Thursday, September 14, 2023

MENYIKAPI BEDA AMALIYAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Amr Ibnul Ash RA, Rasulullah SAW bersabda :

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

“Jika seorang hakim berijtihad untuk memutuskan hukum lalu ia benar, maka ia mendapat dua pahala, namun jika ia berijtihad lalu salah, maka ia mendapat satu pahala” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Ketika berumrah atau haji, kita akan berkumpul dengan umat Islam sedunia dengan amaliah yang beragam sesuai madzhab yang diikuti. Perbedaan madzhab bukanlah satu kekeliruan karena itu adalah hasil ijtihad. Sebagaimana dalam hadits di atas, jika benar maka sang mujtahid mendapat dua pahala, namun jika salah, maka ia mendapat satu pahala.  Hal ini terkadang tidak disadari oleh sebagian jamaah sehingga mereka menganggap aneh perbedaan tersebut bahkan terkadang ingkar kepada orang yang berbeda amaliyahnya. Dan sebaliknya, terkadang kita sendiri yang menjadi korban protes mereka.  

 

Ketika berhaji atau umrah maka hindari berdebat sebisa mungkin. Allah SWT berfriman :

وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

Maka tidak boleh berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. [QS Al-Baqarah : 197]

 

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ada dua pendapat dalam hal ini. Pertama, tidak boleh berbantah-bantahan dalam masalah waktu dan tata cara pelaksanaan ibadah haji karena Allah SWT telah menjelaskannya dengan sejelas-jelasnya. Kedua, tidak boleh berbantah-bantahan dalam segala hal yang menjadikan orang yang berbantahan itu saling marah dan memusuhi. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Dengan demikian kita jangan usil dengan amaliyah orang lain yang berbeda. Dzun Nun Al-Mishri berkata :

النَّاسُ أَعْدَاءُ مَا جَهِلُوا

“Manusia itu menjadi musuh terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.” [Al-Khulf Bayna Jaisy Mishr]

 

Selaras dengan pembahasan ini, ada sebuah kalam hikmah:

مَنْ كَثُرَ عِلْمُهُ قَلَّ إِنْكَارُهُ

Barang siapa yang banyak ilmunya maka ia sedikit mengingkari.

 

Syeikh sa'ud as-syuraim (Lahir th.1966) imam masjidil haram menjelaskan dalam statusnya di twitter :

إِذَا زَادَ عِلْمُ الْمَرْءِ قَلَّ إِنْكَارُهُ عَلَى الْمُخَالِفِ لِعِلْمِهِ أَنَّ لَدَيْهِ دَلِيْلًا

Jika ilmu seseorang bertambah banyak maka ia sedikit mengingkari orang yang menyelisihinya (dalam suatu amalan) karena ia tahu bahwa orang lainpun memiliki dalil (atas apa yang ia amalkan [@saudalshureem]

 

Sikap seperti inilah yang ditunjukkan para sahabat yang merupakan generasi terbaik dalam menghadapi masalah khilafiyah. Mereka banyak beramal dan sedikit berdebat dan sebaliknya orang sekarang banyak  berdebat dan sedikit beramal. Muhammad bin Abu Bakr bertanya kepada Anas di waktu pagi saat berada di Arafah, "Bagaimana menurut Anda mengenai talbiyah di hari ini?" Anas menjawab :

سِرْتُ هَذَا الْمَسِيرَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ فَمِنَّا الْمُكَبِّرُ وَمِنَّا الْمُهَلِّلُ وَلَا يَعِيبُ أَحَدُنَا عَلَى صَاحِبِهِ

"Aku menelusuri jalan ini bersama Nabi saw, di antara kami ada yang membaca takbir dan ada pula yang membaca tahlil, namun tak seorang pun dari kami yang "usil" dengan mencela temannya. [HR Muslim]

 

Pengalaman saya pribadi ketika sa’i. Saya yang bermadzhab Syafi’i melakukan idhtiba' sewaktu sa'i. Idhtiba’ adalah mengenakan selendang ihram dengan posisi bagian tengah selendang ihram di bawah pundak kanan (sebelah bawah ketiak kanan) sedangkan kedua ujung kain ihram di atas pundak kiri. Sayyed bakri berkata :

وَكَذَا يُسَنُّ الْاِضْطِبَاعُ فِي السَّعْيِ قِيَاسًا عَلَى الطَّوَافِ

Begitu pula, sunnah idhtiba' dalam sa'i dengan hukum qiyas kepada thawaf. [I'anatut thalibin]

 

Dan lebih jelasmya, Imam Nawawi berkata :

قَالَ أَصْحَابُنَا وَيُسَنُّ الِاضْطِبَاعُ أَيْضًا فِي السَّعْيِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ وَفِيهِ وَجْهٌ شَاذٌّ أَنَّهُ لَا يُسَنُّ فِيهِ

Para ulama pengikut imam syafi'i berkata ; idhtiba' hukumnya sunnah juga ketika sa'i. Dan inilah pendapat madzhab syafii dan dipastikan oleh mayoritas ulama. Namun ada pendapat Syadz (nyeleneh) bahwasannya hal itu tidak sunnah dilakukan ketika sa’i. [Majmu']

 

Ketika mengamalkan idhtiba’ saat sa’i, dalam beberapa putaran ada beberapa orang yang silih berganti memberi isyarat agar saya tidak melakukan idhtiba’. Mereka menyuruh agar saya menutup pundak kanan dengan kain ihram seperti yang mereka lakukan. Wal hasil saya tidak berdebat dengan mereka, saya membiarkan saja bahkan karena berungkali diingatkan maka saya pilih untuk menuruti permintaan mereka untuk menutup pundak saya. Toh hal ini hanya sekedar kesunnahan dan bukan hal membatalkan sa’i atau umroh.

 

Wallahu A'lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk banyak belajar lagi dan bersikap toleran terhadap perbedaan amaliyah.

0 komentar:

Post a Comment