Tuesday, April 12, 2016

NIKMAT DIBALIK KEHILANGAN

ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda :
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai pelebur dosa-dosanya. [HR. Bukhari]

Catatan Alvers

Pernahkah anda kehilangan? Kehilangan sesuatu yang kita miliki adalah bagian musibah yang dalam QS Al-Baqarah 155 diistilahkan dengan “Wa Naqshin Minal Amwal” (berkurangnya harta). Musibah kehilangan adalah hal yang bisa menimpa kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Merupakan sunnatullah, ada awal ada akhir, siang – malang, ada dan tiada, nikmat dan musibah yang silih berganti terjadi dan menimpa seseorang. Namun demikian berbeda-bedanya kondisi tersebut tidaklah berpengaruh pada keadaan seorang mukmin karena ia selalu dalam top condition.
Rasul SAW bersabda :
عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له
Sungguh mengagumkan keadaan orang Mukmin. Sesungguhnya semua urusannya baik, dan karakter itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali orang Mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, dan demikian itu lebih baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, dia bersabar, dan demikian itu lebih baik baginya.” [HR. Muslim]

Dengan demikian, seorang mukmin tidak akan sombong ketika mendapat nikmat dan sabar serta tidak menggerutu ketika menghadapi bala' musibah. Oleh karena itu Sayyidina Umar bin khattab RA berkata :
لو كان الصبر والشكر بعيرين ما باليت أيهما ركبت
Seandainya sabar dan syukur itu layaknya dua unta maka aku tidak peduli mana unta yang akan aku naiki! [Faidlul Qadir] Bahkan boleh jadi lebih dari itu, seseorang mukmin tidak hanya bersabar atas musibah kehilangan namun malah ia bersyukur sebagaimana kisah Kyai Arwani kudus, kiblat para hafidz Jawa Tengah. Ketika beliau kecopetan saat turun dari bus di terminal Terboyo Semarang. santri pendamping beliau langsung mengejar pelakunya namun sayang, ia tidak berhasil mengejar sang pencopet. Namun yang mengherankan adalah sikap Kyai Arwani, beliau tidak perduli dengan apa yang terjadi, seolah-olah tidak terjadi apa-apa pada dirinya bahkan ia masih sibuk dengan dzikirnya. Dengan susah payah santri memberitahukan bahwa dompet beliau baru saja dicopet. Beliau berkata : "Alhamdulillah, Sudahlah kalian tidak perlu ribut-ribut. Saya bersyukur, yang dicopet itu saya!". Santri ini menjadi bingung, Sang kyai kecopetan kok malah mengucap Alhamdulillah. Ia pun meminta penjelasannya. Kyai menjawab : "Syukur syukur Alhamdulillah. Karena saya yang dicopet, bukan saya yang jadi pencopetnya!". Sekarang apa jawab kalian jika aku tanya, lebih baik mana, menjadi orang yang dicopet atau menjadi tukang copetnya?". Subhanallah sungguh nalar yang luar biasa.

Bagaimanakah seseorang bisa sabar menghadapi musibahnya, sesuatu yang tidak mengenakkan, sesuatu yang menyusahkan? Jawabnya adalah ia berkeyakinan bahwa musibah yang menimpanya adalah menjadi pelebur dosanya sebagaimana hadits di atas. Dari perspektif inilah sebuah musibah akan menjadi nikmat. Bahkan Sayyidina Umar  RA melihat musibah lebih dari itu, Ia berkata:
ما ابتليت ببلية إلا كان لله علي فيها أربع نعم إذ لم تكن في ديني وإذ لم أحرم الرضا وإذ لم تكن أعظم وإذ رجوت الثواب عليها
Tidaklah aku tertimpa suatu musibah melainkan aku mendapatkan empat nikmat dari Allah. 1. Karena musibah itu tidak terjadi pada agamaku, 2. Aku tidak terhalang dari ridlo (kepada taqdir-Nya), 3. Musibah yang terjadi tidaklah lebih besar dari yang semestinya, 4. Aku mengharap pahala atas musibah tersebut. [Faidlul Qadir]

Kendati kehilangan adalah merupakan suatu nikmat di satu sisi, di sisi lain kita tidak dilarang untuk ikhtiyar mencari barang yang hilang. Bahkan Sahabat Ibnu Umar RA mengajarkan doa ketika kehilangan barang, yaitu hendahlah orang yang kehilangan berwudhu, kemudian shalat dua rakaat, setelah salam lalu mengucapkan syahadat, kemudian berdoa,
يَا هَادِيَ الضَّال، وَرَادَّ الضَّالَة ارْدُدْ عَلَيَّ ضَالَتِي بِعِزَّتِكَ وَسُلْطَانِكَ فَإِنَّهاَ مِنْ عَطَائِكَ وَفَضْلِكَ
Ya Allah, Dzat yang menunjukkan jalan kepada orang yang sesat, Dzat yang mengembalikan barang yang hilang. Mohon kembalikanlah barangku yang hilang dengan kuasa dan kekuasaan-Mu. Sesungguhnya barang itu adalah bagian dari anugrah dan pemberian-Mu. [Mushannaf  Ibnu Abi Syaibah] Wallahu A’lam. Semoga Allah selalu menjaga harta dan keluarga kita dan mengembalikan barang hilang kita bahkan menggantinya dengan yang lebih baik.

0 komentar:

Post a Comment