Wednesday, June 25, 2025

TAHUN HIJRIYAH ITU BARU

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d RA, ia berkata :

مَا عَدُّوا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ

Para sahabat tidak menetapkan perhitungan kalender dari tahun diutusnya Nabi SAW, tidak juga dari wafatnya beliau akan tetapi para sahabat menetapkan perhitungan kalender dari masa kedatangan beliau ke madinah [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Sesaat lagi kita akan memasuki tahun baru hijriyah namun banyak orang tidak mengetahui bahwa tahun baru hijriyah tidak ada di zaman Nabi SAW sehingga Nabi tidak melakukan ritual apapun terkait dengan tahun baru hijriyah. Jika ada keterangan bahwa nabi pernah melakukan ini dan itu di awal tahun maka tentu keterangan tersebut patut disangsikan kebenarannya. Tahun baru hijriyah baru ada dan di susun di zaman Khalifah Umar RA.

 

Berikut ini saya uraikan keterangan kitab Fathul bari karya Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Seorang imam muhaqqiq yang mumpuni yang berasal dari kota Asqalan atau ashkelon yang sekarang diduduki oleh Israel. Tiada syarah kitab Bukhari yang lebih baik dari pada karyanya, kitab Fathul bari. Ketika Imam As-Syawkani diminta membuat syarah dari kitab bukhari maka ia enggan dan memberikan alasan dengan berkata :

لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ

Tidak patut pindah (ke kitab syarah bukhari yang lain) setelah adanya kitab Fathul Bari. [Abjadul Ulum]

 

Dalam kitab shahihnya, Imam bukhari menulis bab yang berjudul :

بَاب التَّارِيخِ مِنْ أَيْنَ أَرَّخُوا التَّارِيخَ

Bab Penanggalan: Dari Mana Para sahabat Memulai Penanggalan?

Lantas beliau menceritakan bahwa para sahabat mengambil dasar penanggalan hijriyah dari firman Allah Ta‘ala:

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ

"Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama..." [QS At-Taubah : 108]

Telah maklum bahwasannya “Awwal Yaum” itu bukanlah hari pertama secara mutlak, sehingga harus ditafsirkan sebagai hari pertama dari sesuatu yang tersirat, yaitu hari pertama Islam menjadi kuat, Nabi SAW dapat menyembah Tuhannya dengan aman, dan permulaan pembangunan masjid. Dan para sahabat sepakat untuk menjadikan hari tersebut menjadi permulaan penanggalan.

 

Maka dari tindakan mereka tersebut, kita bisa memahami bahwa maksud firman Allah "sejak hari pertama" adalah hari pertama penanggalan Islam, demikian katanya.

Yang lebih tampak secara makna, maksudnya adalah hari ketika Nabi SAW dan para sahabat memasuki Madinah, Wallahu A’lam. [Fathul Bari]

 

Sebagaimana hadits utama di atas, Sahl bin Sa’d berkata : “Para sahabat tidak menetapkan perhitungan kalender dari tahun diutusnya Nabi SAW, tidak juga dari wafatnya beliau akan tetapi para sahabat menetapkan perhitungan kalender dari masa kedatangan beliau ke madinah.” [HR Bukhari]

 

Pada keterangan “dari masa kedatangan beliau”, yang dimaksud adalah “masa kedatangan beliau”, bukan “bulan kedatangannya” (yaitu bulan Rabiul Awal), karena penanggalan baru dimulai dari awal tahun (bukan pertengahan tahun). Para sahabat mengundurkan penanggalan (Bulan ke 1 dari kalender hijriyah) dari Rabi‘ul Awwal ke bulan Muharram, karena niat hijrah itu telah dimulai di bulan Muharram. Bai‘at Aqabah (yang menjadi awal hijrah) terjadi pada pertengahan Dzulhijjah, dan awal bulan yang terlihat setelah bai‘at itu adalah bulan Muharram, maka pantaslah jika dijadikan awal penghitungan tahun. Dan ini adalah sebab paling kuat mengapa penanggalan dimulai dari bulan Muharram. [Fathul Bari]

 

Al-Hakim meriwayatkan dari Sa‘id bin al-Musayyib, ia berkata: "Umar mengumpulkan orang-orang dan bertanya tentang hari pertama untuk menulis penanggalan. Maka Ali berkata:

مِنْ يَوْمَ هَاجَرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَتَرَكَ أَرْضَ الشِّرْكِ

"Dari hari Rasulullah SAW hijrah dan meninggalkan tanah kesyirikan".

Maka Umar pun menyetujuinya." [Fathul Bari]

Ibn Abi Khaymah meriwayatkan dari jalur Ibnu Sirin, ia berkata:

"Seorang lelaki datang dari Yaman dan berkata: Aku melihat di sana sesuatu yang mereka sebut 'penanggalan', mereka menulisnya: tahun sekian, bulan sekian. Maka Umar berkata:

هَذَا حَسَنٌ، فَأَرِّخُوا.

Ini bagus. Mari kita tetapkan penanggalan!"

 

Ketika mereka sudah sepakat untuk membuat penanggalan maka ada yang mengusulkan (tahun ke 1) : “Mulailah dari (tahun) kelahiran Nabi,” yang lain : “dari (tahun) beliau diangkat menjadi nabi,” yang lain lagi : “dari (tahun) saat beliau hijrah,” dan ada juga yang berkata: “dari (tahun) wafatnya Nabi.” Maka Umar berkata:

أَرِّخُوا مِنْ خُرُوجِهِ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ.

"Mulailah penanggalan dari saat beliau keluar dari Makkah menuju Madinah."

Kemudian Umar bertanya: "Dari bulan apa kita mulai?" Ada yang menjawab: “Rajab,” yang lain berkata: “Ramadhan.” Lalu Utsman berkata:

أَرِّخُوا الْمُحَرَّمَ، فَإِنَّهُ شَهْرٌ حَرَامٌ، وَهُوَ أَوَّلُ السَّنَةِ، وَمُنْصَرَفُ النَّاسِ مِنَ الْحَجِّ

"Mulailah dari bulan Muharram, karena itu bulan mulia, awal tahun, dan orang-orang telah kembali dari haji." [Fathul Bari]

 

Seorang tabiin, Ibnu Sirin (33 – 110 H) berkata :

وَكَانَ ذَلِكَ سَنَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ فِي رَبِيعِ الأَوَّلِ

“Peristiwa (penetapan kalender hijriyah) ini terjadi pada tahun ke-17 Hijriyah, pada bulan Rabi‘ul Awwal”.

Dari seluruh riwayat ini, kita mengetahui bahwa yang menunjuk bulan Muharram sebagai awal penanggalan adalah: Umar, Utsman, dan Ali, semoga Allah meridhai mereka semua. [Fathul Bari]

 

Jadi demikianlah bahwa perhitungan tahun ke 1, 2, 3 Hijriyah dst, dan perhitungan bulan ke 1, 2, 3 dst, itu baru ada di zaman Sayyidina Umar RA namun perhitungan tanggal 1, 2, 3 dst dan nama bulan seperti shafar, dzulqa’dah, dzulhijjah dst sudah ada di zaman Nabi SAW. Di zaman Nabi perhitungan terus berputar tanpa ada awal tahun dan akhir tahun. Rasul SAW bersabda :

الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ

"Sesungguhnya zaman itu terus berputar sama seperti keadaannya saat Allah menciptakan langit dan bumi... [HR Bukhari]

 

Dan dalam lanjutan hadits, nabi menyatakan bahwa bulan Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram adalah bulan-bulan yang berurutan. Hal ini mengingat saat itu belum ada penomoran bulan sehingga sangat tepat jika dikatakan berurutan. Jika bulan-bulan tadi disebutkan dengan penomorannya maka menjadi kurang tepat jika disebut berurutan, yaitu bulan 11, 12, 01. Beda dengan semisal bulan 10, 11, 12. Hadits tersebut adalah :

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ

Setahun itu terdiri dari dua belas bulan, dan empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan mulia, dan tiga bulan di antaranya adalah bulan-bulan yang berurutan yaitu: Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab." [HR Bukhari]

 

Dalam hadits riwayat lain, hadits tersebut diakhiri dengan :

ثَلَاثَةٌ سَرْدٌ ، وَوَاحِدٌ فَرْدٌ

“tiga bulan berturut-turut dan satu bulan sendirian(terpisah).” [Bada’ius Shana’i]

 

Dari uraian ini, perlu dicermati bukan berarti membaca doa awal dan akhir tahun itu dilarang, tidak otomatis demikian. Itu ada pembahasan tersendiri pada odoh edisi lainnya.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk mengetahui sejarah kaelnder hijriyah sehingga tidak bingung bahkan gagal paham dalam memahami ajaran Islam dan pengamalannya.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment