إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Wednesday, March 20, 2024

WAR TAKJIL

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yaitu bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika bertemu tuhannya. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Pada Ramadan tahun 2024 kali ini, topik yang hangat di media sosial  yaitu “War takjil” (berburu makanan buka puasa yang juga dilakukan oleh non muslim). Momen ini memperlihatkan antusiasme masyarakat non-Islam yang disingkat dengan istilah “Nonis” dalam membeli makanan takjil. Bahkan viral video pendeta Gereja Tiberias Indonesia yang berkata : "Agama kita toleran, tapi takjil kita duluan. Jam 3 mereka masih lemas, jam 3 kita sudah stand by." [fakta com] ada juga pendeta yang memberi instruksi : “Disampaikan bagi seluruh jemaat bahwa pembukaan penjualan takjil dimulai pada jam 3 sore jadi diharapkan untuk tetap berburu takjil”. [ig obouthetic]

 

Terlepas dari pro kontra pendapat netizen, maka saya melihat bahwa fenomena ini semakin membuktikan kebenaran hadits Nabi SAW di atas yaitu : “Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yaitu bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika bertemu tuhannya”. [HR Muslim] bahkan dari dahsyatnya sabda Nabi ini, mereka para nonis juga ikut bahagia dan senang dengan makanan takjil yang pada awalnya disiapkan hanya untuk dijual ke orang-orang  islam yang berpuasa. Subhanallah!.

 

Istilah takjil berasal dari bahasa Arab “Ta’jil” yang merupakan bentuk mashdar dari Fiil Madli Mudlari, Ajjala Yu’ajjilu yang artinya menyegerakan. Maka Takjil dalam kamus didefinisikan sebagai mempercepat berbuka puasa. [KBBI] Tentunya takjil ini dilaksanakan setelah masuk waktunya (maghrib). Imam Bukhari dalam Shahihnya menulis Bab ini secara khusus yaitu Babu Ta’jilil Ifthar (Bab mengenai menyegerakan berbuka puasa).

 

Disunnahkan untuk menyegerakan berbuka puasa jika sudah yakin maghrib tiba. Dan makruh  menunda buka puasa jika dilakukan dengan sengaja dan disertai keyakinan akan baiknya penundaan tersebut. [Ianatut Thalibin] Suatu ketika Abu Athiyyah dan Masruq (keduanya adalah tabi’in) bertanya kepada Aisyah. “Wahai Ummul Mukminin, Ada dua orang sahabat yang satu ia menyegerakan berbuka puasa dan menyegerakan shalat (maghrib) dan yang kedua, ia mengakhirkan berbuka dan mengakhirkan shalatnya”. Maka Aisyah pun bertanya, "Siapa yang menyegerakan berbuka dan shalat?" Mereka menjawab : "Abdullah (Ibnu Mas'ud)." Aisyah berkata :

كَذَلِكَ كَانَ يَصْنَعُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Seperti itulah yang diperbuat oleh Rasul SAW."

Abu Kuraib menambahkan : Orang kedua yang dimaksud adalah Abu Musa. [HR Muslim]  dan dalam riwayat lain redaksinya adalah orang yang menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur dan orang yang mengakhirkan berbuka puasa dan menyegerakan sahur. [HR An-Nasa’i]

 

Anas bin Malik berkata : Rasul SAW berbuka sebelum shalat mahgrib dengan beberapa Rutab (Kurma basah), jika tidak ada maka  dengan beberapa tamr (kurma kering) dan jika tidak ada, maka beliau minum beberapa teguk air. [HR Abu Dawud] Rasul SAW bersabda :

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka puasa.” [HR Bukhari]

Dalam riwayat lain terdapat tambahan :

عَجِّلُوا الْفِطْرَ فَإِنَّ الْيَهُودَ يُؤَخِّرُونَ

Segerakanlah berbuka puasa karena orang Yahudi mengakhirkan buka puasanya. [HR Ibnu Majah]

 

Menyegerakan berbuka puasa merupakan perilaku yang dicintai Allah. Dalam hadits disebutkan :

إِنَّ مِنْ أَحَبِّ الْعِبَادِ اِلَى اللهِ مَنْ كَانَ أَعْجَلَ إِفْطَارًا

Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling menyegerakan berbuka puasa. [HR Ibnu Hibban]

 

