Saturday, May 18, 2024

RIZKI ANAK SHALIH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas Bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia menjalin silaturahim”. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Sering kali kita mendengar ungkapan “Alhamdulillah, Rizki Anak Shalih” ketika seseorang mendapat rizki yang tak terduga. Yang menjadi pertanyaan, benarkah keshalihan akan mendatangkan tambahan rizki untuk seseorang?. Apa benar demikian?. Sudah maklum bagi kita bahwa silaturahim itu dapat menambah rizki. Dalam hadits utama disebutkan : “Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia menjalin silaturahim”. [HR Bukhari]. Inilah yang menjadi kunci jawaban pertanyaan tadi. Silaturrahmi merupakan perilaku kebaikan untuk menyambung hubungan dengan sanak kerabat. Berbicara sanak kerabat maka tidak ada sanak kerabat yang utama melainkan dari jalur kedua orang tua. Maka dari itu orang tua adalah inti dari kerabat itu sendiri sehingga silaturahmi yang utama adalah silaturahmi kepada orang tua. Syeikh Badruddin Al-Ayni berkata :

بِرُّ الْوَالِدَيْنِ مِنْ أَعْظَمِ صِلَةِ الرَّحِمِ

Berbakti kepada kedua orang tua adalah termasuk silaturrahim yang paling agung (utama). [Umdatul Qari]

 

Jika silaturahmi dengan kerabat bisa menjadi sebab diluaskannya rizki seseorang maka tentulah bisa dikatakan pula bahwa berbakti kepada orang tua itu dapat meluaskan rizki seseorang, bahkan itu adalah yang utama. Berikut ini beberapa kisah yang menguatkan kesimpulan bahwa berbakti kepada orang tua itu dapat meluaskan rizki.

 

Al-Baghawi dalam tafsirnya menceritakan tentang seorang shalih dari kalangan Bani Israil yang mempunyai anak laki-laki kecil. Ia mempunyai seekor anak sapi betina yang dibawanya ke dalam hutan.  Ia berkata, “Ya Allah! Aku titipkan anak sapi ini kepada-Mu untuk anakku kelak jika dia dewasa.” Dan tidak lama kemudian orang shaleh itu meninggal dunia.

 

Singkat cerita, sang anak tadi tumbuh dewasa menjadi pemuda yang berbakti kepada ibunya. Pada suatu hari sang ibu menyuruhnya untuk pergi ke hutan untuk mencari anak sapi betina warisan ayahnya. Iapun masuk ke dalam hutan untuk mencarinya dan dengan izin Allah SWT iapun mendapatkannya. Ketika hendak dibawa pulang, ia terkejut melihat sapi itu berbicara agar ia menaikinya. Pemuda itu menolak dengan alasan sang ibu tidak memerintahkan untuk menaikinya. Setibanya di rumah, sang ibu menyuruhnya untuk menjual sapi tersebut dengan harga tiga dinar seperti harga pasarannya dengan catatan melapor kepada ibunya. 

 

Ada calon pembeli yang bersedia membayar enam dinar, dengan syarat dijual langsung tanpa pemuda itu lapor kepada ibunya terlebih dahulu. Pemuda itu berkata:

لَوْ أَعْطَيْتَنِي وَزْنَهَا ذَهَبًا لَمْ آخُذْهُ إِلَّا بِرِضَى أُمِّي

“Seandainya engkau memberiku emas seberat sapi ini pun, saya tidak akan mengambilnya melainkan dengan ridla ibuku.”

 

Pemuda itu pulang untuk melapor kepada ibunya dan sang ibu menyetujui harga tersebut. Namun sekembalinya, calon pembeli bersedia membelinya dengan harga dua belas dinar asal tidak melapor kepada ibunya. Namun pemuda itu lagi-lagi menolaknya. Iapun kembali lagi ke rumah dan ibunya berkata :  “Calon pembeli tadi adalah malaikat yang menyamar sebagai manusia untuk mengujimu, tanyakanlah kepadanya apakah sapi ini jadi dijual ataukah tidak”. Pemuda itu pun melakukan perintah ibunya. Sang malaikat berkata :  “Kembalilah kepada ibumu. Biarkanlah sapi ini, jangan dijual dulu  karena nanti Nabi Musa AS akan menyuruh bani Israil membelinya darimu sebagai satu syarat untuk mengungkap kasus pembunuhan misterius di kalangan mereka. Saat itu, jangan kau jual kecuali dengan kepingan uang dinar yang memenuhi kulitnya”.

