Saturday, September 9, 2023

FILOSOFI SA’I

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Habibah Binti Abi Tajrah, Rasul SAW bersabda :

اسْعَوْا فَإِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمْ السَّعْيَ

Lakukanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian. [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Di antara rukun haji dan umrah adalah sai. Rukun berarti tidak boleh ditinggalkan karena jika ditinggalkan makan akan menjadikan haji atau umrahnya batal alias tidak sah. Hal Ini menegaskan betapa pentingnya ritual sa’i ini. Secara bahasa, sa’i berarti berjalan atau berlari kecil. Dan secara istilah, Sa’i adalah berjalan atau berlari kecil antara bukit shafa dan marwa sebanyak tujuh kali dalam rangka menunaikan ibadah haji atau umrah.

 

Dahulu para sahabat bertanya : (Dari mana kita memulai sa’i) apakah dari shafa ataukah dari marwah? Maka Rasul SAW menjawab :

إِبْدَأُوا بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ

Mulailah dengan apa yang dibuat permulaan oleh Allah SWT. [i’anatut Thalibin]

 

Maksudnya adalah mulailah perjalanan sa’i itu dari shafa ke marwah, karena Allah mendahulukan kata Shafa baru marwa dalam firman-Nya :

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

“Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber’umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” [QS Al-Baqarah: 158].

 

Ayat ini kemudian dibaca oleh orang yang bersa’i ketika Mendekati Bukit Marwah ataupun marwah. Terdapat kisah menarik mengenai QS Al-Baqarah: 158 tersebut dimana Urwah bin zubair salah paham. Ia berkata kepada bibinya bahwa tidak apa-apa seseorang meninggalkan sai. Mendengar hal ini Aisyah berkata : Sungguh jelek apa yang negkau katakan, seandainya benar demikian niscaya difirmankan :

فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ - لَا - يَطَّوَّفَ بِهِمَا

“Maka tidak berdosa seseorang tidak melakukan sa’i diantara shafa dan marwa”.

 

Ia pun akhirnya meluruskannya dengan menjelaskan asbabun nuzulnya. Bahwa dahulu orang jahiliyah mereka mondar-mandir mendatangi 2 berhala, yang satu bernama isafa yang berada di bukit shafa dan yang kedua bernama na-ila yang berada di bukit marwah. Ketika mereka masuk islam, mereka enggan melakukan sai karena mirip dengan apa yang mereka lakukan terdahulu maka Allah menurunkan ayat yang menyatakan tiada ada dosa baginya mengerjakan sai diantara keduanya. [At-tibyan Fi Ulumil Qur’an]

 

Shofa terletak kurang lebih 100 m dari Ka'bah. Marwah terletak sekitar 350 m dari Ka'bah. Jarak antara Shofa dan Marwah sekitar 450 meter, sehingga perjalanan tujuh kali berjumlah kurang lebih 3,15 kilometer. [wikipedia] Adapun panjang area lampu hijau adalah 100 Meter, dimana di area tersebut dianjurkan membaca :

رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاعْفُ وَتَكَرَّمْ وَتَجَاوَزْ عَمَّا تَعْلَمُ إِنَّكَ تَعْلَمُ مَالاَ نَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ اللهُ الْأَعَزُّ الْأَكْرَمُ.

 

Tuhanku, ampunilah, sayangilah, maafkanlah, bermurah hatilah dan hapuskanlah apa-apa yang Engkau ketahui. Sesungguh Engkau Maha Mengetahui apa-apa yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya Engkaulah Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pemurah.

 

Amalan sai ini menapak tilasi usaha Siti Hajar yang sedang mencari air untuk anaknya, yaitu Nabi Ismail. Ibnu Abbas berkata :

إِنَّ أَوَّلَ مَنْ سَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ لَأُمُّ إِسْمَاعِيْلَ

Orang pertama yang melakukan sa’i antara shafa dan marwah adalah Ummu Isma’il. [Tafsir thabari]

 

Hajar berlarian ketika itu di antara shafa dan marwah untuk mencarikan air untuk anaknya tatkala ditinggal Nabi Ibrahim di sana sendirian tidak ada orang lainnya. Ketika ia dilanda ketakutan atas kehausan anaknya dan usahanya seakan sia-sia maka ia meminta pertolongan Allah Azza Wa Jalla dengan penuh harap dan akhirnya Allahpun memberikan air zam-zam. Maka hendaknya setiap orang melakukan sa’i dengan hati yang penuh harap akan pertolongan Allah SWT.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati kita untuk menghayati setiap pekerjaan dalam ibadah umrah dan haji sehingga manasik tidak hanya berupa ritual fisik belaka namun juga membuat kesan yang mendalam hati kita.

0 komentar:

Post a Comment