Friday, September 1, 2023

MANFAAT NASAB

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda:

وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

“Barangsiapa yang lamban amalnya, maka nasabnya tidak bisa mengejarnya” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Nasab merupakan suatu kelebihan yang banyak dicari orang sehingga ia menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam mencari pasangan. Tidak hanya sekarang, tapi sejak dulu kala sehingga Rasul SAW sejak 14 abad silam bersabda : Li maliha (karena hartanya), Li hasabiha (karena nasabnya), Li jamaliha (karena parasnya), dan Li diniha (karena agamanya). [HR Bukhari]

 

Nasab atau keturunan yang dimaksud di sini adalah nasab yang mulia. Menjelaskan hal ini, Imam Ghazali berkata :

وَشَرَفُ النَّسَبِ مِنْ ثَلَاثِ جِهَاتٍ جِهَةِ النُّبُوَّةِ وَجِهَةِ الْعِلْمِ وَجِهَةِ الصَّلَاحِ الْمَشْهُورِ وَلَا عِبْرَةَ بِالْاِنْتِسَابِ إِلَى عُظَمَاءِ الدُّنْيَا وَالظَّلَمَةِ

Kemuliaan nasab itu ditinjau dari 3 sisi. Pertama, sisi nasab kenabian (Nasab sampai kepada Rasulullah SAW). Kedua, Sisi Keilmuan (nasab kepada para ulama). Ketiga, Sisi ke-shalihan yang masyhur (nasab kepada orang-orang shalih yang terkenal).  Adapun Nasab kepada para pembesar dunia dan para penguasa yang dhalim maka itu tidak diakui (meskipun sering kali dibanggakan). [Asnal Mathalib]

 

Banyak orang mencari nasab karena nasab diyakini bisa memperbaiki nasib. Nasab bisa mendatangkan hal-hal positif sebagaimana sabda Rasul SAW :

تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ

"Pelajarilah nasab kalian, sesuatu yang dapat membantu kalian untuk menyambung tali persaudaraan. Karena menyambung persaudaraan dapat menambah kasih sayang dalam keluarga, menambah harta dan dapat menambah usia. [HR Turmudzi]

 

Nasab mulia merupakan satu kehormatan sehingga karenanya seseorang bisa terhindar dari kejelekan orang lain. Hal ini sebagaimana dialami oleh Nabi Syu’aib AS. Kaumnya berkata :

وَلَوْلَا رَهْطُكَ لَرَجَمْنَاكَ وَمَا أَنْتَ عَلَيْنَا بِعَزِيزٍ

“... Kalaulah bukan karena (kemuliaan) keluarga besarmu tentulah kami telah melempari-mu dengan batu, dan kau bukanlah orang mulia di hadapan kami." [QS Hud : 91]

 

Namun demikian, Rasul melarang kita untuk membangga-banggakan nasab. Beliau bersabda :

إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَذْهَبَ عَنْكُمْ عُبِّيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَفَخْرَهَا بِالْآبَاءِ إِنَّمَا هُوَ مُؤْمِنٌ تَقِيٌّ وَفَاجِرٌ شَقِيٌّ النَّاسُ كُلُّهُمْ بَنُو آدَمَ وَآدَمُ خُلِقَ مِنْ تُرَابٍ

Sungguh Allah telah menghilangkan kesombongan dan kebanggaan Jahiliyah terhadap nenek moyang. Sungguh seseorang itu ada yang beriman dan bertakwa, dan ada yang berdosa dan celaka. Mereka semua adalah sama-sama keturunan Adam dan Adam diciptakan dari tanah.” [HR Tirmidzi].

 

Al-Khatthabi menjelaskan : “Manusia itu terdiri dari 2 golongan. (1) Golongan orang yang beriman dan bertakwa maka ia adalah golongan terbaik dan utama meskipun ia tidak memiliki nasab mulia dalam kaumnya dan (2) golongan pendosa dan celaka maka ia adalah golongan yang hina meskipun ia memiliki nasab yang mulia dan tinggi. [Aunul Ma’bud]

 

Dan Rasul SAW telah memberikan teladan. Beliau adalah pemilik nasab mulia bahkan beliaulah sumber segala nasab yang luhur karena beliau adalah manusia terbaik di muka bumi namun beliau tidak menyombongkan diri dengan status tersebut. Beliau bersabda :

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرَ

Aku adalah pimpinan anak Adam dan aku tidaklah sombong (dengan ucapan tersebut). [Ibnu Majah]

 

Allah swt menyuruh beliau agar memperingatkan orang-orang terdekat dengan nasab beliau agar tidak mencukupkan diri dengan nasab yang mulia. Allah SWT berfirman :

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat [QS Asy-Syu’ara’ : 124]

 

Maka beliaupun memberikan peringatan tersebut. Beliau bersabda : “Wahai orang Quraisy ..., Wahai Bani ‘Abdi Manaf ..., Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul Muthollib ..., Wahai Shafiyah bibi Rasulullah, selamatkanlah diri kalian sendiri karena aku tidak dapat menolong kalian sedikit pun dari (adzab) Allah. Wahai Fatimah puteri Muhammad, mintalah padaku apa yang engkau mau dari hartaku, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah.” [HR Bukhari].