Lalu terjadilah apa yang dikatakan oleh malaikat tadi sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 67-73. Lalu pemuda itu memiliki banyak harta berkat penjualan sapi tersebut. Al-Baghawi lantas berkata :

مُكَافَأَةً لَهُ عَلَى بِرِّهِ بِوَالِدَتِهِ فَضْلًا مِنْهُ وَرَحْمَةً

(Rizki Uang dinar itu) sebagai imbalan bagi pemuda shalih atas kebaktiannya kepada ibunya, dan sebagai wujud anugerah serta rahmat dari Allah SWT. [Tafsir Al-Baghawi]

 

Tidak hanya rizki berupa harta, anak yang shalih juga diberikan doa yang mustajabah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mengisahkan tiga orang yang terjebak di dalam gua karena ada batu besar yang jatuh dari atas gunung dan menutup pintu gua. Satu persatu berdoa dengan menyebut amal kebaikan mereka sehingga Allah membuka batu yang menyumbat gua tersebut. Salah seorang dari mereka yang merupakan anak shalih berkata :  “Ya Allah, dahulu aku memiliki kedua orang tua yang sudah renta. Aku tidak memberi minuman untuk keluargaku atau hewan ternakku, sebelum aku memberi  minuman untuk keduanya. Suatu saat Aku telat kembali ke rumah hingga larut malam, maka aku segera membuatkan minuman untuk mereka, namun ternyata kedua orang tuaku telah tertidur. Akupun menunggu mereka terbangun dari tidur sambil aku pegangi gelas minuman tersebut hingga terbit fajar dan mereka terbangun lalu mereka meminumnya”. Dibagian akhir, anak shalih itu bermunajat :

اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ

“Ya Allah, jika aku melakukan hal itu karena mengharap ridla-Mu, maka lepaskanlah kami dari batu ini.” [HR Bukhari]

 

Demikianlah balasan amal shalih. Dan Allah SWT menegaskan hal itu dalam firman-Nya :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik ...” [QS An-Nahl: 97].

Yang dimaksud dengan kehidupan yang baik pada ayat ini menurut Ibnu Abbas adalah rizki yang baik semasa di dunia dan kebahagiaan. [Tafsir At-Thabari]

 

Dan sebaliknya, amal kejelekan dan maksiat akan menyebabkan terhalangnya rizki seseorang. Nabi SAW bersabda :

وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ

“Sesungguhnya seseorang akan terhalang rizkinya karena dosa yang dia lakukan." [HR Ibnu Majah]

Maksud rizki di sini adalah rizki khusus yang berada di luar takdir umum. Atau merupakan bagian dari rizki yang ditetapkan dalam takdir “muallaq” yaitu takdir yang pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh usaha manusia. Dengan kata lain, takdir muallaq ini bisa berubah-ubah sesuai dengan usaha maupun doa seseorang.

Lantas bagaimana dengan ungkapan “Alhamdulillah, Emang Rizki Anak Shalih”, Apakah boleh diucapkan? karena banyak postingan menyebut hal itu terlarang karena penyataan itu berarti menyanjung dan mensucikan dirinya sendiri. [viva co id] Sementara Prof Qurais Shihab memaknai perkataan itu sebagai gambaran dari optimisme dan harapan seseorang sehingga diperbolehkan. [narasi tv] Maka menurut hemat saya, jika seseorang mengatakannya dengan tujuan bersyukur kepada Allah atas rizki yang didapatkan pasca melakukan amal shalih dan sebagai pengakuan akan kebenaran janji Allah dan nabi-Nya serta sebagai motivasi kepada orang lain untuk berbuat amal shalih maka ucapan demikian tentulah bagian dari perilaku yang terpuji.

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus beramal shalih lillahi ta’ala dan tidak menghapuskannya dengan sifat ujub dan sombong serta terus berbaik sangka kepada orang lain sebagai wujud penerapan amal shalih kita.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment