ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Muawiyah
bin Jahimah As-Salamy bahwasannya Ayahnya, Jahimah pernah meminta ijin untuk
ikut berperang maka Nabi menanyakan keberadaan ibunya dan Beliau bersabda :
فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا
“Berbuat baiklah
kepadanya. Sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya”. [HR An-Nasa’i]
Catatan Alvers
“Ribuan kilo jalan yang kau tempuh.
Lewati rintang untuk aku,
anakmu.
Ibuku sayang, masih terus
berjalan.
Walau tapak kaki penuh
darah, penuh nanah. Seperti
udara
Kasih yang engkau berikan. Tak
mampu ku membalas Ibu. Ibu…”
Itulah lirik lagu yang begitu menyentuh dengan judul ibu yang dipopulerkan oleh
iwan fals.
Dalam ajaran Islam,
berbakti kepada ayah dan ibu bukan hanya sebagai bentuk balas jasa namun
berbakti kepada mereka merupakan satu pekerti yang telah ditetapkan kewajibannya.
Allah SWT berfirman :
وَقَضى رَبُّكَ أَلّا تَعبُدوا إِلّا إِيّاهُ وَبِالوالِدَينِ
إِحسانًا
Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. [QS Al-Isra : 23]
Sehingga kewajiban
ini juga tetap berlaku meskipun kedua orang tua adalah orang yang musyrik,
menyekutukan Allah SWT. Sang anak tetap diwajibkan berbuat baik kepada keduanya,
meskipun sang anak tidak boleh menuruti perintah orang tua yang mengajaknya syirik.
Allah SWT berfirman :
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ
بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا
Dan Kami wajibkan
manusia (berbuat) kebaikan kepada ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. [QS Al-Ankabut : 8]
Asma binti Abu
bakar RA, berkata : “Ibuku menemuiku saat itu dia masih musyrik pada zaman
Rasul SAW lalu aku meminta pendapat beliau”. Aku bertanya : "Ibuku
membenci (agama islam), apakah aku harus menjalin hubungan dengan ibuku?"
Beliau menjawab:
نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ
"Ya,
sambunglah silaturrahim dengan ibumu". [HR Bukhari]
Perilaku berbakti telah
dicontohkan sejak dari zaman dahulu oleh para Nabi. Allah SWT mengisahkan Nabi
AS Yahya :
وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا
dan Dia (Yahya) sangat
berbakti kepada kedua orang tuanya, dan dia bukan orang yang sombong (bukan
pula) orang yang durhaka. [ QS Maryam : 14]
Nabi Nuh AS sangat
sayang kepada orangtuanya sehingga beliau mendoakan mereka :
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا
وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Ya Tuhanku,
ampunilah aku, ibu bapakku, dan siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman
dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. [QS Nuh : 28]
Kewajiban berbakti
kepada kedua orang tua itu berlaku terlebih kepada ibu.
Suatu ketika ada seorang
laki-laki datang dan bertanya :
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ
"Wahai Rasulullah, siapakah orang yang
paling berhak aku berbakti kepadanya?"
Lalu beliau menjawab
:
أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أُمُّكَ ثُمَّ أَبُوكَ ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ
'Ibumu, lalu Ibumu, lalu Ibumu, kemudian
bapakmu, kemudian orang yang terdekat denganmu dan seterusnya.[HR Muslim]
Hadits tersebut menunjukkan
bahwa berbakti kepada ibu merupakan ¾ kebaktian. [Tafsir Al-Qurtubi] Menurut para
ulama hal ini disebabkan karena ibu lebih banyak jerih payahnya, lebih
menyayangi, lebih banyak melayani, lebih banyak menerima kesulitan ketika
hamil, melahirkan, menyusui, mendidik, merawat ketika sakit dan seterusnya. Al-Harits
Al-Muhasibi menukil ijma’ ulama mengenai keberadaan ibu yang lebih diutamakan
dalam kebaktian daripada ayah. [Fathul Bari]
Berbakti kepada
ibu dicontohkan oleh Nabi Isa AS dimana ucapannya diabadikan oleh Allah SWT :
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
dan (Allah menjadikan
aku) berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku sebagai seorang yang
sombong lagi celaka. [QS Maryam : 32]
Berbakti kepada ibu
juga dicontohkan oleh para sahabat nabi. Diantaranya adalah Abu Hurairah, beliau
yang meriwayatkan hadits “Ibumu, lalu Ibumu, lalu Ibumu, kemudian bapakmu” di
atas. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa ketika Abu Hurairah RA keluar dan masuk
rumah untuk mengunjungi ibunya setelah mengucap salam ia mendoakan ibunya :
رَحِمَكِ اللهُ كَمَا رَبَّيْتَنِي صَغِيْرًا
Semoga Allah menyayangimu
sebagaimana engkau mendidikku sewaktu aku kecil.
Lalu ibunya mendoakan
balik :
رَحِمَكَ اللهُ كَمَا بَرَرْتَنِي كَبِيْرًا
Semoga Allah menyayangimu
sebagaimana engkau berbakti kepadaku sewaktu engkau dewasa. [Adabul Mufrad]
Ada juga sahabat
Nabi yang lain. Di suatu malam, sang ibu meminta air minum lalu Ibnu Mas’ud RA bergegas
mengambilkannya namun ketika ia hendak memberikan air minum tersebut ternyata ia
menemukan sang ibu dalam keadaan tertidur. Lalu Iapun menunggu ibunya terbangun
hingga pagi tiba (ia tidak membangunkan sang ibu, namun menunggu hingga sang
ibu terbangun dengan sendirinya). [Ibnul Jawzi, Birrul Walidain]
Demikianlah, Islam
memposisikan ibu pada posisi yang mulia bahkan surga berada di bawah telapak kakinya sebagaimana hadits utama di
atas. Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa
berbakti kepada kedua orang tua utamanya ibu. Semoga ibu kita semua diberi
kesehatan, panjang umur dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada.
Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus
setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]