Tidak hanya menganjurkan, Nabi SAW sendiri juga melakukannya. Beliau bersabda :

أُمِرْنَا مَعَاشِرَ الأَنْبِيَاءِ أَنْ نُعَجِّلَ إِفْطَارَنَا وَنُؤَخِّرَ سُحُورَنَا وَنَضْرِبَ بِأَيْمَانِنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِى الصَّلاَةِ

Kami para Nabi, diperintahkan agar menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika shalat.  [HR Daruqutni]

 

Para sahabat juga demikian, Amru bin Maimun berkata :

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُ سُحُورًا

Para sahabat Nabi SAW mereka adalah orang yang paling awal berbuka dan paling akhir sahurnya. [Mushannaf Abdir Razzaq]

 

Dari uraian keutamaan takjil di atas maka wajar jika dalam hadits disebutkan :

مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ فِي دِيْنِهِ تَعْجِيْلُ فِطْرِهِ وَتَأْخِيْرُ سُحُوْرِهِ

Di antara tanda seseorang paham agamanya adalah menyegerakan berbuka puasanya dan mengakhirkan sahurnya. [HR Ibnu Asakir]

 

Selanjutnya mengenai sisi kebahagiaan berbuka puasa yang terdapat pada hadits utama di atas, Al-Qurthubi berkata : “bahagia yang dimaksud disebabkan lepasnya dahaga dan hilangnya lapar dengan berbuka puasa. Ini adalah kebahagiaan alamiyah dan ini adalah perkara yang dipahami secara spontan. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa kebahagiaan yang yang dimaksud adalah kebahagiaan karena seseorang bisa menyempurnakan puasanya, merampungkan ibadahnya dan mendapat dispensasi dari tuhannya serta pertolongan untuk puasa kedepannya”. Lalu ia berkata :

قُلْتُ وَلَا مَانِعَ مِنَ الْحَمْلِ عَلَى مَا هُوَ أَعَمُّ مِمَّا ذُكِرَ فَفَرْحُ كُلِّ أَحَدٍ بِحَسَبِهِ لِاخْتِلَافِ مَقَامَاتِ النَّاسِ فِي ذَلِكَ

Dan menurutku tidak ada masalah jika kebahagiaan itu dipahami dengan jangkauan yang lebih luas dari itu karena setiap akan orang merasakan kebahagiaan yang berbeda-beda sesuai dengan taraf kedudukannya masing-masing. [Fathul Bari]

 

Al-Baihaqi berkata : “Kebahagiaan tersebut dirasakan karena seseorang akan mendapatkan pahala yang luar biasa yang tak seorangpun tahu akan hakikatnya dan juga dikarenakan ia diperbolehkan untuk berbuka serta ia dilarang mengakhirkan bukanya sehingga ia menyambung puasa (wishal) dengan esok harinya, karena yang demikian itu akan dapat menyebabkan kebinasaannya. Dan lagi terdapat janji bahwa orang yang berpuasa akan mendapatkan doa mustajabah ketika berbuka serta harapan mendapatkan kebahagiaan kelak di hari kiamat karena mendapat pahala yang besar”. [Syu’abul Iman]

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu meneladani sunnah Nabi dalam berpuasa sehingga kita bisa merasakan dua kebahagiaan karena puasa kita.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Monday, March 18, 2024

PERUMPAMAAN LEBAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru  RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا وَوَقَعَتْ فَلَمْ تُكْسرْ وَلَمْ تفْسدْ

 “Sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah. Ia selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak.” [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Lebah dijadikan perumpamaan dari kondisi seorang mukmin. Dalam hadits di atas, Rasul SAW menyebutkan dua perkara. Pertama, lebah selalu memakan yang baik. Lihatlah lebah, Ia hanya mendatangi bunga-bunga atau tempat bersih lainnya yang mengandung madu atau nektar. Ia tidak pernah terlihat hinggap di tempat sampah atau kotoran. Seperti itu pula seharusnya seorang mukmin, ia hanya memakan makanan yang halal lagi baik yang dihasilkan dari pekerjaan yang halal dan baik serta menjauhi makanan haram.  Allah SWT berfirman :

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا

“Makanlah kalian semua dari rezeki Allah yang halal lagi baik” [QS An-Nahl: 114]

Kedua, lebah itu tatkala hinggap di pohon dan bunga ia tidak membuat kerusakan di sana, ia tidak membuat ranting patah ataupun bunga menjadi rusak. Bahkan kedatangannya membawa manfaat, ia membantu bunga-bunga untuk proses penyerbukan sehingga tumbuhan bisa berkembang biak. Seorang mukminpun hendaknya demikian, ia tidak melakukan kerusakan di muka bumi yang mendatangkan kerugian baik material maupun non-material, hal ini sebagaimana dilarang oleh Allah SWT :

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا

"Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. ..." [QS Al-A'raf: 56]

Sebaliknya, ia harus menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lainnya. Nabi SAW bersabda :

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lainnya. [HR Thabrani]

Lebih dari itu, lebah menghasilkan madu yang bisa menjadi obat. Allah SWT berfirman :

يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ

“Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia...” [QS An-Nahl : 69]

 

Dahulu ada seseorang datang kepada Rasul SAW seraya berkata, “Sesungguhnya saudaraku perutnya mulas (diare).” Maka beliau bersabda, “Minumkan madu kepadanya,” kemudian orang itu memberinya madu. Kemudian orang itu datang lagi seraya berkata, “Ya Rasul aku telah memberinya madu, tetapi perutnya bertambah mulas.” Rasul bersabda, “Pergilah dan minumkan lagi madu kepadanya.” Maka orang itu pergi dan memberinya lagi madu, kemudian orang itu datang lagi seraya berkata, “Ya Rasul, perutnya justru bertambah mulas,” kemudian Rasul bersabda :

صَدَقَ اللّٰهُ وَكَذَبَ بَطْنُ اَخِيْكَ

“Allah benar dan perut saudaramu berdusta”.

Pergilah dan beri madu lagi saudaramu itu.” Lalu orang itu pergi dan memberinya lagi madu, kemudian ia pun sembuh.” [HR Bukhari]

 

Dalam hadits lain disebutkan :

اَلشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: فِي شَرْطَةِ مَحْجَمٍ اَوْ شُرْبَةِ عَسَلٍ اَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى اُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ

 “Obat itu ada tiga perkara yaitu mengeluarkan darah dengan bekam, minum madu dan Kayya (membakar kulit dengan panas), dan aku melarang umatku melakukan kayy.” [HR Bukhari]

 

Karena ada ayat yang menyatakan bahwa madu menjadi obat maka Ibnu umar tidaklah terkena borok atau lainnya melainkan ia mengobatinya dengan madu. Ia pernah memiliki bisul dan iapun mengolesinya dengan madu. [Hasyiyah As-Shawi] Madu menjadi obat, baik secara murni ataupun dengan dicampur. Auf bin Malik al-Asyja’iy ketika sakit, ada orang yang menawarkan obat. Orang itu berkata : Datangkanlah air kepadaku karena Allah berfiman : “Aku menurunkan dari langit air yang berkah”. Lalu datangkan lagi madu karena Allah berfirman : “Di dalamnya terdapat obat”. Dan datangkan pula minyak zaitun, karena Allah berfirman : “ia berasal dari pohon yang diberkahi”. Setelah semua didatangkan maka orang itu mencampurkannya. Lalu racikan itu diminum oleh Auf dan iapun sembuh dari sakitnya. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Jika lebah mengeluarkan madu yang menjadi obat maka orang mukmin harus mengeluarkan perkataan yang menjadi obat untuk orang lain. Perkataan yang menyejukkan, menentramkan dan menjadikan pendengarnya berlapang hati dan bahagia terlepas apapun yang menimpanya. Tidak semestinya orang mukmin berkata-kata kecuali yang baik. Rasul SAW bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَو لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam.” [HR Bukhari]

 

Lebah dijadikan salah satu nama surat dalam Al-Qur’an yaitu An-Nahl. Lebah memiliki keajaiban bukan hanya karena madu yang dihasilkannya yang bisa menjadi makanan dan obat namun masih ada lainnya. Prof. Qurais Shihab mengemukakan diantaranya (1) jenis lebah ada yang jantan dan betina bahkan ada yang bukan jantan dan bukan betina. (2) sarang-sarangnya tersusun dalam bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus menghalangi udara atau masuknya bakteri, (3) sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu" (4) Ratu tidak hubungan seksual dengan salah satu anggotanya yang berjumlah sekitar tiga puluh ribu ekor. Hal ini dikarenakan sang ratu memiliki rasa "malu". (5) Lebah memiliki bentuk bahasa dan cara berkomunikasi yang unik, Sebagaimana dipelajari oleh seorang ilmuwan Austria, Karl Van Fritch. [Membumikan Al-Qur’an]

 

Lebih lanjut Al-Munawi menjelaskan sisi kesamaan anatara mukmin dan lebah, beliau berkata : “Sisi kesamaannya adalah bahwa lebah itu cerdas, ia jarang menyakiti, rendah (tawadlu), bermanfaat, selalu merasa cukup (qona’ah), bekerja di waktu siang, menjauhi kotoran, makanannya baik, ia tak mau makan dari hasil kerja pihak lain, amat taat kepada pemimpinnya. [Faidlul Qadir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk meniru kebaikan lebah sehingga kita menjadi mukmin yang diharapkan Nabi SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Sunday, March 17, 2024

KEISTIMEWAAN SUSU

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Tharib bin Syihab RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً فَعَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ فَإِنَّهَا تَرُمُّ مِنْ كُلِّ الشَّجَرِ

“Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan obatnya. Hendaklah kalian meminum susu sapi, karena sapi itu memakan berbagai berbagai macam tumbuhan” [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Makanan “4 sehat 5 sempurna” merupakan istilah yang tidak asing bagi kita.  4 makanan yang dimaksud adalah makanan pokok, aneka lauk pauk, sayur, buah, dan 5 sempurna adalah susu. Kini, Slogan tersebut dikembangkan menjadi istilah PGS (Pedoman Gizi Seimbang).[ cnnindonesia.com] Susu merupakan nutrisi penyempurna bagi kecukupan gizi yang dibutuhkan manusia. Mulai dari bayi baru lahir hingga mereka yang sudah lanjut usia pun membutuhkan susu. Hal ini karena susu mengandung banyak zat gizi penting dan nutrisi alami yang sangat bermanfaat, diantaranya kalsium, vitamin D, vitamin A, zinc, zat besi, tiamin, asam amino, dan berbagai zat gizi penting lainnya yang dibutuhkan tubuh. [sumbarprov.go.id]

 

Jauh sebelum digaungkannya istilah 4 sehat 5 sempurna dan jauh sebelum dunia medis menemukan berbagai kandungan gizi dan nutrisi, Nabi SAW telah menganjurkan kita untuk minum susu. Dalam hadits utama di atas disebutkan : “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan obatnya. Hendaklah kalian meminum susu sapi, karena sapi itu memakan berbagai berbagai macam tumbuhan” [HR Ahmad]

 

Dan Al-Quran secara khusus telah menjelaskan keistimewaan susu. Allah SWT berfirman :

وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” [QS: an-Nahl : 66].

 

Susu terdapat di antara kotoran dan darah, namun susu itu tidak terkontaminasi sedikitpun olehnya. Ibnu Katsir berkata : “Jika makanan telah tercerna diperut (binatang), maka (makanan itu) ada yang menjadi darah yang dialirkan ke pembuluh darah, ada yang menjadi susu ke puting dan ada yang menjadi air kencing ke kantung kemih”[Tafsir Ibnu Katsir]

 

Dari keistimewaan susu ini maka Rasul SAW membedakan doa ketika minum susu dan minum selainnya. Doa minum susu, yaitu :

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ , وَزِدْنَا مِنْهُ

“ya Allah berilah keberkahan kepada kami dalam susu ini dan karuniakan kami lebih banyak dari susu ini” [HR Abu Dawud]

Sementara doa makan minum selain susu adalah :

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ

Ya Allah, berkahilah kami pada makanan ini dan berilah kami makanan yang lebih baik darinya [HR Abu Dawud]

Dalam Doa makan terdapat permohonan agar diberikan makanan yang lebih baik, namun ketika meminum susu maka permohonan tersebut ditiadakan dan diganti dengan permohonan agar diberi tambahan rizki berupa susu lagi. Menurut Al-Mubarakfuri hal ini dikarenakan tidak adanya makanan atau minuman yang lebih baik untuk memenuhi lapar dan haus dari pada susu. [Tuhfatul Ahwadzi] dan Beliau sendiri menegaskan dalam rangkaian sabdanya :

فَإِنَّهُ لَيْسَ شَيْءٌ يُجْزِئُ مِنْ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ إِلَّا اللَّبَنُ

Sesungguhnya tiada ada sesuatu yang dapat mencukupi sebagai asupan makanan dan minuman selain susu” [HR Abu Dawud]

 

As-Syawkany berkata : Dari hadits tersebut jelaslah bahwa susu itu lebih baik dari pada madu yang mana ia adalah obat namun sisi terbaiknya adalah dari segi mengenyangkan dan melepas dahaga. Adapun dari sisi obat dan rasa manis maka madu itu lebih baik daripada susu. Jadi masing-masing punya kelebihan. [Naylul Awthar]

 

Tidak hanya mengandung gizi, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziah minum susu bisa membebaskan seseorang dari waswas, rasa murung dan penyakit Melankolia (gangguan mood depresi non-spesifik, yang ditandai dengan rendahnya tingkat antusiasme dan keinginan untuk berkegiatan). [At-thibb An-Nabawy]

 

Rasul SAW sendiri meminum susu. Ibnu Abbas RA berkata : Rasul SAW minum susu lalu beliau berkumur-kumur. Beliau lantas bersabda : “Sesungguhnya susu itu mengandung lemak.” [HR Bukhari] Bahkan sewaktu Isra’ beliau disodori dua gelas, yang satu berisi susu dan dan yang satu lagi berisi khamr. Maka Jibril berkata : Ambillah mana yang engkau suka. Maka beliau memilih gelas yang berisi susu (lalu meminumnya). Maka Jibril berkata :

أَصَبْتَ الْفِطْرَةَ أَمَا إِنَّكَ لَوْ أَخَذْتَ الْخَمْرَ غَوَتْ أُمَّتُكَ

Engkau menepati fitrah. Ingat, seandainya engkau mengambil khamr, niscaya umatmu akan tersesat” [HR Bukhari]

 

Rasul juga menganjurkan agar kita tidak menolak susu pemberian orang lain. Rasul SAW bersabda :

ثَلَاثٌ لَا تُرَدُّ الْوَسَائِدُ وَالدُّهْنُ وَاللَّبَنُ الدُّهْنُ

“Tiga hal yang tidak boleh ditolak jika diberi: bantal, minyak wangi dan susu”[HR Tutmudzi]

 

Boleh meminum susu yang dicampur dengan Air. Anas bin Malik RA berkata :

أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دَارِنَا هَذِهِ فَاسْتَسْقَى فَحَلَبْنَا لَهُ شَاةً لَنَا ثُمَّ شُبْتُهُ مِنْ مَاءِ بِئْرِنَا هَذِهِ

Suatu ketika Rasul SAW mendatangi rumahku ini lalu beliau meminta minuman lalu kami memerah susu kambing kemudian aku campuri dengan air dari sumur ini. [HR Bukhari]

Yang tidak boleh adalah menjual susu yang dicampuri air namun dikatakan sebagai susu murni tanpa campuran karena ini adalah penipuan. Dikisahkan bahwa ada pengembala hewan ternak yang mencampurkan susu dengan air dan ia berkata kalau susu tersebut susu yang murni hingga pada suatu hari terjadi banjir yang membinasakan hewan ternaknya. Lalu si pengembala bermimpi dan di dalam mimpinya ia diberitahu :

إِنَّهُ تِلْكَ الْقَطَرَاتُ الَّتِي شُبْتَ بِهَا اللَّبَنَ فَاجْتَمَعَتْ وَصَارَتْ سَيْلاً

Sesungguhnya banjir itu adalah tetesan-tetesan air yang engkau campurkan ke dalam susu yang engkau jual, lalu terkumpul dan menjadi banjir.” [Miftah Daaris Sa’adah]

 

Sebagai minuman istimewa, susu tidak hanya ada di dunia tapi kelak di surga juga terdapat susu. Namun bedanya jika susu di dunia sudah kadaluwarsa maka akan berubah rasanya bahkan berubah dari bermanfaat menjadi berbahaya. Hal ini berbeda dengan susu disurga. Allah SWT berfirman :

فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ

di dalamnya (surga) ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah (bau dan rasanya), sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya... [QS Muhammad : 15]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk memahami keajaiban penciptaan susu dan keistimewaannya. Mudah-mudahan kita tidak hanya bisa meminumnya di dunia tapi juga di surga kelak.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Monday, March 11, 2024

TAMU TAK DIUNDANG

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Mendatangi undangan walimah merupakan satu kewajiban. Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Hadits (utama) di atas menjadi dalil kewajiban mendatangi undangan (walimah), karena predikat “maksiat” itu tidak akan disematkan kecuali atas perilaku meninggalkan perkara yang wajib. [Fathul Bari]. Namun bagaimana hukumnya jika seseorang mendatangi satu acara walimah tanpa diundang?

 

Dahulu di Kufah terdapat seorang lelaki bernama “Thufayl bin Zallal” dari keluarga bani Abdillah bin Ghathafan. Ia sering mendatangi walimah tanpa diundang. Karena saking gemarnya makan di tempat walimah maka ia berkata : “Aku ingin Kota Kufah menjadi bendungan (yang menampung kuah masakan), sehingga aku dengan mudah menemukan makanan dan tidak ada walimah yang terlewatkan.” Karena ia terkenal sebagai orang yang sering mendatangi walimah tanpa diundang maka setiap tamu yang tak diundang dijuluki dengan nama nisbat kepadanya yaitu “Thufayli” (segolongan dengan Thufayl). [Al-Mufasshal Fi Tarikhil Arab] Al-Jahidz menceritakan bahwa Thufayl berkata :

حَفِظْتُ الْقُرْآنَ وَنَسِيْتُهُ جَمِيْعَهُ إِلَّا حَرْفَيْنِ آتِنَا غَدَاءَنَا

Aku hafal Al-Qur’an namun aku lupa semuanya kecuali dua kata saja yaitu “Atina Ghada’ana” (Datangkanlah makanan kepadaku) [At-Tadzkirah Al-Hamduniyah]

 

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kata “Thufayli” berasal dari kata “Thafl” yang berarti kegelapan. Dinamakan demikian karena orang fakir dari kalangan bangsa Arab ketika mendatangi jamuan tanpa diundang maka ia datang dengan menutupi diri dengan kegelapan supaya tidak diketahui. [At-Tadzkirah Al-Hamduniyah]

 

Istilah lain dari “Thufayli” adalah “Dlayfan” (dengan tambahan huruf nun) yaitu orang yang tidak diundang namun ketika melihat para tamu undangan masuk maka ia ikut masuk menyusup mengikuti mereka dan shahibul hajat membiarkannya masuk karena malu untuk melarangnya. Ibnul Imad berkata : Semua yang dimakan olehnya hukumnya haram. [Fashshul Khawatim fima Qila fil Wala’im] Syeikh Sulaiman berkata : “Dlayfan” (tamu tak diundang) itu antonim dari kata “Dlayf” (tamu). [Hasyiyah Al-Jamal Syarhil Minhaj]

 

Perbuatan yang dilakukan oleh “Thufayli” dikenal dengan istilah “Tathafful”. Syeikh Zakaria Al-Anshari berkata :

وَأَمَّا التَّطَفُّلُ وَهُوَ حُضُورٌ لِدَعْوَةٍ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَحَرَامٌ إِلَّا أَنْ يُعْلَمَ رِضَا رَبِّ الطَّعَامِ لِصَدَاقَةٍ أَوْ مَوَدَّةٍ

Tathafful adalah mendatangi undangan (khusus) tanpa ijin (tanpa diundang), Hukumnya adalah haram kecuali jika pemilik makanan (Shahibul hajat) ridlo kepadanya karena adanya hubungan pertemanan atau rasa suka. [Fathul Wahhab]

 

Imam Ibnu Hajar al-Haitami menggolongkannya ke dalam dosa besar. Beliau mencantumkan Tathafful dalam dosa besar dengan nomor urut 67 dalam kitabnya Az-zawajir An-iqtirafil Kaba’ir. Beliau menggolongkan Tathafful sebagai perbuatan memakan harta orang lain dengan cara bathil dan dalam hadits disebutkan :

مَنْ دُعِيَ فَلَمْ يُجِبْ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ دَخَلَ عَلَى غَيْرِ دَعْوَةٍ دَخَلَ سَارِقًا وَخَرَجَ مُغِيرًا

“Barang siapa yang diundang namun ia tidak mendatanginya maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa masuk (ke satu acara udangan) tanpa diundang maka ia masuk sebagai pencuri (yang menyelinap) dan keluar sebagai perampok (yang terang-terangan).” [HR Abu dawud]

 

Abu Dawud sendiri tidak mendla’ifkan (menghukumi lemah) pada hadits ini sehingga hadits ini bisa dijadikan hujjah menurut Abu Dawud, meskipun para ulama lainnya mengatakan bahwa dalam sanadnya terdapat perawi yang majhul atau mukhtalaf. [Az-zawajir An-iqtirafil Kaba’ir]  Dan Abu Said Al-Khadimy dalam kitabnya Bariqah Mahmudiyah berkata : Dengan demikian maka seorang Thufayli telah mengumpulkan dua dosa yaitu dosa mencuri dan dosa merampok. Ada yang mengatakan bahwa sanad hadits tersebut Dla’if (lemah) namun demikian hadits tersebut memiliki syahid dalam Al-qur’an  yaitu :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah yang bukan rumah kalian sebelum meminta izin... [QS An-Nur : 27]

 

Dan Imam Syafii berkata : Barang siapa yang menghadiri walimah (khusus) tanpa undangan, tanpa adanya darurat dan tanpa ijin, lalu ia mengulangi perbuatannya itu maka ia menjadi tertolak persaksiannya karena ia telah memakan makanan haram. [Al-Umm] Syeikh Sulaiman berkata :

فَلَوْ دَعَا عَالِمًا أَوْ صُوْفِيًّا فَحَضَرَ بِجَمَاعَتِهِ حَرُمَ حُضُورُ مَنْ لَمْ يُعْلَمْ رِضَا الْمَالِكِ بِهِ مِنْهُمْ

Jika seorang ulama atau shufi diundang kemudian ia hadir bersama jamaahnya maka jamaahnya diharamkan masuk ke dalam acara walimah jika tidak diketahui status ridlo atau ijin dari shahibul bayt. [Hasyiyah Al-Jamal Syarhil Minhaj]

 

Pada suatu hari, Abu Syuaib menyuruh pembantunya yang ahli memasak daging untuk memasak makanan untuk menjamu lima orang termasuk Rasul SAW. Lalu Iapun mengundang beliau. Rasul SAW pun mendatangi undangan tersebut bersama empat orang lainnya. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang mengikuti beliau. Maka Rasulullah SAW meminta ijin kepada Abu Syuaib, Beliau berkata “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami.

فَإِنْ شِئْتَ أَذِنْتَ لَهُ وَإِنْ شِئْتَ تَرَكْتَهُ

Jika engkau mau, ijinkan ia! Namun jika tidak engkau ijinkan maka tinggalkan saja dia.”

Kemudian Abu Suaib berkata : “Aku mengijinkannya.” [HR Bukhari]

 

Demikianlah yang dicontohkan oleh Rasul SAW. Beliau meminta ijin kepada shahibul bayt (orang yang mengundang) jika ada orang yang tak diundang ikut hadir dalam acara walimah, baik atas inisiatif dia sendiri dalam mengikuti kita seperti kisah tadi atau inisiatif kita untuk mengajaknya seperti kisah berikut ini.

 

Anas RA menceritakan bahwa Rasul mempunyai tetangga seorang bangsa Persia yang pandai memasak. Pada suatu hari dia memasak hidangan untuk beliau. Setelah itu dia datang mengundang beliau. Beliau bertanya: "Aisyah bagaimana (apakah aku boleh mengajaknya datang)?" orang itu menjawab; “Dia tidak!”  Rasul bersabda: "Kalau begitu aku juga tidak (mau datang)!" Orang itu mengundang beliau lagi (kedua kali). Rasulullah SAW bertanya: "'Aisyah bagaimana? '" orang itu menjawab; 'Dia tidak! ' Rasul bersabda: "Kalau begitu aku juga tidak!" Orang itu mengundang beliau lagi (ketiga kali). Rasulullah SAW bertanya: "'Aisyah bagaimana? '" orang itu menjawab pada ketiga kalinya; 'Ya, Aisyah juga.' Maka Rasul bangkit dan pergi bersama Aisyah secara beriringan ke rumah tetangga tersebut. [HR Muslim] Orang persia tersebut pada awalnya tidak mengundang Aisyah boleh jadi karena makanan yang disediakannya sedikit sehingga ia ingin menghidangkannya kepada Nabi SAW secara sempurna. [Al-Minhaj Syarah Muslim]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk memenuhi setiap undangan dengan tidak membawa serta orang lain yang tak diundang melainkan atas seizin shahibul bayt dan kita tidak menjadi tamu tak diundang.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]