Monday, April 22, 2024

SUGUHAN TERBAIK

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari ibnu Abbas RA, Nabi SAW bersabda :

مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى

“Selamat datang kepada para tamu (delegasi Abdil Qays) yang datang, tanpa merasa terhina dan menyesal.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Tidak hanya memerintah untuk memuliakan tamu, Rasul SAW juga merupakan teladan dalam memuliakan tamu bahkan semenjak ketika beliau belum diutus menjadi nabi. Selepas pulang dari gua hira pasca bertemu malaikat Jibril, beliau menggigil ketakutan sehingga meminta agar diselimuti. Khadijahpun menenangkan hati beliau dengan menceritakan kebaikan-kebaikan beliau diantaranya adalah memuliakan tamu. Khadijah berkata :

كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا فَوَاللَّهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ... وَتَقْرِي الضَّيْفَ

"Tidak, Demi Allah, tidaklah Allah akan menghinakanmu selamanya, Demi Allah sesungguhnya engkau adalah orang yang menjaga silahturahim, .... dan menyuguhi tamu. “ [HR Bukhari]

 

Al-Baydlawi berkata : “Orang Arab memiliki akhlak yang baik dengan menjalankan apa yang tersisa dari ajaran Nabi Ibrahim AS, dan mereka tersesat dengan menentang (kufur) pada sebagian besar ajarannya. Maka Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. [Mirqatul Mafatih] Dan di antara  akhlak yang baik adalah memuliakan tamu. Ats-Tsa’aliby berkata :

إِكْرَامُ الْأَضْيَافِ مِنْ عَادَاتِ الْأَشْرَافِ

Memuliakan para tamu adalah kebiasaan dari orang-orang mulia. [At-Tamtsil Wal Muhadlarah]

 

Ibnu Abbas RA berkata :” Allah memberikan harta yang banyak dan para pembantu kepada Nabi Ibrahim, Khalilullah. Nabi Ibrahim membuat rumah khusus untuk menjamu tamu dengan memiliki dua pintu, yaitu satu pintu untuk masuk dan satu pintu untuk keluar. Di dalamnya terdapat meja yang di atasnya terdapat suguhan untuk tamu dan juga disediakan pakaian musim panas dan musim dingin. Maka tamu yang masuk ia memakan hidangan lalu memakai pakaian jika ia tidak memiliki pakaian”. [Ghida’ul Albab]

 

Dari Nabi Ibrahim kita belajar bagaimana menyediakan ruang tamu di rumah kita. Diriwayatkan dari Anas RA, bahwa beliau bersabda :

إِنَّ زَكَاةَ الرَّجُلِ فِي دَارِهِ أَنْ يَجْعَلَ فِيهَا بَيْتًا لِلضِّيَافَةِ

Sesungguhnya zakat (dari rumah) seseorang adalah ia menjadikan satu ruangan di dalam rumahnya untuk menerima tamu. [Syu’abul Iman]

 

Kita tidak akan maksimal memuliakan tamu jika kita tidak memiliki ruangan khusus untuk menerima tamu. Setelah itu barulah kita menyambut mereka dengan hangat sebagaimana hadits utama di atas Rasul SAW bersabda : “Selamat datang kepada para tamu yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” [HR Bukhari]

 

Selanjutnya adalah menyuguhkan hidangan kepada tamu dengan tanpa memaksakan diri. Sahabat Salman RA berkata :

نَهَانَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم أَنْ نَتَكَلَّفَ لِلضَّيْفِ مَا لَيْسَ عِنْدَنَا وَأَنْ نُقَدِّمَ مَا حَضَرَ

Rasul SAW melarang kami untuk memaksakan diri (di luar kemampuan) dalam menyuguhi tamu dari apa-apa (makanan) yang tidak kami miliki dan hendaknya kita menyuguhkan apa yang ada. [Syu’abul Iman]

 

Maka suguhkanlah makanan yang ada. Jabir bin Abdillah berkata :

هَلَاكُ الرَّجُلِ أَنْ يَدْخُلَ عَلَيْهِ الرَّجُلِ مِنْ إِخْوَانِهِ، فَيَحْتَقِرُ مَا فِي بَيْتِهِ أَنْ يَقْدِمَهُ إِلَيْهِ، وَهَلَاكُ الْقَوْمِ أَنْ يَحْتَقِرُوا مَا قُدِّمَ إِلَيْهِم.

Kebinasaan seseorang (pemilik rumah) adalah ketika ada saudaranya masuk rumahnya lalu ia meremehkan makanan yang dimilikinya untuk disuguhkan kepada saudaranya (sehingga tidak jadi disuguhkan), dan kebinasaan satu kaum (tamu) adalah mereka yang meremehkan makanan yang disuguhkan. [Syarhus Sunnah lil Baghawy]

 

Maimun bin Mihran berkata : “Jika engkau kedatangan tamu maka jangan engkau memaksakan diri menyuguhkan makanan yang engkau tidak mampu menghidangkannya. Berilah ia makanan sebagaimana yang dimakan oleh keluargamu dan berilah wajah yang berseri-seri karena jika engkau memaksakan diri diluar kemampuanmu maka boleh jadi engkau menemuinya dengan wajah yang tidak menyenangkan”. [Syu’abul Iman]

 

Maka jangan jadikan makanan untuk suguhan tamu sebagai beban berat, suguhkanlah sesuai dengan kemampuan dan ingatlah bahwa makanan suguhan untuk tamu itu hakikatnya adalah rezeki yang disediakan Allah untuk mereka. Syaqiq Al-Balakhi berkata :

لَيْسَ شَيْئٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنَ الضَّيْفِ لِأَنَّ رِزْقَهُ عَلَى اللهِ وَأَجْرَهُ لِي

Tiada sesuatu yang lebih aku sukai daripada tamu karena rizkinya (suguhan untuk tamu) ditanggung oleh Allah sementara pahalanya (dan balasan dari memuliakan tamu) itu untukku. [Siyaru A’lamin Nubala]

 

Sambutlah tamu dengan wajah berseri-seri serta perasaan gembira sebab dibalik menyuguhkan makanan kepada tamu itu ada banyak keutamaan. Al-Hasan Al-Bashri berkata : “Setiap nafkah yang seseorang membelanjakannya untuk dirinya, kedua orangtuanya dan seterusnya itu pasti akan dihisab melainkan nafkah (makanan) yang dibelanjakan seseorang untuk menjamu tamunya maka Allah malu untuk mempertanyakan hal itu kepadanya”. [Ihya Ulumiddin]

 

Diriwayatkan dari sebagian Ulama Khurasan, (sebelah Timur jazirah Arab, meliputi Iran, Afghanistan, dll.) bahwasannya ia menyuguhkan banyak makanan kepada para tamunya sehingga para tamu tidak mampu menghabiskan makanan tersebut dari banyaknya. Apa yang dilakukannya ini dikarenakan telah sampai kepadanya hadits “Sesungguhnya para tamu tatkala mengangkat tangan mereka dari makanan (ketika telah selesai makan) maka orang (pemilik rumah) yang memakan sisa makanan tamu tersebut tidak akan dihisab di hari kiamat nanti. [Ihya Ulumiddin]

 

Dan karena saking semangatnya dalam menjamu tamu, Yahya bin Muadz berkata :

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا لُقْمَةً فِي يَدِي لَوَضَعْتُهَا فِي فَمِ ضَيْفِي

Seandainya dunia ini berwujud makanan yang ada ditanganku niscaya aku suapkan ke mulut tamuku. [At-Tamtsil Wal Muhadlarah]

 

Tidak hanya memberikan suguhan berupa makanan namun yang tak kalah penting adalah menyuguhkan muka yang berseri-seri dan senang dengan kedatangan tamu. Suatu ketika Al-Awza’i ditanya mengenai bagaimana cara memuliakan tamu maka beliau menjawab :

طَلاَقَةُ الْوَجْهِ وَطِيْبُ الْكَلَامِ

Muka yang berseri-seri dan perkataan yang baik. [Syarhus Sunnah lil Baghawy]

Bahkan ada qil (maqalah, bukan hadits) yang berkata :

اَلْبَشَاشَةُ فِي الْوَجْهِ خَيْرٌ مِنَ الِقرَى

Muka yang berseri-seri (kepada tamu) itu lebih baik daripada suguhan makanan. [Al-Jiddu Al-Hatsits]

 

Maka jika kita memberikan suguhan terbaik kepada para tamu nsicaya mereka pulang dengan tanpa merasa terhina dan menyesal sebagaimana ungkapan Nabi dalam menyambut delegasi diatas.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu menyambut tamu dengan senang hati dan wajah yang berseri-seri sebab kedatangan mereka pada hakikahnya membawa berkah untuk kita.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment