... [HR Bukhari]

 

Dan dalam lanjutan hadits, nabi menyatakan bahwa bulan Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram adalah bulan-bulan yang berurutan. Hal ini mengingat saat itu belum ada penomoran bulan sehingga sangat tepat jika dikatakan berurutan. Jika bulan-bulan tadi disebutkan dengan penomorannya maka menjadi kurang tepat jika disebut berurutan, yaitu bulan 11, 12, 01. Beda dengan semisal bulan 10, 11, 12. Hadits tersebut adalah :

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ

Setahun itu terdiri dari dua belas bulan, dan empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan mulia, dan tiga bulan di antaranya adalah bulan-bulan yang berurutan yaitu: Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab." [HR Bukhari]

 

Dalam hadits riwayat lain, hadits tersebut diakhiri dengan :

ثَلَاثَةٌ سَرْدٌ ، وَوَاحِدٌ فَرْدٌ

“tiga bulan berturut-turut dan satu bulan sendirian(terpisah).” [Bada’ius Shana’i]

 

Dari uraian ini, perlu dicermati bukan berarti membaca doa awal dan akhir tahun itu dilarang, tidak otomatis demikian. Itu ada pembahasan tersendiri pada odoh edisi lainnya.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk mengetahui sejarah kaelnder hijriyah sehingga tidak bingung bahkan gagal paham dalam memahami ajaran Islam dan pengamalannya.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]