Wednesday, April 20, 2016

HUKUM KARMA?


ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, Rasul bersabda :
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka pastilah Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka pastilah Allah memudahkan baginya (urusan) di dunia dan akhirat.  [HR. Muslim]

Catatan Alvers

Kata karma menjadi bahasa global yang lazim diucapkan karena karma sudah menjadi kata serapan dalam bahasa indonesia sebagai buktinya sayapun menemukan kata karma terdapat dalam kamus kamus bahasa indonesia. Pada asalnya kata karma merupakan istilah yang berasal dari agama hindu-budha. Kata Karma adalah kependekan dari Karmaphala. Secara etimologi Karma berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya perbuatan dan Phala berarti hasil. Sehingga karma phala diartikan sebagai setiap hasil yang dipetik oleh seseorang atas perbuatannya dengan kata lain karma phala dipahami sebagai balasan dari setiap perbuatan manusia, jika perbuatannya baik maka balasannya akan baik pula atau disebut Subha karma dan jika perbuatannya jelek maka balasannya akan jelek pula atau disebut Asubha karma. Karma atau perbuatan ini ada tiga bentuk yaitu karma yang dilakukan oleh pikiran (“Manah”), karma dalam bentuk ucapan (“waca”), dan karma dalam bentuk tindakan jasmanani (“kaya”).


Pengertian karma sampai disini terdapat kesamaan dengan ajaran islam. Konsep balasan dari setiap perbuatan juga kita temukan baik dalam Al-Qur’an maupun hadits. Dalam Al-Qur’an misalnya kita temukan firman Allah SWT :
هَلْ جَزَاءُ الإِحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). [QS Ar-Rahman : 60]
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa [QS As-Syura: 40]
Balasan setiap amal tersebut tidak hanya di akhirat; surga atau neraka akan tetapi balasan dari suatu perbuatan juga ditemukan di dunia. Dalam Hadits di atas Rasul bersabda : Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, maka pastilah Allah memudahkan baginya (urusan) di dunia dan akhirat.  [HR. Muslim]
ذَنْبَانِ مُعَجَّلَانِ لَا يُؤَخَّرَانِ الْبَغْيُ وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ
Terdapat dua dosa yang disegerakan balasannya (di dunia) dan tidak di akhirkan; kedzaliman dan memutus tali persaudaraan [HR Al-Hakim]

Terdapat sebuah kisah nyata alvers yang terjadi di Timur Tengah yang ditulis oleh Ahmad salim Badwilan dalam bukunya “Qishas Muats-tsirat Lilfatayaat”. Pada malam pertama pengantin baru, sang istri menyiapkan hidangan pembuka dan berkumpul mesra diruang makan. Tiba-tiba, keduanya mendengar suara ketukan pintu. Sang suami menghentak dan berkata gusar, “Siapa tamu yang mengganggu ini?” Berdirilah istri menuju pintu lalu bertanya dari balik pintu, “Siapa?”. Terdengar jawaban, “Saya adalah pengemis yang meminta sedikit makanan”. Si istri kemudian menyampaikan kepada suaminya, maka si suami suami marah : “Hanya gara-gara pengemis ini istirahat kita terganggu apalagi kita sedang menikmati malam pertama?”. Ia lalu keluar dan langsung memukuli pengemis itu hingga si pengemis lari tunggang langgang dengan membawa rasa laparnya. Si suami kembali menemui istrinya di dalam kamar pengantin dengan hati yang penuh emosi karena kejadian itu. Beberapa saat kemudian, si suami terkena sesuatu menyerupai penyakit kesurupan, lalu dia merasa dunia menyempit dan menghimpitnya dengan keras hingga berlari keluar rumah sambil menjerit, meninggalkan istrinya dan tidak pernah kembali. Sang istripun bersabar menunggu kembalinya suami namun tak terasa lima belas tahun telah berlalu.

Setelah itu, seorang muslim datang meminangnya, menikahinya. Pada malam pertama, suami istri tersebut berkumpul didepan hidangan pembuka yang telah disajikan. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu. Berkata suami, “Pergilah bukakan pintu”. Si istri menuju pintu dan bertanya, “Siapa?”. “Pengemis meminta sesuap nasi”, kata tamu tersebut. Maka si suami berkata, “Panggil dia kemari dan siapkan seluruh makanan ini diruang tamu lalu persilahkan dia makan sampai kenyang”. Si istri bergegas menyiapkan hidangan, membukakan pintu lalu mempersilahkan pengemis itu untuk makan. Namun si istri menangis. Suaminya bertanya, “Apa yang terjadi?, Apakah pengemis itu menghinamu?” Si istri menjawab dengan linangan air mata yang memenuhi matanya, “Tidak”. “Lalu kenapa engkau menangis?”, tanya suami. Si istri: “Pengemis yang duduk di ruang tamumu dan menyantap hidanganmu adalah mantan suamiku lima belas tahun yang lalu. Pada malam pengantin itu, ada pengemis datang dan suamiku memukulinya dengan keras. Setelah itu mantan suamiku kembali menemuiku dengan dada yang sempit. Aku menyangkanya dia terkena jin atau kesurupan. Dia lari meninggalkan rumah tanpa ada kabar sampai malam ini dan ternyata dia sekarang menjadi pengemis.” Si suami tiba-tiba menangis. Istrinya bertanya:  “Apa yang membuatmu menangis?”. Suami: “Taukah kamu siapa pengemis yang dipukul oleh mantan suamimu dulu?” “Sesungguhnya pengemis itu, aku”, suaminya menjelaskan. Maha Suci Allah yang memberi balasan sesuai dengan amal perbuatan seseorang.

Kembali ke laptop!, Pengertian karma lebih jauh dan disinilah letak perbedaanya dengan konsep ajaran islam yaitu keberadaan hukum karma dalam hindu-budha yang erat kaitannya dengan reinkarnasi yaitu keyakinan bahwa kehidupan manusia di dunia itu bukan hanya sekali tetapi berulang-ulang dan kehidupan saat ini adalah titisan kehidupan masa lalu dan akan menitis pada kehidupan di masa datang. Artinya, nasib yang dialami saat ini sebagai akibat dari kehidupannya di masa lalu. Dan perilaku sekarang akan berakibat pada nasib orang tersebut pada kehidupan selanjutnya. Konsep reinkarnasi seperti ini tidaklah dikenal dalam Ajaran Islam, sebab manusia hidup di dunia hanya sekali dan hidup setelah kematian hanya bertempat di alam barzakh dan alam akhirat bukan menitis di dunia. Karena perbedaan mendasar inilah maka fathul bari menilai kurang baik menggunakan istilah hukum karma, adapun judul tulisan di atas hanya ingin menjelaskan duduk permasalahnnya saja. Namun demikian saya menilai sah-sah saja menggunakan istilah hukum karma sebatas pengertian etimologis saja. Wallahu A’lam. Semoga Allah swt memberikan kekuatan kepada kita semua untuk senantiasa istiqamah dalam kebaikan dan menjauhi keburukan sehingga kita mendapatkan balasan yang lebih baik dari-Nya

0 komentar:

Post a Comment