 

Imam Nawawi berkata :

فَيَنْبَغِي أَلَّا يَتَّكِلَ عَلَى شَرَفِ النَّسَبِ وَفَضِيْلَةِ الْآباَءِ وَيُقَصِّرُ فِي الْعَمَلِ

Maka hendaknya seseorang tidak mengandalkan kemuliaan nasab dan keutamaan nenek moyangnya namun ia sembrono dalam beramal. [Syarah Muslim]

 

Imam Ghazali memberikan analoginya, beliau berkata :

مَنْ ظَنَّ أَنَّهُ يَنْجُو بِتَقْوَى أَبِيهِ كَمَنْ ظَنَّ أَنَّهُ يَشْبَعُ بِأَكْلِ أَبِيهِ، وَيَرْوَى بِشُرْبِ أَبِيهِ، وَيَصِيرُ عَالِمًا بِعِلْمِ أَبِيهِ، وَيَصِلُ إِلَى الْكَعْبَةِ وَيَرَاهَا بِمَشْيِ أَبِيهِ.

Barang siapa yang menyangka bahwa ia akan selamat karena ketaqwaan ayahnya maka sama halnya ia menyangka akan menjadi kenyang sebab ayahnya makan, merasakan segarnya badan sebab ayahnya minum, menjadi alim sebab ilmu yang dimiliki ayahnya, dan mencapai ka’bah serta melihatnya langsung sebab ayahnya pergi kesana. [Ihya Ulumuddin]

 

Maka nasab mulia tidak akan berguna jika seseorang tidak beramal shalih sendiri. Lihatlah, tatkala Nabi Nuh (sang ayah) ingin menyelamatkan anaknya (Kan’an) dan iapun menagih janji kepada Allah yang akan menyelamatkan keluarganya. Nabi Nuh berkata :

رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ

"Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janjimu adalah benar ... " [QS Hud : 45]

Lalu Allah SWT menjawab :

يَانُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ

"Hai Nuh, sesungguhnya dia (kan’an) bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. [QS Hud : 46]

 

Maka nasab yang mulia akan sia-sia jika seseorang tidak beramal shalih, sebagaimana hadits utama di atas. Penyair dalam bahar mutaqarib berkata :

وَمَا يَنْفَعُ الْأَصْلُ مِنْ هَاشِمٍ * إِذَا كَانَتِ النَّفْسُ مِنْ بَاهِلَةْ

Percuma punya nenek moyang dari Bani Hasyim jika (kelakuan) dirinya dari Bani Bahilah (Nama Qabilah yang terkenal paling jelek di kalangan Arab) [Tafsir Ruhul Ma’any]

 

Namun jika seseorang yang bernasab mulia dan ia juga beramal shalih maka nasabnya akan menjadi sarana untuk mendapatkan derajat yang lebih tinggi. Ibnu Abbas RA berkata :

إِنَّ اللهَ لَيَرْفَعُ ذُرِّيَّةَ الْمُؤْمِنِ فِي دَرَجَتِهِ، وَإِنْ كاَنُوا دُوْنَهُ فِي الْعَمَلِ، لِتَقِرَّ بِهِمْ عَيْنُهُ

Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat keturunan dari seorang mukmin kepada derajatnya (yang lebih tinggi) meskipun keturunannya itu memiliki amal yang lebih sedikit atau rendah. Hal ini supaya ia bahagia dengan berkumpul bersama anak cucunya. [Tafsir Ibni Katsir]

Lantas ia membaca (ayat yang menjadi dasar perkataannya) yaitu :

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka ... [QS At-Thur : 21]

 

Jadi nasab yang mulia akan menambah kemuliaan bagi orang yang berprilaku mulia. Maka dari itu Nabi SAW memuji Nabi Yusuf secara khusus dengan sabdaNya :

الْكَرِيمُ ابْنُ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمْ السَّلَام

Yang mulia, putra Yang mulia, putra Yang mulia, putra Yang mulia, Yakni Yusuf putra Nabi Ya’kub, putra Ishaq, putra Ibrahim Alayhimus Salam. [HR Bukhari]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka fikiran kita untuk tidak membangga-banggakan nasab yang mulia, karena yang menjadikan mulia seseorang di sisi Allah adalah ketaqwaannya.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment