Monday, June 13, 2022

KATA PENGANTAR ODOH 6 KELUARGA SAMARA


Bismillahirrahmanirrahim

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ النِّكَاحَ سُنَّةَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى : وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ

قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً (الرعد: 38). وَجَعَلَهُ سَبَبًا لِلنَّسْلِ الَّذِي بِهِ بَقَاءُ الْإِنْسَانِ

إِلَى يَوْمِ الِّديْنِ ، قَالَ اللهُ تَعَالَى : يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ

وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً (النساء: 1). أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

الَّذِى أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِي قُلُوْبِ الْمُتَزَوِّجِيْنَ ، قَالَ اللهُ تَعَالَى : وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ

أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

(الروم 21) . اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَفْضَلِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ الْقَائِلِ : أَصُومُ

وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي (رواه البخاري)

وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. وَبَعْدُ,

“Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah

adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara

tiada tara adalah keluarga.” Itulah lirik lagu yang berjudul “Harta

Berharga” yang menjadi Ost. (original soundtrack) dari film Keluarga

cemara yang yang diadaptasi dari novel berseri karya Arswendo

Atmowiloto dan sinetron dengan judul yang sama.

Dari lirik lagu ini saya kemudian tertarik untuk mencari tahu isi dari

film tersebut. Sedikit saya sampaikan bahwa Novel atau film tersebut

mengisahkan seorang kepala keluarga yang dipanggil “Abah” yang

awalnya menjadi pengusaha kaya raya sehingga keluarganya memiliki

fasilitas yang serba ada dan dipenuhi dengan keceriaan dan

kebahagiaan namun kemudian bangkrut sehabis-habisnya karena

terkena tipu rekan kerjanya. Saat itulah keluarga ini menjalani hidup

yang berat sekali, orang yang pernah tinggal dengan fasilitas serba ada,

sekarang harus pindah ke rumah petak serba terbatas. Disinilah Abah

memiliki tugas yang berat untuk menjadikan anak istri bisa menerima

keadaan dan lambat laun mereka mendapatkan kebahagiaan yang


dahulu pernah mereka dapatkan walaupun kondisi sekarang berbeda

180 derajat karena mereka sekarang dalam kondisi serba terbatas.

Kisah tersebut memberikan contoh nyata dimana hidup dalam

keterbatasan (baca: kemiskinan) tidak menghalangi mereka untuk

mendapatkan kebahagiannya. Dan memanglah demikian, karena

bahagia bukanlah monopoli keluarga sultan yang kaya raya dengan

bergelimang fasilitas yang serba ada namun bahagia juga bisa

didapatkan oleh siapa saja yang tahu cara mendapatkannya lalu

menerapkannya.

Keluarga itu sendiri adalah sumber kebahagiaan yang utama dalam

kehidupan. Orang yang bergelimang harta, memiliki jabatan tinggi

namun ia hidup sendirian, tidak memiliki keluarga maka

kebahagiaannya tidak akan sempurna. Bukankah kenikmatan surga

dengan semua fasilitas yang serba ada, dirasa hampa oleh Nabi Adam

dan kurang sempurna tanpa kehadiran Siti Hawa di sisinya.

Kebahagiaan dalam keluarga tercermin dalam 3 perkara yaitu Sakinah,

mawaddah wa rahmah yang disebutkan oleh Allah SWT dalam

firmannya :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي

ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Di antara tanda-tanda (kemahaan-Nya) adalah Dia telah menciptakan

dari jenismu (manusia) pasangan-pasangan agar kamu memperoleh

sakiinah disisinya, dan dijadikannya di antara kamu mawaddah dan

rahmah. Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu terdapat tanda-

tanda (kemahaan-Nya) bagi kaum yang berpikir.” [QS Ar-Rum : 21]

Menurut ayat tersebut, pernikahan merupakan keterpaduan antara

ketentraman (sakinah), penuh rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang

(rahmah) atau disingkat SAMARA.

Ibnu Katsir berkata : Mawaddah berarti mahabbah atau cinta, Rahmah

berarti ra’fah atau belas kasih. Seorang suami tetap mempertahankan

rumahtangganya boleh jadi karena masih cinta kepada istrinya, atau

karena belas kasihan kepadanya karena pertimbangan anaknya, atau si

istri membutuhkan nafkah darinya atau karena ulfah, saling cinta dari

keduanya. [Tafsir Ibnu Katsir] Dan Ibnu Abbas RA berkata :


اَلْمَوَدَّةُ حُبُّ الرَّجُلِ اِمْرَأَتَهُ ، وَالرَّحْمَةُ رَحْمَتُهُ إِيَّاهَا أَنْ يَصِيْبَهَا بِسُوْءٍ

“Mawaddah adalah rasa cinta kasih seorang laki-laki kepada istrinya,

sementara rahmah adalah kasih sayang suami kepada istrinya yang

membuatnya khawatir istri tertimpa kejelekan atau bahaya.[Tafsir Al-

Qurthubi]

Rumah (tangga) sebagai tempat tinggal keluarga dalam bahasa Arab

disebut dengan “Maskan” yang berarti tempat sakinah (ketenangan).

Benarlah demikian, jika seseorang memiliki masalah di tempat kerja

maka ketika ia sampai di rumah ia akan menjadi tenang, jika seseorang

memiliki masalah di jalan maka ketika ia sudah berada di rumah ia akan

menjadi tenang, namun bagaimana jika ia memiliki masalah di dalam

rumah? tentu ini akan menjadi masalah yang sangat besar karena

dimana lagi ia akan menemukan ketenangannya?

Keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk kita perhatikan

dalam kehidupan kita maka dari itu Rasul SAW menjadikan kebaikan

kepada keluarga sebagai barometer kebaikan sebagaimana Rasul SAW

bersabda :


خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Lelaki terbaik diantara kalian adalah yang terbaik kepada keluarganya

dan aku adalah lelaki terbaik untuk keluarganya” [HR Turmudzi]

Hadits ini juga menegaskan bahwa Nabi SAW merupakan Uswah

hasanah (suri tauladan) dalam urusan keluarga. Dengan demikian

seharusnya kita sebagai kaum muslimin, ummat Nabi Muhammad SAW

menjadikan beliau sebagai suri tauladan dalam kehidupan keluarga kita

sehai-hari. Dan buku serial ODOH ke 6 ini memuat berbagai teladan dan

ajaran Nabi Muhammad SAW dalam lingkup keluarga untuk kita jadikan

pedoman dalam membina keluarga samara, sakinah mawaddah wa

rahmah.

Pembahasan dalam buku ini dimulai dengan motivasi menikah dan cara

memilih wanita yang akan dinikahi. Kemudian membahas masalah

prosesi khitbah (melamar), menetapkan mahar hingga hal ihwal

penyelenggaraan pernikahan.

Pada bagian kedua buku ini menyuguhkan pengertian keluarga samara

dilanjut dengan suri tauladan Nabi SAW dalam urusan keluarga,


bagaimana keromantisan beliau dengan istri dan potret kehidupan

keluarga beliau.

Pada bagian ketiga, membahas perspektif dan kiat-kiat membina rumah

tangga bahagia. Dan Pada bagian keempat, membahas problematika

rumah tangga dan solusinya mulai menyambut buah hati, mengelola

kecemburuan, selingkuh hingga perceraian.

Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu

meneladani suri taudalan Nabi SAW dalam berbagai sendi kehidupan

termasuk dalam upaya membina keluarga sehingga keluarga kita

menjadi sakinah mawaddah wa rahmah. Amin..

Malang, 3 Mei 2022

Penulis,

DR.H.Fathul Bari, SS.,M.Ag

0 komentar:

Post a Comment