إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Monday, June 23, 2025

BUKAN MILIK KITA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا

Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian (untuk mengelola apa yang ada) di dalamnya. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Manusia terlahir ke dunia tanpa membawa apa-apa dan ketika matipun juga tidak membawa apa-apa. Maka apa yang kita dapati adalah bukan milik kita, itu semua hanya titipan belaka. Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata :

مَا أَصْبَحَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ إِلَّا وَهُوَ ضَيْفٌ، وَمَالُهُ عَارِيَةٌ، فَالضَّيْفُ مُرْتَحِلٌ، وَالْعَارِيَةُ مَرْدُودَةٌ

Tidaklah seseorang memasuki pagi hari kecuali dia adalah seorang tamu dan hartanya adalah pinjaman. Maka tamu itu akan pergi, dan  pinjaman itu akan dikembalikan." [Ihya Ulumuddin]

 

Sumber masalah terbesar di dunia adalah perasaan memiliki atas segala sesuatu. Seseorang akan menjadi sombong ketika memiliki dan menjadi frustasi dan stress ketika kehilangan. Dengan menyadari dan meyakini bahwa semua yang kita miliki hanya sebatas titipan, maka kita akan menjadi pribadi yang sabar ketika musibah datang. Anak, istri, ayah ataupun ibu, motor, mobil, sawah, toko, uang dan apapun itu yang kita miliki ketika pergi dan hilang dari kehidupan kita maka pada hakikatnya itu diambil sama pemiliknya. Allah SWT berfirman :

وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah SWT dan sesungguhnya kepada-Nya kita semua akan kembali”. [QS Al-Baqarah : 155-156].

 

Cara pandang seperti inilah yang dimiliki oleh Ummu Sulaim sehingga ia tegar dan sabar ketika kehilangan anak semata wayangnya. Iapun hendak menyadarkan sang suami, Abu Thalhah supaya mau menerima kenyataan bahwa anak kesayangannya wafat. Ummu Sulaim berkata :

أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ

Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu jika suatu kaum meminjamkan barang pinjaman mereka kepada penghuni suatu rumah, lalu mereka meminta kembali barang pinjamannya, apakah mereka berhak untuk melarangnya?"

Maka Abu Thalhah menjawab : "Tidak." Lalu Ummu Sulaim berkata: "Kalau begitu, bersabarlah dan harapkan pahala atas (wafatnya) anakmu."  [Shahih Muslim]

 

Memang demikianlah kenyataannya, Allah SWT berfirman :

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ

“Hanya milik Allah-lah segala apa yang ada di langit maupun di bumi”... [Al-Baqarah : 284]

Bahkan Allah juga menegaskan lagi hal itu pada QS An-Nisa’ : 131 dan 170, QS Yunus : 55, QS An-Nur : 64, QS Lukman : 26.

Dalam susunan ayat tersebut, terdapat “Taqdim Ma Haqquhu at-Ta’khir” (Mendahulukan apa yang semestinya diakhirkan) yaitu lafadz “Lillahi” dan hal itu di dalam Ilmu balaghah dipahami sebagai makna hanya. Maka ayat itu menegaskan bahwa hanya milik Allah-lah segala apa yang ada di langit maupun di bumi, Ya hanya milik Allah bukan milik manusia, bukan milikku, milikmu, milik mereka dan milik siapapun. Hanya milik Allah saja sehingga apapun yang kita sebut milik kita pada hakikatnya adalah milik Allah yang dipinjamkan kepada kita. Bahkan kita dengan badan dan ruh, itu bukanlah milik kita karena satu saat nanti akan kembali kepada pemiliknya. Dikatakan (oleh Sahabat Labid bin Rabi'ah RA) :

وَمَا الْمالُ وَالْأَهْلُوْنَ إِلَّا وَدائِعُ ::  وَلَا بُدَّ يَوْماً أَنْ تُرَدَّ الوَدَائِعُ

"Tiadalah harta dan keluarga melainkan titipan. Dan pastilah titipan itu pada satu hari akan dikembalikan". [Ihya Ulumiddin]

 

Di dalam Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, pada ayat :

وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ

dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. [QS Al-Hadid : 7]

Al-Qurtubi menafsirkan dan berkata berkata :

دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ أَصْلَ الْمِلْكِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ وَأَنَّ الْعَبْدَ لَيْسَ لَهُ فِيهِ إِلَّا التَّصَرُّفُ الَّذِي يُرْضِي اللَّه

Ayat tersebut merupakan dalil bahwa kepemilikan asal (segala sesuatu) adalah milik Allah SWT, dan bahwa seorang hamba tidak memiliki (hak) di dalamnya kecuali sekadar melakukan pengelolaan (tindakan) yang diridlai Allah."

Dan Al-Hasan berkata :

وَمَا أَنْتُمْ فِيْهَا إِلاَّ بِمَنْزِلَةِ النُوَّابِ وَالْوُكَلَاءِ

"Tidak lain kalian dalam urusan harta melainkan berposisi sebagai pengganti dan wakil". [Al-Jami’ Li Ahkamil Quran]

Hal ini juga senanda dengan hadits utama di atas : “sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian (untuk mengelola apa yang ada) di dalamnya”. [HR Muslim]

Imam Nawawi berkata : Makna dari “Mustakhlifukum” (menguasakan kepada kalian) adalah

جَاعِلُكُمْ خُلَفَاءَ مِنَ الْقُرُونِ الَّذِيْنَ قَبْلَكُمْ

Allah menjadikan kalian sebagai Khalifah (pengganti yang menguasai harta) dari orang-orang terdahulu [Syarah An-Nawawi]

 

Kesadaran yang sama dimiliki oleh Nabi Ayyub AS. Dan itu yang menjadi sah satu faktor kesabaran beliau ketika diuji dengan ujian yang besar. Dalan Tafsir Shawi dikisahkan bahwa Nabi Ayyub AS adalah orang yang kaya raya, Ia memiliki 500 bidang tanah (ladang), dan masing-masing diurus oleh 500 budak. Setiap budak memiliki istri, anak, dan juga harta sendiri. Ayyub juga memiliki banyak keluarga dan anak, baik laki-laki maupun perempuan.

 

Suatu kali ia mendengar para malaikat memuji Nabi Ayyub maka Iblis pun merasa dengki dan berkata kepada Allah : “Tuhanku, aku telah memperhatikan hamba-Mu Ayyub, ia adalah orang yang bersyukur dan memuji-Mu. Namun, jika Engkau mengujinya, pasti ia akan berhenti bersyukur dan taat kepada-Mu.” Maka untuk membuktikan hal itu, Allah mengijinkan Iblis untuk mengujinya dengan membumi hanguskan semua hartanya. Setelah dilakukan, maka iblis dengan menyerupai manusia memberitahukan seluruh hartanya yang ludes itu untuk mengetahui respon Nabi Ayyub. Dan Iblispun termangu dengan jawabannya :

اَلْحَمْدُ للهِ هُوَ أَعْطَانِيْهَا وَهُوَ أَخَذَهَا

“Segala puji bagi Allah. Dialah yang dulu memberikannya kepadaku, dan Dialah yang mengambilnya.” [Hasyiyah Tafsir As-Shawi]

 

 

Orang-orang yang memiliki kesadaran bahwa semuanya adalah titipan, mereka akan mendapatkan keistimewaan yang difirmankan oleh Allah SWT :

أُولَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَٰتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُهْتَدُونَ

Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." [QS Al-Baqarah : 157].

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk menyadari bahwa semua yang kita punya pada hakikatnya hanya titipan belaka dan satu saat dikehendaki maka akan diambil pemiliknya, Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Center :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Thursday, June 19, 2025

TER MANGU

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu akan mengikuti agama kekasihnya maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapa yang akan menjadi kekasihnya. [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

“Jangan salahkan faham ku kini tertuju oh. Siapa yang tahu. Siapa yang mau. Kau di sana. Aku di seberangmu. Cerita kita sulit dicerna. Tak lagi sama. Cara berdoa. Cerita kita sulit diterka. Tak lagi sama. Arah kiblatnya oh”. Ini adalah cuplikan lirik lagu berjudul "Mangu" yang telah dirilis sejak tahun 2022 namun baru viral di tahun 2025 dengan menembus Top 10 Spotify Indonesia. Anehnya lagu ini nge-hits ketika Grup band-nya sedang vakum dari dunia musik sejak desember 2024. [rri co id]

 

Masa vakumnya ternyata digunakan sang vokalis untuk lebih rajin melakukan shalat. Meski beragama Islam namun ia mengaku baru akhir-akhir ini ia mendapatkan kekuatan untuk menjalankan sholat lima waktu. “Aku baru dapat tenangnya, akhir-akhir ini, ternyata sholat itu bikin tenang”, Menurutnya, sholat merupakan sarana untuk curhat kepada Allah SWT, tanpa harus diketahui orang lain. [Suaramerdeka com] Menurut netizen bahwa tenar dan terkenalnya berkat ia mendekat kepada sang khaliq sehingga menjadi harapan untuk menginspirasi para pemuda dan para fans untuk ikutan kembali menghampar sajadah guna shalat lima waktu.

Lagu ini mengisahkan pasangan suami istri yaitu adam dan hawa dimana dalam perjalanannya hawa berpindah ke agama lain yang cara berdoanya dengan menggenggam sementara Adam tetap pada agama yang cara berdoanya menadahkan tangan, sehingga hubungan mereka terhalang oleh perbedaan keyakinan dan hal ini membuat mereka ter-mangu (termenung, bingung dan sedih). Namun lama kelamaan, satu sama lain mau belajar memahami dan menerima dengan perbedaan tersebut.  kata vokalis berkata : "Akhirnya yang selama ini mereka gak dapat dapat momongan, eh dapat. Berakhir bahagia lah, gak pisah." [kompas com]

 

Ada kekhawatiran dalam diri saya, lagu ini akan dijadikan justifikasi untuk membenarkan nikah beda agama sehingga nikah beda agama akan menjadi subur. Maka saya tergerak untuk mengangkat lagu ini sebagai tema odoh kali ini. Saya melihat kesalah pahaman mulai merebak dengan banyaknya narasi yang mendukungnya dengan alasan toleransi beragama dalam rumah tangga dan bahkan tak jarang ada yang mengangkat dalil agama dengan disalah tafsirkan, misalnya ayat “Lakum dinukum Waliyadin” (Bagimu agamamu, bagiku agamaku).

 

Ada seniman terkenal menyatakan : “Kalau saya dengan istrinya berbeda agama, saya akan tetap menikahinya. Walaupun MA (Mahkamah Agung) gak setuju. Karena bagi saya cinta lebih besar dari keyakinan. Dan saya berprinsip alam semesta ini diciptakan atas nama cinta”. Lalu ia bertanya : “Pertanyaan saya, apa pendapat ustad, MA tidak mengakui pernikahan beda agama. Padahal negara harus melindungi rakyatnya. Gimana kalu ada orang yang bunuh diri karena cinta dan karena tidak diakui.”  Lalu sang ustadz menjawab : “Kalau dia betul cinta beneran. Mestinya dia ikut agama orang yang dicintai”. [rbtv disway id] Hal ini dikarenakan sabda Nabi SAW pada hadits utama di atas : “Seseorang itu akan mengikuti agama kekasihnya maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapa yang akan menjadi kekasihnya”. [HR Ahmad]

Dan Imam Ghazali menjelaskan :

انَّ ٱلطِّبَاعَ مَجْبُولَةٌ عَلَى ٱلتَّشَبُّهِ وَالإِقْتِدَاءِ، بَلِ ٱلطَّبْعُ يَسْرِقُ مِنَ ٱلطَّبْعِ مِنْ حَيْثُ لَا يَدْرِي

Tabiat itu tercetak dengan meniru dan mengikuti, bahkan tabiat itu mencuri tabiat orang lain tanpa disadari. [Tauhfatul Ahwadzi]

Perlu diketahui bahwa pernikahan beda agama itu MUI telah mengeluarkan fatwa sejak tahun 2005 yang menegaskan bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Dan dalam UU Perkawinan. Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f dinyatakan bahwa “perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”, Dengan demikian, pernikahan beda agama tidak dapat dicatatkan . [Hukumonline com]

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

وَلَا تَنكِحُوا ٱلْمُشْرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ  وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya (menikahi) wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. ... [QS Al-Baqarah : 221]

 

Tujuan menikah adalah “litaskunu” untuk mendapatkan sakinah (ketenangan). Bagaimana ada ketenangan di satu rumah tangga dimana suami dan istri berbeda cara berdoa dan berbeda kiblatnya. Jika berbeda pendapat saja dalam urusan remeh semisal makanan dan tontonan bisa menjadikan mereka gelisah dan tidak nyaman maka bagaimana dengan pasangan yang berbeda keyakinan dan tuntunan, tentulah akan jauh dari ketenangan dan kenyamanan.

 

Lantas bagaimana kalau perbedaan terjadi ketika sudah menikah sebagaimana dalam kasus lagu di atas? Syeikh Zakariyya Al-Anshari berkata :

وَرِدَّةٌ  قَبْلَ دُخُولٍ تُنَجَّزُ فُرْقَةٌ وَبَعْدَهُ فَإِنْ جَمَعَهُمَا إسْلَامٌ فِي الْعِدَّةِ دَامَ نِكَاحٌ وَإِلَّا فَالْفُرْقَةُ مِنْ الرِّدَّةِ وَحَرُمَ وَطْءٌ وَلَا حَدَّ

"Apabila kemurtadan (keluar dari agama Islam) itu terjadi sebelum 'dukhul' (hubungan suami istri), maka perpisahan (antara suami-istri) langsung terjadi. Namun jika kemurtadan terjadi setelah hubungan suami istri, (maka perpisahannya ditangguhkan). Jika keduanya disatukan kembali dalam agama Islam dalam masa iddah, maka pernikahan tetap berlaku. Namun jika tidak (kembali Islam hingga habis masa iddah), maka perpisahan terjadi semenjak murtad. Maka haram melakukan hubungan badan, namun tidak dikenakan hukum had (hukuman zina)." [Manhajut Thullab]

 

Aturan tersebut adalah untuk kemaslahatan manusia. Jika pasangan suami istri itu tidak sama prinsipnya bahkan tidak sama akidahnya maka akan ada perbedaan pendapat setiap harinya, perdebatan bahkan percekcokan. Jika tidak terjadi percekcokan karena ada yang mengalah, maka mengalah terus terusan setiap hari akan membuat hati orangnya panas dan rumahpun juga menjadi panas layaknya neraka. Allah SWT berfirman :

أُولَٰٓئِكَ يَدْعُونَ إِلَى ٱلنَّارِ وَٱللَّهُ يَدْعُوٓا إِلَى ٱلْجَنَّةِ وَٱلْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِۦ

... Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya... [QS Al-Baqarah : 221]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk istiqamah dalam agama Islam dan memahami bahwa cinta dan ketenangan dalam rumah tangga hanya didapat dengan kesamaan prinsip dan akidah.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Center :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Friday, June 13, 2025

WAL AFIAT

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Bakar RA, Rasul SAW bersabda :

اسْأَلُوا اللَّهَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فَإِنَّ أَحَدًا لَمْ يُعْطَ بَعْدَ الْيَقِينِ خَيْرًا مِنْ الْعَافِيَةِ

“Mintalah ampunan dan afiat kepada Allah, karena sesungguhnya tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik setelah keyakinan (iman) daripada afiat.” [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Sering kita dengar kata “afiat” sebagaimana doa yang sering diucapkan “Semoga sehat wal afiat”. Bahkan dalam doa-doa banyak sekali kita meminta “afiat”. Di antaranya adalah doa pagi dan sore yang diajarkan oleh Nabi SAW adalah :

إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

Aku memohon kepada-Mu Afiat di dunia dan akhirat. [HR Abu Daud]

 

Dan doa setelah salam kepada ahli kubur ketika ketika masuk area pekuburan adalah :

أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ

Aku memohon kepada Allah untukku dan untuk kalian berupa Afiat. [HR Muslim]

 

Begitu pula ketika Qunut kita juga meminta afiat, yaitu :

اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ

Ya Allah berilah petunjuk kepadaku pada orang-orang yang Engkau berikan petunjuk, dan berilah Afiat kepadaku pada orang-orang yang Engkau berikan afiat. [HR Abu Daud]

 

Dan ketika duduk di antara dua sujud, kita biasanya berdoa :

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِنِي  وَعَافِنِي وَاعْفُ عَنِّي

Ya Allah, ampuni kami, rahmati kami, lengkapilah kekurangan kami, angkatlah derajat kami, berilah kami rizki dan berilah petunjuk kepada kami, berilah afiat dan ampunan kepada kami. [Kasyifatus Saja]

 

Apakah “Afiat” itu? Dalam Kamus disebutkan : afiat/afi·at/ a sehat: syukurlah engkau dalam keadaan sehat dan --; mengafiatkan/meng·a·fi·at·kan/ v menyehatkan. [KBBI] sehingga kata afiat disejajarkan dengan kata sehat. Kata Afiat berasal dari bahasa Arab maka untuk menemukan kata yang tepat kita merujuk kepada kamus bahasa Arab. Al-laits berkata :

دِفَاعُ اللهِ عَنِ الْعَبْدِ

“Afiat adalah pembelaan atau perlindungan Allah kepada seorang hamba”.

Sehingga dikatakan : “Semoga Allah memberimu afiat (perlindungan) dari sesuatu yang tak kau sukai”. [Tahdzibul Lughah]

 

Dan menurut Al-Qari, makna Afiyah adalah :

اَلسَّلَامَةُ فِي الدِّيْنِ مِنَ الْفِتْنَةِ وَفِي الْبَدَنِ مِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ وَشِدَّةِ الْمِحْنَةِ

“Afiyah pada agama adalah selamat dari fitnah dan afiyah pada badan adalah selamat dari penyakit-penyakit yang buruk dan ujian yang berat”. [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Maka dengan pengertian tersebut afiat terdapat pada dua perkara, yaitu pertama afiat pada badan, yaitu selamat dari penyakit-penyakit yang buruk dan ujian yang berat . Hal ini sebagaimana riwayat Anas bin Malik RA bahwa Rasul SAW pada suatu hari menjenguk seseorang yang sakit parah sampai badannya kurus kering hingga seperti anak burung. Kemudian beliau bersabda kepadanya:

أَمَا كُنْتَ تَسْأَلُ رَبَّكَ الْعَافِيَةَ

"Tidakkah engkau meminta afiat kepada Tuhanmu?"

Orang tersebut berkata : Dahulu aku pernah berkata “Ya Allah, apapun dosa yang hendak Engkau hukum aku sebabnya di akhirat nanti maka segerakanlah hukuman tersebut untukku di dunia!”

Kemudian Nabi SAW bersabda: "Subhanallah, engkau tidak akan mampu untuk menanggungnya. Berdoalah : “Ya Allah, berilah aku kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat serta lindungilah aku dari adzab Neraka”. [HR Turmudzi]

 

Suatu ketika Nabi mendengar orang berdoa : “Ya Allah sesungguhnya aku meminta sabar kepada-Mu”. Maka Rasul SAW bersabda :

سَأَلْتَ اللَّهَ الْبَلَاءَ فَسَلْهُ الْعَافِيَةَ

“Engkau telah (salah dengan) meminta kepada Allah agar ditimpakan balak bencana maka (jika engkau meminta maka) mintalah Afiat kepada-Nya” [HR Turmudzi]

 

Dan kedua, afiat pada agama yaitu selamat dari fitnah, maksiat dan dosa sehingga kelak di akhirat ia selamat dari api neraka. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Hatim Al-Asham yang digelari sebagai Lukman Hakimnya Ummat ini. Suatu ketika ada orang berkata kepadanya : “Apa yang kau inginkan?” Hatim menjawab : “Aku inginkan afiat dari siang hingga malam”. Orang itu berkata : bukankah sepanjang hari engkau dalam keadaan afiat (sehat)? Hatim menjawab :

إِنَّ عَاِفيَّةَ يَوْمِي أَنْ لَا أَعْصِيَ اللهَ فِيْهِ

Sesungguhnya hariku dikatakan afiat jika aku sama sekali tidak bermaksiat kepada Allah di hari itu. [Ithafus Sadah]

 

Ibnul jauzi meriwayatkan bawa Imam Ahmad bin Hanbal berkata : “Dahulu aku telah hafal al-Qur’an dan ketika hendak menghafal hadits aku berdoa kepada Allah agar menganugerahkan kepadaku hafal hadits dan aku tidak berkata dalam afiat, maka aku tidak menghafalnya melainkan dalam penjara dan borgol”. Maka beliau memberi nasehat :

فَإِذَا سَأَلْتَ اللهَ حَاجَةً فَتَقُولُ فِي عَافِيَةٍ

“Maka jika engkau meminta satu hajat kepada Allah maka ucapkanlah dalam afiat”. [Manaqibul Imam Ahmad]

 

Maka dari pentingnya afiat maka Nabi menganjurkan kita untuk memintanya. Pada hadits utama, Rasul SAW bersabda : “Mintalah ampunan dan afiat kepada Allah, karena sesungguhnya tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik setelah keyakinan (iman) daripada afiat.” [HR Ahmad]

 

Anas bin Malik RA meriwayatkan ada seorang lelaki datang kepada Nabi SAW dan berkata : Ya Rasulallah, permintaan (doa) apakah yang lebih utama? Beliau menjawab :

سَلْ رَبَّكَ الْعَافِيَةَ وَالْمُعَافَاةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

“Mintalah afiat dan mu’afat di dunia dan akhirat”. [HR Turmudzi]

 

Al-Jazari berkata : “Mu’afat” artinya Allah mencukupimu dari orang lain, dan memalingkanmu dari kejelekan orang lain serta memalingkan mereka dari kejelekanmu”. Dan ada yang berkata  maknanya  “Mu’afat” adalah saling memaafkan. [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Dalam lanjutan hadits riwayat Anas bin Malik RA tadi, orang tersebut pada hari kedua datang lagi kepada Nabi dengan pertanyaan yang sama dan Nabipun memberikan jawaban yang sama dengan sebelumnya. Pada hari ketiga ia datang lagi kepada Nabi dengan pertanyaan yang sama dan Nabipun memberikan jawaban yang sama dengan sebelumnya dan Nabi menambahkan :

فَإِذَا أُعْطِيتَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَأُعْطِيتَهَا فِي الْآخِرَةِ فَقَدْ أَفْلَحْتَ

Jika engkau diberi afiat di dunia dan akhirat maka engkau sungguh beruntung. [HR Turmudzi]

 

Hal yang sama terjadi ketika Abbas bin Abdil Mutthalib, paman nabi bertanya tentang sesuatu untuk diminta kepada Allah, maka Nabi SAW bersabda : “Mintalah afiat kepada Allah”.  Dan setelah beberapa hari Abbas datang lagi dan bertanya hal yang sama maka Nabi SAW bersabda : “Wahai Abbas, wahai paman Rasulillah, Mintalah afiat kepada Allah di dunia dan akhirat”. [HR Turmudzi]

 

Dengan demikian jika berdoa maka berdoalah dengan doa yang diajarkan Nabi dan para sahabat beliau dan apabila berdoa dengan kehendak diri sendiri maka sertakan pula pemintaan afiat supaya kita selamat dunia akhirat dan agar kita dicintai Allah SWT karena Nabi SAW bersabda :

مَا سُئِلَ اللَّهُ شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يُسْأَلَ الْعَافِيَةَ

Tidaklah Allah dimintai sesuatu yang lebih disenangi dari pada dimintai afiat. [HR Turmudzi]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk istiqmah mengikuti pemahaman agama yang benar dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan hadits sesuai pemahaman sahabat dan para ulama.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Center :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]