Tuesday, October 8, 2019

METODE KETELADANAN



ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan oleh ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda:
لَيْسَ الْخَبَرُ كَالْمُعَايَنَةِ
Tidaklah (mendengar) berita itu seperti melihat langsung dengan mata kepala [HR Ahmad]

Catatan Alvers

Dalam suatu pembelajaran, metode visual jauh lebih efektif dari pada metode ceramah. Dengan melihat, seseorang akan mendapatkan pengetahuan yang lebih kompleks dari pada sekedar mendengar. Di samping itu, melihat akan lebih mudah dicerna dan diingat. Maka baginda Rasul SAW dalam hadits utama di atas bersabda : Tidaklah (mendengar) berita itu seperti melihat langsung dengan mata kepala [HR Ahmad] Lalu dalam lanjutan dari hadits tersebut, Rasul SAW memberikan contohnya. Beliau bersabda :
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَخْبَرَ مُوسَى بِمَا صَنَعَ قَوْمُهُ فِي الْعِجْلِ فَلَمْ يُلْقِ الْأَلْوَاحَ فَلَمَّا عَايَنَ مَا صَنَعُوا أَلْقَى الْأَلْوَاحَ فَانْكَسَرَتْ
Sesungguhnya Allah -‘Azza Wa Jalla- mengabarkan kepada Nabi Musa mengenai apa yang diperbuat oleh kaumnya terhadap patung anak sapi, dan ketika itu (Musa) tidak melemparkan lembaran-lembaran (Kitab suci Taurat) namun ketika ia melihat langsung apa yang mereka perbuat; (Nabi Musa marah dan) melemparkan lembaran-lembaran itu sampai robek (rusak). [HR Ahmad]


Begitu pula yang terjadi dalam kisah Nabi Ibrahim AS. Allah SWT berfirman :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Wahai Rabb-ku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tenang (mantap dengan imanku)....[QS Al-Baqarah: 260]

Itulah mengapa Rasul menyuruh para sahabat untuk melihat langsung ketika mengajarkan suatu ibadah. Misalnya urusan shalat, beliau bersabda :
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. [HR Bukhari]

Begitu pula dalam urusan ibadah haji.  Rasul SAW bersabda :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى لاَ أَحُجُّ بَعْدَ عَامِى هَذَا
“Wahai manusia, ambilah manasik (tata cara berhaji) kalian (dariku), karena sesungguhnya aku tidak mengetahui boleh jadi aku tidak berhaji (lagi) setelah tahun ini”. [HR Muslim]

Dengan melihat suatu contoh, seseorang lebih mudah untuk menirukannya. Tak terkecuali menirukan perbuatan,  hal itu lebih mudah dilakukan. Hal ini selaras dengan teori imitasinya Gabriel Tarde (1843-1904), sosiolog asal Perancis, yang berkata : ”Society is imitation”. Masyarakat selalu dalam proses meniru. [Kompas com]

Selanjutnya Tarde berkata : “Manusia cenderung meniru perbuatan orang lain, semata-mata karena hal itu merupakan bagian dari sifat biologis mereka untuk melakukan hal tersebut. Semua orang memiliki kecenderungan yang kuat untuk menandingi (menyamai atau melebihi) tindakan di sekitarnya” [sinaukomunikasi wordpress com]

Dari sini kita ketahui betapa pentingnya teladan dalam kehidupan. Anak-anak tidak cukup dicekoki dengan materi-materi kebaikan, namun mereka juga memerlukan figur teladan dalam kehidupannya, bahkan hal inilah yang sebenarnya lebih mereka butuhkan. Pendidikan karakter minus keteladanan akan nihil tanpa hasil maka setiap guru harus memposisikan dirinya sebagai teladan sehingga pendidikan karakter tidak sebatas kata-kata dan teori belaka.

Kata guru jamak dikenal sebagai singkatan dari digugu (dituruti) dan ditiru (dicontoh). Dalam kamus besar bahasa indonesia, gugu, menggugu2/gu·gu, meng·gu·gu berasal dari bahasa jawa yang berarti mempercayai; menuruti; mengindahkan. “Digugu” berarti guru bisa dipercaya sehingga ia dituruti dan “ditiru” berarti guru bisa ditiru segala kebaikannya oleh murid-muridnya.  [KBBI] Pepatah mengatakan:
لِسَانُ الْحَالِ أَفْصَحُ مِنْ لِسَانِ الْمَقَالِ
“Lidah perbuatan (teladan) lebih fasih daripada lidah ucapan.”

Dikatakan juga :
عَمَلُ رَجُلٍ في أَلْفِ رَجُلٍ أَبْلَغُ مِنْ قَوْلِ أَلْفِ رَجُلٍ فِي رَجُلٍ
Teladan satu orang (guru) dalam 1000 orang (murid) itu lebih efektif daripada nasehat 1000 orang (guru) kepada satu orang (murid). [Tafsir Ar-Razi]

Pepatah yang lain mengatakan :
مَنْ وَعَظَ بِقَوْلِهِ ضَاعَ كَلَامُهُ وَمَنْ وَعَظَ بِفِعْلِهِ نَفَذَتْ سِهَامُهُ
Barang siapa yang menasehati dengan perkataannya maka perkataannya akan hilang tanpa bekas dan barang siapa yang menasehati dengan perbuatannya (teladan) maka itu akan mengenai bagai anak panah yang mengenai sasarannya. [Tafsir Ar-Razi]

Maka guru yang bermutu bukan dilihat dari universitasnya, atau IPK nya, namun guru yang bisa digugu dan ditiru itulah guru yang bermutu. Orang bijak mengatakan “Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya yang bermutu namun guru yang bermutu akan melahirkan orang-orang hebat.Guru bukanlah orang hebat tetapi semua orang hebat adalah berkat jasa dari seorang guru”.

Metode keteladanan ini pula yang menjadi kunci keberhasilan  (alm) KH.M.Badruddin Anwar, guru sekaligus ayah penulis dalam memberikan pembelajaran kepada santri dan masyarakatnya baik di dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari-hari. Beliau bisa menjadi teladan, baik sebagai ayah, sebagai kakak, sebagai suami, sebagai santri, sebagai guru, sebagai sahabat maupun sebagai ulama terpandang.

Efektifitas keteladanan tidak hanya berlaku dalam hal yang positif, namun juga dalam hal negatif. Bahkan dalam hal negatif akan lebih mudah lagi ditiru sehingga dalam peribahasa disebutkan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Artinya murid biasanya mencontoh gurunya mentah-mentah, maka guru sebaiknya jangan memberikan contoh yang buruk. Jika guru melakukan kejelekan maka para murid akan berbuat lebih buruk daripada yang dilakukan oleh guru tersebut. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari menjaga diri kita dari kejelekan supaya terus menjadi inspirasi kebaikan untuk lingkungan kita.

Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari Alvers

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren Lho!

NB.
Hak Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang  lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Abdullah Alhaddad]

0 komentar:

Post a Comment