Saturday, April 27, 2024

SOMBONG KARENA ILMU

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Amr bin Syuaib RA, Nabi SAW bersabda :

يُحْشَرُ الْمُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمْ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ

“Pada hari kiamat orang-orang yang sombong akan digiring dan dikumpulkan seperti semut kecil dalam ukurannya yang kecil dengan bentuk wajah manusia, kehinaan akan meliputi mereka dari berbagai sisi”. [HR Turmudzi]

 

Catatan Alvers

 

Ada seorang ilmuwan yang sombong dia naik ke atas mimbar dan menantang para ulama untuk berdebat dengannya. Ilmuwan itu adalah seorang dahriyah (Filosof Ateis). Kisah ini diceritakan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Fathul Majid. Dari bawah mimbar terdapat seorang anak kecil yang dengan lantang berkata :  “Iya, Aku akan menjawab pertanyaanmu dengan pertolongan Allah”. Ilmuwanpun marah lalu berkata: "Hei, siapa kamu anak kecil, betapa banyak sesepuh, bersorban besar, berpakaian mewah, berlengan lebar namun mereka semua tak bisa menjawab pertanyaanku!”

 

Ilmuwan bertanya "Apakah Allah itu ada dan Dimanakah dia?". anak kecil itu menjawab : "Iya, ada, tiada tempat baginya". Ilmuwan bertanya: "Bagaimana mungkin disebut ada, sementara Dia tidak bertempat?". Anak kecil menjawab : "Dalilnya ada di badan kamu, yaitu ruh. Kalau kamu percaya ruh ada, terus di manakah ruh itu? Apakah berada di perut, kepala, atau di mana?". Ilmuwan itu terdiam. Malu jika kalah, maka ilmuwan terus melontarkan beberapa pertanyaan lagi namun semua pertanyaan dengan mudah bisa dijawab oleh anak kecil tersebut. Dan pada bagian akhir ilmuwan bertanya : Sedang apa Allah itu? Anak kecil berkata : Kau ini terbalik, mestinya yang menjawab ada di atas mimbar dan yang bertanya ada dibawah mimbar. Aku Akan menjawab jika engkau turun dan aku naik mimbar. Ilmuwanpun menerimanya. Ilmuwan turun dan anak kecil naik mimbar. Lalu anak kecil dari atas mimbar menjawab :

شَأْنُ اللهِ أَلْآنَ إِسْقَاطُ الْمُبْطِلِ مِثْلِكَ مِنَ الْأَعْلَى إِلَى الْأَدْنَى وَإِصْعَادُ الْمُحِقِّ مِثْلِي مِنَ الْأدْنَى إِلَى الْأَعْلَى

Allah sekarang sedang menjatuhkan orang yang berbuat kebatilan sepertimu dari atas ke bawah dan menaikkan orang yang benar sepertiku dari bawah ke atas. [Fathul Majid]

 

Kisahpun berakhir dengan kekalahan ilmuwan yang sombong di tangan seorang anak kecil. Dan tahukah Anda saiapa anak kecil itu?  Dia tidak lain adalah Imam Abu Hanifah saat ia kecil.

 

Takabbur (sombong) merupakan maksiat pertama yang terjadi di kalangan makhluk. Dialah Iblis makhluk pertama yang melakukannya saat ia enggan untuk bersujud kepada Nabi Adam karena ia merasa lebih baik dari asal penciptaannya. [Lihat QS Al-Baqarah : 34] orang sombong dan merasa besar di hari kiamat akan digiring dalam keadaan kecil bentuknya seperti semut kecil sebagaimana keterangan pada hadits utama dan Rasul SAW juga bersabda :

مَنْ تَعَظَّمَ فِي نَفْسِهِ أَوْ اخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ

“Barang siapa merasa besar pada dirinya atau sombong sewaktu ia berjalan, niscaya ia akan bertemu dengan Alloh dalam keadaan Allah murka kepadanya” [HR Ahmad]

 

 

 

Semua kelebihan akan berpotensi menjadikan seseorang berprilaku sombong. Kelebihan akan semakin tinggi berpotensi mendatangkan kesombongan sesuai dengan kelebihan yang menjadi kebanggaan masyarakatnya. Kelebihan seperti kaya, cantik, nasab memiliki skala prioritas berbeda di kalangan yang berbeda. Abdullah Ibnul Mubarak berkata : “Orang Yahudi menikahkan putrinya karena faktor harta, orang nasrani menikahkan putrinya karena faktor ketampanan dan orang arab menikahkan putrinya karena faktor “hasab” (keturunan), adapun kaum muslimin menikahkan putrinya karena faktor takwa. Maka nikahkanlah putrimu sesuai dengan golonganmu”.  [Mawsu’atul Akhlaq Waz Zuhd War Raqaid, Yaser Abdur Rahman]

 

Orang sombong salah paham, ia mengira akan selamanya memiliki kelebihan yang dimilikinya padahal ia terlahir tanpa membawa apa-apa dan kelak ketika mati ia juga tak akan membawa apa-apa. Ingatlah, orang yang sombong karena memiliki harta yang banyak maka ia bisa saja dirampok sehingga hartanya menjadi hilang dalam sekejap. Orang yang sombong karena jabatan maka jabatan itu akan berpindak kepada orang lain saat masanya habis. Orang yang sombong karena ketampanan dan kecantikan maka hal itu akan berangsur-angsur hilang seiring dengan bertambahnya usia. Maka sungguh merupakan kebodohan yang nyata jika seseorang menjadi sombong karenanya. Imam Ghazali berkata :

وَكُلُّ مُتَكَبِّرٍ بِأَمْرٍ خَارِجٍ عَنْ ذَاتِهِ فَهُوَ ظَاهِرُ الْجَهْلِ

Setiap orang yang sombong karena faktor eksternal maka perilaku tersebut adalah kebodohan yang tampak jelas. [Ihya Ulumiddin]

 

Dengan demikian sebenarnya mudah bagi seseorang yang sombong (karena faktor eksternal) untuk menyadari kekeliruannya lalu berhenti dari sifat takabburnya. Dan yang sulit itu adalah mengatasi sombong karena faktor intrinsik (kelebihan yang terdapat dalam diri seseorang) seperti sombong karena dia punya ilmu mengingat ilmu itu agung dihadapan manusia dan juga agung di hadapan Allah sehingga berpotensi besar bagi orangnya untuk merasa lebih baik dari orang lain. Terlebih lagi, orang yang memiliki kelebihan seperti harta, jabatan, wajah rupawan jika tidak dibarengi dengan ilmu maka hal itupun tidak begitu dipedulikan di mata masyarakat sehingga kemuliaan ilmu itu lebih tinggi daripada kemuliaan yang didapat dari harta taupun jabatan. Maka Wahb ibnu Munabbih mengingatkan akan besarnya risiko dari ilmu. Ia berkata :

إِنَّ لِلْعِلْمِ طُغْيَاناً كَطُغْيَانِ الْمَالِ

“Sesungguhnya ilmu itu dapat mendatangkan perbuatan melampaui batas (angkuh, sombong) sebagaimana harta”. [Hilyatul Awliya]

Dan Sahabat Umar RA berkata :

وَمَا أَسْرَعَ الْكِبْرَ إِلَى الْعُلَمَاءِ

Betapa cepatnya kesombongan itu menjangkiti orang yang memiliki ilmu. [Ihya]

 

Maka  Imam ghazali memberikan nasehat : Sealim apapun seseorang maka janganlah ia merasa lebih mulia dari para sahabat Nabi RA, yang mana sebagian dari mereka berkata “Aduhai seandainya aku tidak dilahirkan oleh ibuku”, sebagian lain mengambil batu bata lalu berkata : “seandainya aku menjadi batu bata ini”, sebagian lain berkata : “seandainya aku menjadi burung yang dimakan”,  Dan sebagian lainnya berkata : “aduhai seandainya aku menjadi sesuatu yang tak dianggap apa-apa”. Itu semua dikatakan karena mereka sangat takut dengan akibat (efek negatif ilmu yang dimiliki) sehingga mereka menganggap dirinya lebih jelek keadaannya daridapada burung dan debu. [Ihya’]

 

Ilmu itu sangat luas sekali sementara manusia hanya mengetahui sedikit saja. Allah SWT berfirman :

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“ … dan tidaklah kalian diberi ilmu melainkan sedikit saja“ [QS Al-Isra: 85]

 

Maka sebanyak apapun seseorang menguasai ilmu maka sesungguhnya ia menguasai hal yang banyak dari yang sedikit. Jadi janganlah seorang berilmu tertipu dengan ilmu yang banyak yang ia miliki. Asy-Sya’bi berkata:

اَلْعِلْمُ ثَلَاثَةُ أَشْبَارٍ فَمَنْ نَالَ مِنْهُ شِبْرًا شَمَخَ بِأَنْفِهِ وَظَنَّ أَنَّهُ نَالَهُ . وَمَنْ نَالَ الشِّبْرَ الثَّانِيَ صَغرَتْ إِلَيْهِ نَفْسُهُ وَعَلِمَ أَنَّهُ لَمْ يَنَلْهُ ، وَأَمَّا الشِّبْرُ الثَّالِثُ فَهَيْهَاتَ لَا يَنَالُهُ أَحَدٌ أَبَدًا

Ilmu itu ada tiga level. Barang siapa mencapai level pertama maka ia akan menganggap dirinya besar dan ia menyangka ia telah mendapat semua ilmu. Barang siapa mencapai level kedua maka ia merasa kecil dan ia baru mengetahui bahwa ia belum mendapatkan semua ilmu. Dan pada level ketiga, seseorang akan merasa sangat jauh bahkan ia yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa mendapatkan semua ilmu selamanya. [Adabud Dunya waddin]

 

Senada dengan hal tersebut, Al-Munawi berkata : “Jarang sekali seseorang itu sombong dengan pencapaian ilmunya melainkan orang yang minim ilmu lagi sembrono karena ia tidak mengerti jatidirinya dan ia menyangka dengan baru memasuki ilmu bahwa ia telah memiliki ilmu yang lebih banyak dari orang lain. Adapun orang yang berilmu maka ia tahu betapa luasnya ilmu itu dan semua ilmu itu tidak akan tidak mungkin bisa dikuasai sehingga hal membuat dirinya tidak sombong dengan ilmu yang dimilikinya”.  [Faidlul Qadir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu rendah hati dengan apapun kelebihan yang diberikan Allah kepada kita khususnya ilmu. Semoga Ilmu kita semakin mendekatkan kita kepada Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment