ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari
Jundab RA bahwa Rasul SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ
إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala menjadikan aku sebagai khalil seperti Ia menjadikan Ibrahim
sebagai Khalil.” [HR. Muslim]
Catatan Alvers
Beredar video
dimana penceramah membahas tentang kekhususan gelar “Habib.” Ia berkata : Nabi
Muhammad SAW punya gelar khusus, ini saya tidak nyindir, makanya dengarkan
dengan serius. Satu-satunya gelar yang tidak boleh dipakai siapa saja namun
khusus untuk nabi dan itu gelar pemberian dari Allah yaitu gelar Habib.
Muhammadun Habibullah. Maka dalam Maulid Diba’ disebutkan : Ya Nabi Salam
Alaika, Ya Rasul Salam Alaika, Ya Habib Salam Alaika, Shalawatullah Alaika.
Yang dimaksud habib disitu siapa? Nabi Muhammad. Jadi Habib itu gelar khusus
untuk beliau. Nabi yang lain gak ada yang berani pakai gelar habib. Nabi Ibrahim gelarnya Khalilullah, Nabi Isa
gelarnya Ruhullah, Nabi Musa gelarnya Kalamullah. Namun sekarang ada yang berani pakai gelar
habib. [klik]
https://youtu.be/zCNeYIramzA?si=9ZmV2sJg3N28VN1N
Apakah benar Rasul
SAW bergelar habibullah? Tatkala para sahabat nabi membahas tentang gelar-gelar
para nabi dan keutamaan mereka maka Rasul SAW bersabda : Sesungguhnya Ibrahim
adalah Khalilullah dan memang demikian, Musa adalah najiyullah dan memang
demikian, Isa adalah Ruhullah wa kalimatuh dan memang demikian, Adam dipilih
oleh Allah (menjadi manusia pertama, Shafiyullah) dan memang demikian.
أَلَا وَأَنَا حَبِيبُ اللَّهِ وَلَا فَخْرَ
Dan ketahuilah,
Aku adalah Habibullah, dan tiada kesombongan. [HR Turmudzi]
Sahabat juga
memberi gelar demikian. Diriwayatkan dari Masruq bahwa kalau ia meriwayatkan
hadits dari Aisyah maka ia berkata :
حَدَّثَتْنِي الْمُبَرَّأَةُ الصِّدِّيقَةُ بنتُ الصِّدِّيقِ،
حَبِيبَةُ حَبِيبِ اللَّهِ
Telah bercerita
kepadaku wanita yang namanya dibersihkan oleh Allah dari tuduhan keji, wanita
yang sungguh-sungguh imannya, putri dari (Abu Bakar RA) lelaki yang sungguh-sungguh
imannya, wanita yang menjadi kekasih dari (Nabi SAW) kekasih Allah. [HR
Thabrani]
Perlu diketahui
bahwa hadits- hadits yang menyebutkan bahwa Nabi SAW bergelar habibullah adalah
berstatus dlaif (lemah) namun demikian hadits seperti itu boleh digunakan untuk
masalah keutamaan (Fadlailul A’mal). Oleh karena itu Imam Nawawi menyebutkan
gelar Habiballah dalam doa ziarah ke makam Rasul SAW yaitu :
السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا حَبِيبَ اللهِ.
Salam sejahtera
atasmu, wahai “Habiballah” (kekasih Allah). [Al-Adzkar]
Imam ghazali juga
menyematkan gelar Habibullah. Ia berkata :
وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَبِيبَ اللهِ وَخَلِيلَهُ.
Dan beliau SAW
adalah “Habiballah” (kekasih Allah) dan khalilullah. [Ihya Ulumuddin]
Kalau mengikuti
hadits yang shahih maka gelar beliau adalah “Khalilullah” (kekasih Allah).
Sebagaimana dalam hadits utama, Rasul SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah Ta’ala
menjadikan aku sebagai khalil-Nya seperti Ia menjadikan Ibrahim sebagai
Khalil-Nya” [HR Muslim]
Jika dua gelar
tersebut sama-sama bermakna kekasih Allah, lantas mana yang lebih tinggi? Imam
Nawawi berkata : “Qadli Iyadl berkata : Sebagian ulama berpendapat keduanya
sama saja maknanya, tiada ḥabīb melainkan ia khalīl dan sebaliknya. Ada yang
mengatakan: Ḥabīb itu lebih tinggi, karena itu adalah gelar untuk Nabi kita
SAW. Dan ada yang berkata: Khalīl itu lebih tinggi.
وَقَدْ ثَبَتَتْ خُلَّةُ نَبِيِّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِلَّهِ تَعَالَى بِهَذَا الْحَدِيثِ، وَنَفَى أَنْ يَكُونَ لَهُ
خَلِيلٌ غَيْرُهُ، وَأَثْبَتَ مَحَبَّتَهُ لِـخَدِيجَةَ وَعَائِشَةَ وَأَبِيهَا ،
وَأُسَامَة وَأَبِيهِ ، وَفَاطِمَة وَابْنَيْهَا ، وَغَيْرهمْ
Dan sungguh telah
tetap kecintaan Nabi kita SAW kepada Allah Ta’ala (khalilullah) berdasarkan
hadits (shahih) ini, dan beliau menafikan bahwa beliau punya khalil selain
Allah,
serta menetapkan
cintanya (Hubb, Habib) kepada Khadījah, Aisyah dan Ayahnya, Usamah dan ayahnya,
Fathimah dan kedua putranya dan lainnya. [Syarah Muslim]
Senada dengan itu,
Ibnu Qayyim berkata : orang yang tidak punya ilmu menyangka bahwa Habib itu
lebih utama daripada Khalil... Ini adalah bathil dari beberapa segi. [Raudlatul
Muhibbin] Lantas, Bagaimana dengan statement muballigh di atas yang melarang
gelar habib dipakai untuk selain Nabi SAW, apa itu benar? Menurut pendapat
pribadi saya, hal itu tidak benar. Karena (1) Saya belum menemukan dalam
kitab-kitab yang valid pernyataan ulama yang melarang penggunaan gelar habib
kepada orang selain Nabi SAW. bahkan sebaliknya, dalam satu hadits dinyatakan :
اَلتَّائِبُ حَبِيْبُ اللهِ
Orang yang
bertaubat dia adalah habibullah. [Ihya Ulumuddin]
dan Sahl bin
abdillah at-Tustari berkata :
لَيْسَ مَنْ عَمِلَ بِطَاعَةِ اللهِ صَارَ حَبِيبَ اللهِ، وَلَكِنْ
مَنِ اجْتَنَبَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ صَارَ حَبِيبَ اللهِ.
"Bukanlah
orang yang mengerjakan ketaatan kepada Allah otomatis menjadi kekasih Allah,
tetapi orang yang
menjauhi apa yang Allah larang, dialah yang menjadi “Habibullah” (kekasih
Allah)." [Hilyatul Awliya']
(2) pelarangan
tersebut berdasar kepada pendapat yang mengatakan bahwa gelar habibullah itu
menjadi kekhususan untuk Nabi Muhammad SAW karena itu lebih tinggi daripada
khalilullah, dan ternyata pendapat yang demikian itu hujjahnya lemah
sebagaimana keterangan di atas, (3) gelar Habibullah itu didasarkan pada hadist
dlaif yang hanya bisa dipakai dalam ruang lingkup keutamaan dan tidak bisa
dipakai untuk menetapkan hukum haram atas pemakaian gelar habib untuk selain
Nabi SAW. (4) Gelar “habib” (kekasih) tanpa idlafah itu tidak serta merta
merujuk kepada “Habibullah” (kekasih Allah) namun juga bisa lainnya seperti
Habiby (kekasihku) seperti perkataan Malaikat Jibril kepada Nabi SAW : “Ya
Habibi” (Wahai kekasihku), apa yang engkau tanyakan kepadaku? [HR Thabrani] Demikian
pula Abud Darda’, Ia berkata : Aku telah diwasiati oleh “habibi” (kekasihku).
[HR Muslim]
Pengertian lain
adalah seperti perkataan Sahl bin Abdillah at-Tustari ketika memanggil
seseorang : “Wahai Habib”. Lalu ada orang yang memprotesnya dan berkata :
“Kenapa engkau panggil dia habib (kekasih) padahal ia belum tentu kekasih
(Allah).” Sahl berbisik kepadanya :
لَا يَخْلُو: إِمَّا أَنْ يَكُونَ مُؤْمِنًا أَوْ مُنَافِقًا، فَإِنْ
كَانَ مُؤْمِنًا فَهُوَ حَبِيبُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَإِنْ كَانَ مُنَافِقًا
فَهُوَ حَبِيبُ إِبْلِيسَ.
“Orang itu tidak
terlepas dari dua kemungkinan: ia mukmin, atau munafik. Jika ia mukmin maka ia
adalah Habibullah ‘azza wa jalla dan jika ia munafik maka ia adalah Habibu
Iblis”.[Ihya Ulumudin]
(5) Gelar habib
yang biasa disematkan kepada keturunan Nabi itu bukan kepanjangan dari
Habibullah, tapi habib (kekasih saja) saja atau habibana (kekasih kami). Hal
ini karena dianjurkan untuk mencintai mereka. Dalam disebutkan :
أَحِبُّونِي لِحُبِّ اللَّهِ ، وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي لِحُبِّي
Cintailah aku
karena cinta (mu) kepada Allah dan cintailah Ahli Baitku karena cinta (mu) kepadaku.
[HR Al-Hakim]
Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk mempelajari ajaran agama dari sumber
yang benar dan tidak mudah terprovokasi dengan tayangan- tayangan di medsos yang
tidak berdasar.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka
sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment