Monday, February 19, 2024

MEMBENCI ANAK PEREMPUAN

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah RA, Nabi SAW bersabda :

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الأُمَّهَاتِ وَوَأْدَ البَنَاتِ...

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian ; durhaka kepada ibu dan memendam anak-anak perempuan hidup-hidup.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Ada seorang ibu hamil yang mengandung untuk kali ke lima. Keempat anak sebelumnya adalah perempuan semua. Ibu ini bertekad untuk hamil lagi dan tidak berhenti sebelum ia memiliki anak laki-laki. Selama masa kehamilan ia senantiasa berharap agar janin yang dikandungnya adalah kali-laki. Iapun sengaja tidak melakukan USG karena khawatir hasilnya tidak sesuai harapan. Ketika proses kelahiran, setelah ia mengalami susah payah maka sang bayi berhasil dilahirkan dengan selamat. Sang ibu itupun segera bertanya kepada bidan mengenai jenis kelamin sang bayi. Sang bidan memberi selamat karena bayi lahir dengan sehat dan selamat lalu bidan memberitahukan bahwa bayinya adalah perempuan. Mendengar jawaban ini sang ibu langsung lemas lunglai karena bayi yang lahir tidak sesuai harapannya. Bayipun seakan-akan tidak dikehendaki lahir oleh sang ibu bahkan keluarga.

 

Kemalangan ini terjadi dikarenakan ibu atau bapak membeda-bedakan jenis kelamin anak padahal jenis kelamin anak yang akan dilahirkan itu tidak bisa ditentukan oleh mereka karena yang menentukannya adalah Allah SWT. Bersusah hati dengan lahirnya anak perempuan itu berarti tidak menerima hadiah dari Allah SWT dengan tulus ikhlas. Maka dari itulah seyogyanya bapak ibu tidak menitik beratkan kepada jenis kelamin anak yang akan dilahirkan. Cukuplah keberadaan sang bayi lahir dengan selamat dan ibunya pun juga dalam keadaan selamat dan sehat sebagai motivasi keluarga bersyukur kepada Allah SWT.

 

Mengantisipasi hal ini, Imam Ghazali menjelaskan bahwa ada lima tatakrama ketika memiliki anak di antaranya adalah :

أَنْ لَا يُكْثِرَ فَرَحَهُ بِالذَّكَرِ وَحُزْنَهُ بِالْأُنْثَى، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي الْخَيْرَةَ لَهُ فِي أَيِّهِمَا

Hendaknya sang ayah tidak lebih bergembira dengan memiliki anak laki-laki dan lebih bersedih jika dikaruniai anak perempuan karena ia tidak tahu kebaikan itu nantinya ada pada anak laki-laki ataukah perempuan. [Ihya]

 

Bersusah hati dengan memiliki anak perempuan adalah perbuatan jahiliyah. Allah SWT berfirman :

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. [QS An-Nahl : 58]

Orang jahiliyah sangat tidak menyukai anak perempuan bahkan mereka beranggapan bahwa memiliki anak perempuan dianggap sebagai aib dan kehinaan. Dalam lanjutan ayat disebutkan :

يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”. [QS An-Nahl : 59]

Karena saking dari malunya mereka memiliki anak perempuan maka orang jahiliyah dahulu memendam bayi perempuan mereka dalam keadaan hidup atau yang dikenal dengan istilah “Wa’dul Banat”. Ibnu Hajar Al-Asqalany menjelaskan bahwa tradisi membunuh anak perempuan tersebut pertama kali dilakukan oleh seseorang yang bernama Qays bin Ashim At-Tamimy. Suatu ketika ada musuh menyerangnya dan berhasil mengambil putrinya sebagai tawanan kemudian dinikahinya. Setelah beberapa lama terjadilah perdamaian di antara mereka. Sang putri tadi disuruh memilih antara kembali ke ayahnya atau ia tetap hidup bersama suaminya lalu sang putri tanpa diduga memilih tetap hidup bersama suaminya yang tak lain adalah (mantan) musuh ayahnya. Sang Ayahpun murka dan merasa dipermalukan oleh putrinya sendiri maka sejak saat itu sang ayah yaitu Qays bersumpah jika sampai punya anak perempuan lagi maka ia akan menguburnya hidup-hidup. Lalu perbuatan ini menjadi tradisi turun temurun dikalangan orang-orang arab jahiliyah. [Fathul Bari]

 

Ada dua cara yang dilakukan oleh orang jahiliyah untuk Wa’dul Banat. Pertama, sang ayah menggali lubang di suatu tempat kemudian ia menyuruh istrinya ketika hendak melahirkan agar mendekat pada lubang tersebut. Ketika bayi keluar dan dilihat bahwa bayinya adalah perempuan maka sang ayah langsung membuangnya kedalam lubang dan segera memendamnya hidup-hidup. Jika bayinya laki-laki maka ia akan merawatnya.

 

Cara kedua adalah menunggu sampai anak perempuan berusia enam tahun. Ketika sampai waktunya maka Ibu memakaikan pakaian yang bagus kepada anak perempuan itu untuk dibawa pergi ayahnya (dengan alasan akan berkunjung ke rumah kerabat). Sebelumnya sang ayah telah menyiapkan lubang di satu tempat. Ketika sampai di sana maka sang ayah berhenti lalu memerintahkan anak perempuan itu melihat isi lubang tersebut. Dan saat itulah secara tiba-tiba sang ayah mendorong tubuh anak perempuan dari belakang hingga ia jatuh ke dalam lubang dan sang ayahpun segera menimbunnya dengan tanah dan pasir. [Dalilus Sailin]

 

Tidak berhenti disitu, mereka juga membenci istri yang melahirkan anak perempuan. Abu Hamzah Ad-Dlabby menikah dendan seorang wanita yang melahirkan beberapa anak perempuan dan tidak melahirkan anak laki-laki. Karena alasan ingin punya anak laki-laki maka Abu Hamzah menikah lagi dengan wanita lainnya dan iapun dikaruniai anak laki-laki. Dan sejak itu, Abu hamzah meninggalkan istri pertamanya. Dan pada suatu hari, Istri pertama bertemu dengan Abu Hamzah lalu ia mengungkapkan isi hatinya dalam sya’ir. “Kenapa Abu hamzah tidak mendatangiku dan ia memilih masuk rumah lainnya. Ia marah karena aku tidak melahirkan anak laki-laki. Demi Allah, melahirkan anak perempuan bukanlah aib bagiku,  Karena ... ”.

فَنَحْنُ كَاْلأَرْضِ لِزَارِعِيْنَا :: نُنْبِتُ مَا قَدْ وُضِعَ فِيْنَا

“Kami (wanita) seperti tanah sawah bagi petani. Kami menumbuhkan tanaman yang berasal dari benih yang telah ditaburnya”. [Dalilus Sailin]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk menyayangi anak-anak kita, baik laki-laki maupun perempuan sebagai anugerah dari Allah yang tidak semua orang mendapatkannya.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment