Thursday, November 17, 2022

SSST.. JANGAN KERAS-KERAS

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Amr bin Al-Ash RA berkata bahwa diantara sifat Rasul SAW yang disebutkan dalam kitab taurat adalah :

لَيْسَ بِفَظٍّ وَلَا غَلِيظٍ وَلَا سَخَّابٍ بِالْأَسْوَاقِ

Nabi SAW bukanlah orang yang berperangai buruk, juga bukan berwatak keras dan bukan orang yang suka teriak-teriak di pasar." [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Orang Arab dahulu bangga dengan suara yang keras. Siapa yang lebih keras suaranya itulah yang lebih mulia. Al-Qurtubi berkata :

فَمَنْ كَانَ مِنْهُمْ أَشَدَّ صَوْتاً كاَنَ أَعَزَّ، وَمَنْ كَانَ أَخْفَضَ صَوْتاً كَانَ أَذَلّ

Siapa yang suaranya lebih keras maka ia lebih mulia dan sebaliknya siapa yang suaranya lebih pelan maka ia lebih hina. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Rasul SAW tidaklah demikian. Dalam hadits utama di atas disebutkan bahwa beliau itu bukan orang yang suka teriak-teriak (di pasar). Menurut Mulla Aly Al-Qari maksudnya adalah Rasul bukanlah orang yang suka berkata-kata dengan suara keras di tempat manapun termasuk di pasar, adapun lafadz “di pasar” itu untuk mengecualikan keberadaan beliau yang berkata-kata dengan suara keras saat membaca Al-Quran (ketika menjadi imam sholat) atau ketika khutbah di masjid. [Mirqatul Mafatih]

 

Tidak hanya orang arab, terkadang kita juga mengira demikian. Dalam satu perdebatan maka suara yang lebih keras menunjukkan yang lebih berkuasa. Dalam ajaran Islam, kebiasaan seperti ini merupakan perilaku yang tak terpuji. Luqman Al-Hakim menasehati anaknya yang diabadikan dalam Al Qur’an :

وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“dan lirihkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” [QS Luqman: 19].

 

Maksudnya orang yang mengeraskan suaranya diserupakan seperti keledai karena keledai itu suaranya keras dan melengking. Dan Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut sangat tercela. Hal ini berlaku umum, maksudnya di depan siapa saja maka akhlaknya adalah tidak mengeraskan suara, apalagi depan orang mulia seperti Nabi SAW.

 

Ibn Abu Mulaikah berkata, "Hampir saja dua orang pilihan, Abu Bakar dan Umar, binasa tatkala utusan Bani Tamim menemui Nabi SAW, salah satu diantara dua sahabat pilihan itu menunjuk Aqra' bin Habis At Tamimi Al Hanzhali, saudara Bani Mujasyi', sedang lainnya menunjuk lainnya. Maka Abu Bakar berkata kepada Umar,

مَا أَرَدْتَ إِلَّا خِلَافِي

'Kamu inginnya menyelisihiku saja!"

Umar mengelak seraya mengatakan, "Aku sama sekali tak berniat menyelisihimu!

Suara keduanya terus semakin gaduh di sisi Nabi SAW, sehingga turunlah ayat:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadarinya. [QS Al-Hujurat : 2]

Dan ayat selanjutnya, yaitu : “Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar”. [QS Al-Hujurat : 3]

 

Ibnu Abi Mulaikah menceritakan bahwa "pasca turunnya ayat tersebut, ketika sahabat Umar berbicara dengan Nabi SAW maka ia berbicara seperti orang yang sedang membicarakan satu rahasia, sampai Nabi tidak mendengarnya dan beliau meminta mengulanginya." [HR Bukhari] Demikian pula Abu Bakar, ia berkata :

لَا أُكَلِّمُكَ إِلَّا كَأَخِي السِّرَارِ حَتَّى أَلْقَى اللهَ عَزَّ وَجَلَّ

Aku tidak akan berbicara kepadamu kecuali seperti orang yang membicarakan rahasia, sampai aku (wafat) bertemu dengan Allah Azza Wa Jalla. [HR Baihaqi]

 

Hal serupa terjadi pada Tsabit bin Qais. Suatu ketika ia ditemukan sedang duduk di rumahnya sambil menundukkan kepalanya. Ia khawatir seluruh amalnya terhapus

karena ia pernah bersuara keras melebihi suara Nabi SAW dan ia masuk neraka karenanya. Mendengar kisahnya maka Nabi SAW menyuruh orang untuk menyampakan kepadanya :

اذْهَبْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَلَكِنْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

 "Temuilah Tsabit dan katakan kepadanya bahwa dia bukan termasuk penghuni neraka namun menjadi penghuni surga".  [HR Bukhari]

 

Dan sekarang, seperti itu pula tatakrama seseorang jika ia sedang berbicara dengan ulama. Al-Qurtubi berkata :

وَكَرَّهَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ رَفْعَ الصَّوْتِ فِي مَجَالِسِ الْعُلَمَاءِ تَشْرِيْفاً لَهُمْ؛ إِذْ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ

Dan sebagian ulama memakhruhkan untuk mengeraskan suara di majlis para ulama untuk memuliakan mereka karena ulama itu adalah pewaris para nabi. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Demikian pula kita dilarang mengeraskan suara ketika berada di Masjid. Sering kita jumpai di pesarean, satu kelompok jamaah adu keras dengan jamaah lain dalam pembacaan tahlil dan dzikir. Bahkan di masjidil haram, seringkali satu jamaah adu keras dengan rombongan jamaah lain ketika sedang membaca dzikir atau doa thawaf ataupun sa’i dan itu sangat mengganggu jama’ah lainnya. Seakan mereka bangga, suara kerasnya menunjukkan kemuliaan kelompok mereka. Tentu hal ini dikecualikan syariat “Al-Ajju” (mengeraskan bacaan talbiyah). Apakah mereka tidak pernah tahu bahwa Nabi SAW bersabda:

أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ

“Ingatlah bawha sesungguhnya setiap kalian sedang bermunajat kepada Rabb-nya, maka jangan saling mengganggu satu sama lain, dan jangan meninggikan suara satu sama lain dalam membaca (Al Qur’an)”  [HR Abu Daud]

 

Sahabat Umar RA pernah memarahi dua orang yang berasal dari luar madinah, yaitu dari thaif. Ia berkata :

لَوْ كُنْتُمَا مِنْ أَهْلِ الْبَلَدِ لَأَوْجَعْتُكُمَا تَرْفَعَانِ أَصْوَاتَكُمَا فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Seandainya kalian berasal dari penduduk sini (madinah) maka aku akan hukum kalian berdua, sebab kalian telah mengeraskan suara di Masjid Rasul SAW." [HR Bukhari]

 

Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak mengeraskan suara ketika berbicara terlebih ketika berada di hadapan para ulama ataupun di masjid.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment