إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Friday, September 8, 2023

KESABARAN TERBERAT

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik  RA, Rasul SAW bersabda:

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

Surga itu dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci sementara neraka itu dikelilingi oleh perkara-perkara yang disenangi. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Ternyata ada kesabaran yang lebih berat dari pada bersabar menerima musibah dan cobaan hidup. Apa itu? Bersabar dalam menjauhi maksiat. Mengapa demikian? Musibah merupakan suatu yang menimpa dan seseorang tidak punya pilihan lain kecuali ia bersabar. Hal ini berbeda dengan meninggalkan maksiat, seseorang punya pilihan apakah ia mau melakukan maksiat atau meninggalkannya. Dan Dikatakan oleh para ulama bahwa amal kebaikan itu bisa dilakukan oleh siapa saja, orang baik dan orang buruk. Adapun meninggalkan maksiat maka tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang yang sungguh-sungguh baik. Menjauhi maksiat itu bertentangan dengan hawa nafsu dan ini berat sekali. [Uddatus Shabirin]

 

Dari kisah Nabi Yusuf, kita mengetahui dua jenis kesabaran. Kesabaran pertama yaitu sabar dari maksiat dan kedua yaitu sabar dalam menerima musibah. Sabar pertama yaitu sabarnya Nabi Yusuf dengan menolak ajakan zina dari wanita cantik istri Al-Aziz itu merupakan sabar yang tingkatannya lebih berat daripada sabar kedua, yaitu sabarnya  Nabi Yusuf saat ia dibuang ke dasar sumur, dijual sebagai budak, dijauhkan dari sang ayah tercinta. Mengapa demikian? Pada sabar kedua, Nabi Yusuf tidak punya pilihan lain selain sabar itu sendiri. Adapun sabar pertama maka Nabi yusuf itu memiliki pilihan antara menerima ajakan berzina atau menolak ajakan tersebut namun dengan risiko ia dipenjara.

 

Menolak ajakan berzina dan memilih bersabar menjauhi maksiat zina merupakan pilihan berat bagi Yusuf, bagaimana tidak? Yusuf saat itu memerangi nafsunya yang besar dimana saat itu ia masih muda dengan syahwat menggelora, ia juga masih bujangan dimana ia belum memiliki sarana untuk menyalurkan syahwatnya. Ia juga orang asing, dimana orang asing lebih bebas melakukan apa yang diinginkan tanpa harus malu dan sungkan kepada orang lain. Ia juga sebagai seorang budak saat itu, dimana perilakunya tentu tidak dibatasi oleh nama baik (Jaim) sebagaimana orang merdeka. Dan sisi lain, wanita yang menggodanya adalah wanita yang cantik, punya kedudukan yang tinggi sehingga jika seorang budak menuruti kemauan majikannya maka orang tidak akan mencelanya, dan saat itu keadaan aman tanpa ada saksi mata karena semua pintu telah terkunci rapat-rapat. Ditambah lagi keadaan dimana wanita itulah yang sangat menggebu-gebu birahi kepadanya serta adanya ancaman penjara dari wanita itu jika Yusuf tidak menurutinya. Dalam kondisi ini sangat mudah dan menguntungkan bagi Yusuf untuk menuruti wanita tersebut dan sebaliknya, menolak ajakannya akan mendatangkan berbagai macam risiko. Namun demikian Nabi Yusuf bersabar menolak ajakan maksiat tersebut dan iapun mengadu kepada Allah SWT :

رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ

"Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka (untuk berzina) . Dan jika tidak Engkau hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentulah aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)..." [QS Yusuf : 33]

 

Dalam kisah lainnya, Nabi SAW menyebutkan bahwa ada seorang lelaki berkata : Aku sangat-sangat menyukai putri pamanku. Suatu hari aku menginginkannya namun dia menolakku. Kemudian berlalu masa beberapa tahun hingga kemudian dia datang kepadaku (karena membutuhkan uang) lalu aku memberikan 120 dinar agar aku bisa bersenang-senang dengannya lalu dia setuju hiingga ketika aku sudah menguasainya tiba-tiba dia berkata;

لَا أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلَّا بِحَقِّهِ

Aku tidak mengalalkanmu untuk merusak keperawanan kecuali dengan cara yang benar (nikah).

Maka aku tidak jadi berzina dengannya. Lalu aku pergi meninggalkannya padahal dia adalah wanita yang paling aku cintai dan aku tinggalkan pula emas perhiasan yang aku berikan kepadanya. [HR Bukhari]

 

Maksiat itu identik dengan melampiaskan hawa nafsu, sedangkan dalam hadits utama di atas disebutkan : “Surga itu dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci sementara neraka itu dikelilingi oleh perkara-perkara yang disenangi”. [HR Muslim] Imam Nawawi berkata : Syahwat (perkara yang disenangi) yang mengelilingi neraka itu adalah syahwat yang diharamkan seperti Khamr, zina, melihat hal yang haram, Ghibah, dll. Adapun syahwat yang mubah maka tidak termasuk bagian tersebut akan tetapi dimakruhkan untuk memperbanyak karena ia akan menyeret seseorang kepada hal yang diharamkan atau menjadikan hatinya keras atau menyibukkannya dari ketaatan atau hal itu akan menjadikannya fokus untuk menghasilkan harta dunia demi mendapatkan syahwat mubah tersebut dll. [Syarah Muslim]

 

Dari beratnya sabar meninggalkan maksiat maka wajarlah pahalanya sangatlah besar. Sabar yang demikian akan mendapat balasan berupa naungan di hari kiamat. Nabi SAW bersabda ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan di hari tidak ada naungan melainkan naungan dari Nya. Salah satunya adalah :

وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ، وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّي أَخافُ اللَّه

Dan seseorang yang diajak (berzina) oleh wanita yang terpandang lagi cantik rupawan, namun ia berkata : Sungguh, Aku takut kepada Allah. [HR Bukhari]

Adapun hadits yang diriwayatkan dari sayyidina Ali KW yaitu “Sabar itu ada tiga macam, sabar atas musibah (300 derajat), sabar dalam menjalani ketaatan (600 derajat ) dan sabar dari (godaan) maksiat 900 derajat.” [HR  Ibn Abid Dunya] dinilai oleh Ibnul Jawzy sebagai hadits maudlu’. [Faidlul Qadir]

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk bersabar dalam menjauhi maksiat sehingga kita mendapatkan naungan di hari kiamat kelak.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Thursday, September 7, 2023

INDAHNYA HIDUP DENGAN SABAR

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Sa’ide Al-Khudry, Rasul SAW bersabda:

مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ

Barangsiapa yang berusaha untuk sabar maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada (diberi) kesabaran". ” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Suatu ketika ada beberapa orang Anshar meminta (sedekah) kepada Rasulullah SAW, maka Beliau memberi. Kemudian mereka meminta lagi, lalu Beliau memberi. Kemudian mereka meminta lagi lalu Beliau memberi lagi hingga habislah apa yang beliau miliki. Kemudian Beliau bersabda: "kebaikan (harta) yang ada padaku dari sekali-kali tidaklah aku akan meyembunyikannya dari kalian semua. Namun barangsiapa yang menahan (menjaga diri dari meminta-minta), maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang meminta kecukupan maka Allah akan mencukupkannya “ Lalu beliau meneruskan dengan sabda pada hadits utama di atas. [HR Bukhari]

 

Pada hadits utama di atas disebutkan “Barangsiapa yang berusaha untuk sabar maka Allah akan menjadikannya sabar”. Dan ini selaras dengan Firman Allah SWT :

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS At-Taghabun : 11]

Alqamah berkata : Seseorang yang sedang tertimpa musibah lalu ia mengetahui bahwa musibah itu dari Allah, maka ia ridlo dan menerima ketentuan takdir. [Shafwatat Tafasir]

 

Maksud dari “Allah menunjukkan hatinya” Dikatakan oleh Ibnu Abbas RA :

يَهْدِ قَلْبَهُ لِلْيَقِيْنِ حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَمَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَهُ

Allah menunjukkan hatinya kepada keyakinan sehingga ia tahu bahwa apa yang menimpanya tidak mungkin akan luput darinya apa yang luput darinya tidak akan mungkin menimpanya. [Shafwatat Tafasir]

 

Iman itu identik dengan sabar. Sayyidina Ali KW memberikan perumpamaan :

اَلصَّبْرُ مِنَ الْإِيْمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ وَلَا جَسَدَ لِمَنْ لَا رَأْسَ لَهُ وَلَا إِيْمَانَ لِمَنْ لَا صَبْرَ لَهُ.

Kedudukan Sabar dari iman itu seperti kedudukan kepala dari tubuh. Tiada tubuh bagi orang yang tak memiliki kepala dan tidak ada iman bagi orang yang tak memiliki kesabaran. [Ihya Ulumuddin]

 

Orang yang bersabar mereka mengetahui bahwa semua yang ada adalah milik Allah dan kapanpun Ia bisa mengambilnya dari kita. Allah SWT berfirman :

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepadanya kami akan kembali. [QS Al-Baqarah: 155–156].

 

Dan Rasul SAW bersabda :

 "Tidaklah seorang muslim yang tertimpa musibah, kemudian bersegera melaksanakan apa yang diperintahkan Allah yaitu mengucap :

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ عِنْدَكَ احْتَسَبْتُ مُصِيبَتِي فَأْجُرْنِي فِيهَا وَعَوِّضْنِي مِنْهَا

“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, di sisi-Mu aku rela dengan musibah yang menimpaku, maka berilah aku pahala dan gantilah dengan yang lebih baik darinya”

melainkan Allah pasti akan memberinya pahala dan menggantinya dengan yang lebih baik. [HR Ibnu Majah]

 

Orang yang bersabar mereka meyakini bahwa semuanya adalah titipan dan kapanpun yang punya akan mengambilnya titipan tersebut dari kita. Kesadaran inilah yang dimiliki Ummu Sulaim sehingga ia sabar menghadapi kematian anaknya. Ketika hendak menyampaikan kabar duka, Ummu sulaim memberikan makan malam, dan mengajak suami untuk memenuhi hajatnya. Setelah itu barulah ummu sulaim berkata :

أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ قَالَ لاَ. قَالَتْ فَاحْتَسِبِ ابْنَكَ

“Wahai Abu Thalhah, Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, bolehkah keluarga itu melarangnya?” Abu Thalhah menjawab, “Tidak boleh.” Ummu Sulaim, “Maka carilah pahala dari kematian puteramu.” [HR Muslim]

 

Sabar itu akan mendatangkan pahala yang besar. Suatu ketika Istri Fatah Al-Maushily terpeleset lalu terjatuh dan membuat kukunya patah namun ia malah tersenyum. Orang bertanya : Apakah kau tidak merasakan sakit? Maka ia menjawab :

إِنَّ لَذَّةَ ثَوَابِهِ أَزَالَتْ عَنْ قَلْبِي مَرَارَةَ وَجْعِهِ

Sungguh, nikmat dari pahalanya telah menghilangkan rasa sakitnya (kuku yang patah) dari hatiku. [Ihya Ulumuddin]

 

Sabar itu akan menggagalkan misi setan dalam satu musibah. Diriwayatkan bahwa Ibnu Umar ketika menguburkan anaknya yang wafat maka ia tersenyum sehingga membuat orang-orang bertanya-tanya. Ia menjawab :

أَرَدْتُ أَنْ أُرَغِّمَ الشَّيْطَانَ

Aku ingin membuat setan terhina. [I’anatut Thalibin]

 

Sabar itu menjadikan hidup itu indah. Hidup itu indah bukan karena semua keinginan seseorang itu tercapai, karena hal itu tidak mungkin terjadi namun ketika ia ditimpa sesuatu yang tidak disukai maka ia bersabar, menerima takdir Allah dan berbaik sangka kepada-Nya. Sayyidina Umar RA berkata “

وَجَدْنَا خَيْرَ عَيْشِنَا بِالصَّبْرِ

Kami menemukan indahnya hidup dengan bersabar. [HR Bukhari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk menerima semua ketetapan Allah dengan berbaik sangka dan bersabar sehingga kita bisa merasakan indahnya kehidupan yang kita jalani saat ini .

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Saturday, September 2, 2023

SMP (SETELAH MAKAN PULANG)

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Syuraih Al-Khuza’i, Rasul SAW bersabda:

لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقِيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ

Tidak halal bagi seorang muslim menetap di rumah saudaranya sehingga ia membuat pemilik rumah berdosa” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Memuliakan tamu merupakan cerminan kemuliaan dan keimanan seseorang. Nabi SAW bersabda : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya”[HR Muslim] Nabi Ibrahim adalah orang pertama yang menyuguhi tamu dengan makanan dan beliau digelari sebagai “Abud-Dlifan” (Bapaknya para tamu). Allah SWT berfirman : “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salam”. Ibrahim menjawab: “Salam (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal”.

فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ

“Maka Ibrahim pergi dengan cepat menemui istrinya, kemudian datang dengan membawa (daging) anak sapi yang gemuk. Lalu dihidangkannya kepada tamu-tamu tersebut. Ibrahim lalu berkata: “Silahkan anda makan”. [QS ad-Dzariyat: 24 – 27]

 

Dalam ayat tersebut dipahami bahwa Nabi Ibrahim selalu siap sedia makanan untuk tamu sehingga dengan cepat bisa memberikan hidangan untuk tamunya. Rasul SAW bersabda :

إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَزَالُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَتْ مَائِدَتُهُ مَوْضُوعَةً

Sesungguhnya para malaikat mendoakan salah seorang di antara kalian selama suguhan tamunya ditata diatas meja. [HR Thabrani]

 

Maka hendaknya seorang tuan rumah menyegerakan diri untuk memberikan hidangan kepada tamunya dan ini merupakan sunnah. Hatim Al-'Asham berkata:

اَلْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا فِي خَمْسَةٍ فَإِنَّهَا مِنْ سُنَّةِ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم

“Tergesa-gesa adalah berasal dari setan, kecuali dalam lima perkara, Maka itu termasuk sunnah Nabi SAW”.

yaitu; (1) Menyuguhkan makanan kepada tamu (2) Mengurus jenazah (3) Menikahkan gadis, (4) Melunasi hutang, dan (5) bertaubat dari dosa. [Ihya Ulumuddin]

 

Maka janganlah menunda lama mengeluarkan hidangan tamu jika sudah siap. Imam Ghazali menceritakan bahwa dahulu terdapat seseorang yang mengudang saudaranya untuk datang ke rumahnya namun ia tidak juga mengeluarkan makanan untuk tamunya. Pemilik rumah melarang tamunya pergi hingga sore hari, sehingga sang tamu merasa kelaparan hingga ia hampir stress.  Pemilik rumah hendak menghiburnya, Ia mengambil Alat musik “oud” (semacam gitar) dan ia berkata :

بِحَيَاتِي أَيُّ صَوْتٍ تَشْتَهِي أَنْ أُسْمِعَكَ؟

Demi hidupku, suara (lagu) apa yang ingin kau dengarkan?

Maka sang tamu menjawab : “Suara Gorengan”. [Ihya Ulumuddin]

 

Jika pemilik rumah dianjurkan untuk mempercepat dalam menghidangkan makanan kepada tamunya maka disisi lain tamu juga dianjurkan untuk segera bubar dari tempat hidangan setelah selesai menyantap hidangan tersebut. Hal ini sering diistilahkan dengan sebutan “SMP” yaitu kepanjangan dari “Setelah Makan Pulang”.  

 

Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah SAW menikah dengan Zainab binti Jahsy, beliau mengadakan pesta walimah dengan mengundang orang-orang dan mereka pun menikmati makanan yang dihidangkan. Setelah itu, mereka pun keluar pergi, kecuali beberapa orang saja. Mereka berlama-lama duduk di situ. Maka beliau beranjak dan keluar, lalu Anas bin Malik yang meriwayatkan hadits ini ikut keluar bersama beliau agar orang-orang itu juga ikut keluar. Kemudian beliau berjalan, dan Anas juga ikut berjalan hingga sampai di ambang pintu rumah Aisyah. Lalu Beliau mengira, bahwa mereka yang duduk tadi telah keluar, maka beliau kembali lagi dan Anas juga ikut kembali hingga beliau sampai di tempat Zainab, ternyata orang-orang itu masih ada di tempat semula dan belum beranjak pergi. Akhirnya Belkiau kembali lagi dan anas juga ikut kembali bersamanya, ketika sampai di ambang pintu Aisyah, beliau menduga bahwa mereka pasti sudah pergi, maka beliau kembali lagi dan disertai sahabat Anas, dan ternyata orang-orang itu telah pergi. Lalu turunlah ayat hijab yang diantaranya berbunyi :

فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ

Dan apabila kalian telah selesai makan maka keluarlah (pergilah) kalian tanpa asyik memperpanjang obrolan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi dan Nabi malu kepada kalian (untuk menyuruh kalian keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. [QS Al-Ahzab : 53]

 

Sebagai tamu, hendaklah seseorang tidak merepotkan tuan rumah dengan berlama-lama menginap. Nabi SAW bersabda dalam hadits utama di atas : “Tidak halal bagi seorang muslim menetap di rumah saudaranya sehingga ia membuatnya berdosa”.

Para sahabat bertanya: “Wahai, Rasulullah! Bagaimana ia membuatnya berdosa?” Nabi SAW menjawab:

يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَ لَا شَيْءَ لَهُ يَقْرِيْهِ بِهِ

“Ia (tamu tersebut) menetap padanya, hingga tuan rumah tidak mempunyai sesuatu untuk disuguhkan kepadanya” [HR Muslim]

 

Tamu yang berlama-lama akan menyebabkan pemilik rumah melakukan dosa, juga disebabkan hal lain. Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Pemilik rumah menjadi berdosa dengan menggunjing tamunya karena lamanya ia bertamu (menginap), atau ia menyakiti tamunya, atau ia berprasangka buruk pada tamunya. Hal ini berlaku jika lamanya tamu menetap itu bukan permintaan tuan rumahnya. Jika tuan rumah yang menghendaki maka hal itu tidaklah dimakruhkan. [Fathul Bari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk memuliakan tamu sesuai dengan kemampuan dan bijaksana ketika menjadi tamu dengan tidak berlama-lama dan menyulitkan pemilik rumah.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]


Friday, September 1, 2023

MANFAAT NASAB

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda:

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Barangsiapa yang lamban amalnya, maka nasabnya tidak bisa mengejarnya” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Nasab merupakan suatu kelebihan yang banyak dicari orang sehingga ia menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam mencari pasangan. Tidak hanya sekarang, tapi sejak dulu kala sehingga Rasul SAW sejak 14 abad silam bersabda : Li maliha (karena hartanya), Li hasabiha (karena nasabnya), Li jamaliha (karena parasnya), dan Li diniha (karena agamanya). [HR Bukhari]

 

Nasab atau keturunan yang dimaksud di sini adalah nasab yang mulia. Menjelaskan hal ini, Imam Ghazali berkata :

وَشَرَفُ النَّسَبِ مِنْ ثَلَاثِ جِهَاتٍ جِهَةِ النُّبُوَّةِ وَجِهَةِ الْعِلْمِ وَجِهَةِ الصَّلَاحِ الْمَشْهُورِ وَلَا عِبْرَةَ بِالْاِنْتِسَابِ إِلَى عُظَمَاءِ الدُّنْيَا وَالظَّلَمَةِ

Kemuliaan nasab itu ditinjau dari 3 sisi. Pertama, sisi nasab kenabian (Nasab sampai kepada Rasulullah SAW). Kedua, Sisi Keilmuan (nasab kepada para ulama). Ketiga, Sisi ke-shalihan yang masyhur (nasab kepada orang-orang shalih yang terkenal).  Adapun Nasab kepada para pembesar dunia dan para penguasa yang dhalim maka itu tidak diakui (meskipun sering kali dibanggakan). [Asnal Mathalib]

 

Banyak orang mencari nasab karena nasab diyakini bisa memperbaiki nasib. Nasab bisa mendatangkan hal-hal positif sebagaimana sabda Rasul SAW :

تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ

"Pelajarilah nasab kalian, sesuatu yang dapat membantu kalian untuk menyambung tali persaudaraan. Karena menyambung persaudaraan dapat menambah kasih sayang dalam keluarga, menambah harta dan dapat menambah usia. [HR Turmudzi]

 

Nasab mulia merupakan satu kehormatan sehingga karenanya seseorang bisa terhindar dari kejelekan orang lain. Hal ini sebagaimana dialami oleh Nabi Syu’aib AS. Kaumnya berkata :

وَلَوْلَا رَهْطُكَ لَرَجَمْنَاكَ وَمَا أَنْتَ عَلَيْنَا بِعَزِيزٍ

“... Kalaulah bukan karena (kemuliaan) keluarga besarmu tentulah kami telah melempari-mu dengan batu, dan kau bukanlah orang mulia di hadapan kami." [QS Hud : 91]

 

Namun demikian, Rasul melarang kita untuk membangga-banggakan nasab. Beliau bersabda :

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالْآبَاءِ إِنَّمَا هُوَ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ النَّاسُ كُلُّهُمْ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ

Sungguh Allah telah menghilangkan kesombongan dan kebanggaan Jahiliyah terhadap nenek moyang. Sungguh seseorang itu ada yang beriman dan bertakwa, dan ada yang berdosa dan celaka. Mereka semua adalah sama-sama keturunan Adam dan Adam diciptakan dari tanah.” [HR Tirmidzi].

 

Al-Khatthabi menjelaskan : “Manusia itu terdiri dari 2 golongan. (1) Golongan orang yang beriman dan bertakwa maka ia adalah golongan terbaik dan utama meskipun ia tidak memiliki nasab mulia dalam kaumnya dan (2) golongan pendosa dan celaka maka ia adalah golongan yang hina meskipun ia memiliki nasab yang mulia dan tinggi. [Aunul Ma’bud]

 

Dan Rasul SAW telah memberikan teladan. Beliau adalah pemilik nasab mulia bahkan beliaulah sumber segala nasab yang luhur karena beliau adalah manusia terbaik di muka bumi namun beliau tidak menyombongkan diri dengan status tersebut. Beliau bersabda :

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرَ

Aku adalah pimpinan anak Adam dan aku tidaklah sombong (dengan ucapan tersebut). [Ibnu Majah]

 

Allah swt menyuruh beliau agar memperingatkan orang-orang terdekat dengan nasab beliau agar tidak mencukupkan diri dengan nasab yang mulia. Allah SWT berfirman :

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat [QS Asy-Syu’ara’ : 124]

 

Maka beliaupun memberikan peringatan tersebut. Beliau bersabda : “Wahai orang Quraisy ..., Wahai Bani ‘Abdi Manaf ..., Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul Muthollib ..., Wahai Shafiyah bibi Rasulullah, selamatkanlah diri kalian sendiri karena aku tidak dapat menolong kalian sedikit pun dari (adzab) Allah. Wahai Fatimah puteri Muhammad, mintalah padaku apa yang engkau mau dari hartaku, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah.” [HR Bukhari].

 

Imam Nawawi berkata :

فَيَنْبَغِي أَلَّا يَتَّكِلَ عَلَى شَرَفِ النَّسَبِ وَفَضِيْلَةِ الْآباَءِ وَيُقَصِّرُ فِي الْعَمَلِ

Maka hendaknya seseorang tidak mengandalkan kemuliaan nasab dan keutamaan nenek moyangnya namun ia sembrono dalam beramal. [Syarah Muslim]

 

Imam Ghazali memberikan analoginya, beliau berkata :

مَنْ ظَنَّ أَنَّهُ يَنْجُو بِتَقْوَى أَبِيهِ كَمَنْ ظَنَّ أَنَّهُ يَشْبَعُ بِأَكْلِ أَبِيهِ، وَيَرْوَى بِشُرْبِ أَبِيهِ، وَيَصِيرُ عَالِمًا بِعِلْمِ أَبِيهِ، وَيَصِلُ إِلَى الْكَعْبَةِ وَيَرَاهَا بِمَشْيِ أَبِيهِ.

Barang siapa yang menyangka bahwa ia akan selamat karena ketaqwaan ayahnya maka sama halnya ia menyangka akan menjadi kenyang sebab ayahnya makan, merasakan segarnya badan sebab ayahnya minum, menjadi alim sebab ilmu yang dimiliki ayahnya, dan mencapai ka’bah serta melihatnya langsung sebab ayahnya pergi kesana. [Ihya Ulumuddin]

 

Maka nasab mulia tidak akan berguna jika seseorang tidak beramal shalih sendiri. Lihatlah, tatkala Nabi Nuh (sang ayah) ingin menyelamatkan anaknya (Kan’an) dan iapun menagih janji kepada Allah yang akan menyelamatkan keluarganya. Nabi Nuh berkata :

رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ

"Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janjimu adalah benar ... " [QS Hud : 45]

Lalu Allah SWT menjawab :

يَانُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ

"Hai Nuh, sesungguhnya dia (kan’an) bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. [QS Hud : 46]

 

Maka nasab yang mulia akan sia-sia jika seseorang tidak beramal shalih, sebagaimana hadits utama di atas. Penyair dalam bahar mutaqarib berkata :

وَمَا يَنْفَعُ الْأَصْلُ مِنْ هَاشِمٍ * إِذَا كَانَتِ النَّفْسُ مِنْ بَاهِلَةْ

Percuma punya nenek moyang dari Bani Hasyim jika (kelakuan) dirinya dari Bani Bahilah (Nama Qabilah yang terkenal paling jelek di kalangan Arab) [Tafsir Ruhul Ma’any]

 

Namun jika seseorang yang bernasab mulia dan ia juga beramal shalih maka nasabnya akan menjadi sarana untuk mendapatkan derajat yang lebih tinggi. Ibnu Abbas RA berkata :

إِنَّ اللهَ لَيَرْفَعُ ذُرِّيَّةَ الْمُؤْمِنِ فِي دَرَجَتِهِ، وَإِنْ كاَنُوا دُوْنَهُ فِي الْعَمَلِ، لِتَقِرَّ بِهِمْ عَيْنُهُ

Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat keturunan dari seorang mukmin kepada derajatnya (yang lebih tinggi) meskipun keturunannya itu memiliki amal yang lebih sedikit atau rendah. Hal ini supaya ia bahagia dengan berkumpul bersama anak cucunya. [Tafsir Ibni Katsir]

Lantas ia membaca (ayat yang menjadi dasar perkataannya) yaitu :

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka ... [QS At-Thur : 21]

 

Jadi nasab yang mulia akan menambah kemuliaan bagi orang yang berprilaku mulia. Maka dari itu Nabi SAW memuji Nabi Yusuf secara khusus dengan sabdaNya :

الْكَرِيمُ ابْنُ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمْ السَّلَام

Yang mulia, putra Yang mulia, putra Yang mulia, putra Yang mulia, Yakni Yusuf putra Nabi Ya’kub, putra Ishaq, putra Ibrahim Alayhimus Salam. [HR Bukhari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk tidak membangga-banggakan nasab yang mulia, karena yang menjadikan mulia seseorang di sisi Allah adalah ketaqwaannya.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]