ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Sahl
bin Sa’d RA, ia berkata :
مَا عَدُّوا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ
Para sahabat tidak
menetapkan perhitungan kalender dari tahun diutusnya Nabi SAW, tidak juga dari
wafatnya beliau akan tetapi para sahabat menetapkan perhitungan kalender dari
masa kedatangan beliau ke madinah [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Sesaat lagi kita
akan memasuki tahun baru hijriyah namun banyak orang tidak mengetahui bahwa tahun
baru hijriyah tidak ada di zaman Nabi SAW sehingga Nabi tidak melakukan ritual
apapun terkait dengan tahun baru hijriyah. Jika ada keterangan bahwa nabi
pernah melakukan ini dan itu di awal tahun maka tentu keterangan tersebut patut
disangsikan kebenarannya. Tahun baru hijriyah baru ada dan di susun di zaman
Khalifah Umar RA.
Berikut ini saya
uraikan keterangan kitab Fathul bari karya Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar
Al-Asqalani. Seorang imam muhaqqiq yang mumpuni yang berasal dari kota Asqalan
atau ashkelon yang sekarang diduduki oleh Israel. Tiada syarah kitab Bukhari yang
lebih baik dari pada karyanya, kitab Fathul bari. Ketika Imam As-Syawkani
diminta membuat syarah dari kitab bukhari maka ia enggan dan memberikan alasan dengan
berkata :
لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ
Tidak patut pindah
(ke kitab syarah bukhari yang lain) setelah adanya kitab Fathul Bari. [Abjadul
Ulum]
Dalam kitab shahihnya,
Imam bukhari menulis bab yang berjudul :
بَاب التَّارِيخِ مِنْ أَيْنَ أَرَّخُوا التَّارِيخَ
Bab Penanggalan:
Dari Mana Para sahabat Memulai Penanggalan?
Lantas beliau
menceritakan bahwa para sahabat mengambil dasar penanggalan hijriyah dari
firman Allah Ta‘ala:
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ
"Sesungguhnya
masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama..." [QS
At-Taubah : 108]
Telah maklum
bahwasannya “Awwal Yaum” itu bukanlah hari pertama secara mutlak, sehingga
harus ditafsirkan sebagai hari pertama dari sesuatu yang tersirat, yaitu hari
pertama Islam menjadi kuat, Nabi SAW dapat menyembah Tuhannya dengan aman, dan permulaan
pembangunan masjid. Dan para sahabat sepakat untuk menjadikan hari tersebut menjadi
permulaan penanggalan.
Maka dari tindakan
mereka tersebut, kita bisa memahami bahwa maksud firman Allah "sejak hari
pertama" adalah hari pertama penanggalan Islam, demikian katanya.
Yang lebih tampak
secara makna, maksudnya adalah hari ketika Nabi SAW dan para sahabat memasuki
Madinah, Wallahu A’lam. [Fathul Bari]
Sebagaimana hadits
utama di atas, Sahl bin Sa’d berkata : “Para sahabat tidak menetapkan
perhitungan kalender dari tahun diutusnya Nabi SAW, tidak juga dari wafatnya
beliau akan tetapi para sahabat menetapkan perhitungan kalender dari masa
kedatangan beliau ke madinah.” [HR Bukhari]
Pada keterangan “dari
masa kedatangan beliau”, yang dimaksud adalah “masa kedatangan beliau”, bukan “bulan
kedatangannya” (yaitu bulan Rabiul Awal), karena penanggalan baru dimulai dari
awal tahun (bukan pertengahan tahun). Para sahabat mengundurkan penanggalan
(Bulan ke 1 dari kalender hijriyah) dari Rabi‘ul Awwal ke bulan Muharram,
karena niat hijrah itu telah dimulai di bulan Muharram. Bai‘at Aqabah (yang
menjadi awal hijrah) terjadi pada pertengahan Dzulhijjah, dan awal bulan yang
terlihat setelah bai‘at itu adalah bulan Muharram, maka pantaslah jika
dijadikan awal penghitungan tahun. Dan ini adalah sebab paling kuat mengapa
penanggalan dimulai dari bulan Muharram. [Fathul Bari]
Al-Hakim
meriwayatkan dari Sa‘id bin al-Musayyib, ia berkata: "Umar mengumpulkan
orang-orang dan bertanya tentang hari pertama untuk menulis penanggalan. Maka
Ali berkata:
مِنْ يَوْمَ هَاجَرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَتَرَكَ أَرْضَ الشِّرْكِ
"Dari hari
Rasulullah SAW hijrah dan meninggalkan tanah kesyirikan".
Maka Umar pun
menyetujuinya." [Fathul Bari]
Ibn Abi Khaymah
meriwayatkan dari jalur Ibnu Sirin, ia berkata:
"Seorang
lelaki datang dari Yaman dan berkata: Aku melihat di sana sesuatu yang mereka
sebut 'penanggalan', mereka menulisnya: tahun sekian, bulan sekian. Maka Umar
berkata:
هَذَا حَسَنٌ، فَأَرِّخُوا.
Ini bagus. Mari
kita tetapkan penanggalan!"
Ketika mereka
sudah sepakat untuk membuat penanggalan maka ada yang mengusulkan (tahun ke 1)
: “Mulailah dari (tahun) kelahiran Nabi,” yang lain : “dari (tahun) beliau
diangkat menjadi nabi,” yang lain lagi : “dari (tahun) saat beliau hijrah,” dan
ada juga yang berkata: “dari (tahun) wafatnya Nabi.” Maka Umar berkata:
أَرِّخُوا مِنْ خُرُوجِهِ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ.
"Mulailah
penanggalan dari saat beliau keluar dari Makkah menuju Madinah."
Kemudian Umar
bertanya: "Dari bulan apa kita mulai?" Ada yang menjawab: “Rajab,”
yang lain berkata: “Ramadhan.” Lalu Utsman berkata:
أَرِّخُوا الْمُحَرَّمَ، فَإِنَّهُ شَهْرٌ حَرَامٌ، وَهُوَ أَوَّلُ
السَّنَةِ، وَمُنْصَرَفُ النَّاسِ مِنَ الْحَجِّ
"Mulailah
dari bulan Muharram, karena itu bulan mulia, awal tahun, dan orang-orang telah
kembali dari haji." [Fathul Bari]
Seorang tabiin, Ibnu
Sirin (33 – 110 H) berkata :
وَكَانَ ذَلِكَ سَنَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ فِي رَبِيعِ الأَوَّلِ
“Peristiwa (penetapan
kalender hijriyah) ini terjadi pada tahun ke-17 Hijriyah, pada bulan Rabi‘ul
Awwal”.
Dari seluruh
riwayat ini, kita mengetahui bahwa yang menunjuk bulan Muharram sebagai awal
penanggalan adalah: Umar, Utsman, dan Ali, semoga Allah meridhai mereka semua.
[Fathul Bari]
Jadi demikianlah
bahwa perhitungan tahun ke 1, 2, 3 Hijriyah dst, dan perhitungan bulan ke 1, 2,
3 dst, itu baru ada di zaman Sayyidina Umar RA namun perhitungan tanggal 1, 2, 3
dst dan nama bulan seperti shafar, dzulqa’dah, dzulhijjah dst sudah ada di
zaman Nabi SAW. Di zaman Nabi perhitungan terus berputar tanpa ada awal tahun
dan akhir tahun. Rasul SAW bersabda :
الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
"Sesungguhnya
zaman itu terus berputar sama seperti keadaannya saat Allah menciptakan langit
dan bumi... [HR Bukhari]
Dan dalam lanjutan
hadits, nabi menyatakan bahwa bulan Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram adalah
bulan-bulan yang berurutan. Hal ini mengingat saat itu belum ada penomoran
bulan sehingga sangat tepat jika dikatakan berurutan. Jika bulan-bulan tadi
disebutkan dengan penomorannya maka menjadi kurang tepat jika disebut
berurutan, yaitu bulan 11, 12, 01. Beda dengan semisal bulan 10, 11, 12. Hadits
tersebut adalah :
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ
وَرَجَبُ
Setahun itu terdiri
dari dua belas bulan, dan empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan mulia,
dan tiga bulan di antaranya adalah bulan-bulan yang berurutan yaitu: Dzul
Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab." [HR Bukhari]
Dalam hadits
riwayat lain, hadits tersebut diakhiri dengan :
ثَلَاثَةٌ سَرْدٌ ، وَوَاحِدٌ فَرْدٌ
“tiga bulan
berturut-turut dan satu bulan sendirian(terpisah).” [Bada’ius Shana’i]
Dari uraian ini, perlu
dicermati bukan berarti membaca doa awal dan akhir tahun itu dilarang, tidak otomatis
demikian. Itu ada pembahasan tersendiri pada odoh edisi lainnya.
Wallahu A’lam.
Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk mengetahui sejarah kaelnder
hijriyah sehingga tidak bingung bahkan gagal paham dalam memahami ajaran Islam
dan pengamalannya.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul
Bari, SS., M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Sarana Santri
ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok
itu Keren!
WA Auto Respon : 0858-2222-1979
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada.
Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus
setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment