إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Wednesday, June 25, 2025

PENETAPAN HIJRIYAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d RA, ia berkata :

مَا عَدُّوا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ

Para sahabat tidak menetapkan perhitungan kalender dari tahun diutusnya Nabi SAW, tidak juga dari wafatnya beliau akan tetapi para sahabat menetapkan perhitungan kalender dari masa kedatangan beliau ke madinah [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Sesaat lagi kita akan memasuki tahun baru hijriyah namun banyak orang tidak mengetahui bahwa tahun baru hijriyah tidak ada di zaman Nabi SAW sehingga Nabi tidak melakukan ritual apapun terkait dengan tahun baru hijriyah. Jika ada keterangan bahwa nabi pernah melakukan ini dan itu di awal tahun maka tentu keterangan tersebut patut disangsikan kebenarannya. Tahun baru hijriyah baru ada dan di susun di zaman Khalifah Umar RA.

 

Berikut ini saya uraikan keterangan kitab Fathul bari karya Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Seorang imam muhaqqiq yang mumpuni yang berasal dari kota Asqalan atau ashkelon yang sekarang diduduki oleh Israel. Tiada syarah kitab Bukhari yang lebih baik dari pada karyanya, kitab Fathul bari. Ketika Imam As-Syawkani diminta membuat syarah dari kitab bukhari maka ia enggan dan memberikan alasan dengan berkata :

لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ

Tidak patut pindah (ke kitab syarah bukhari yang lain) setelah adanya kitab Fathul Bari. [Abjadul Ulum]

 

Dalam kitab shahihnya, Imam bukhari menulis bab yang berjudul :

بَاب التَّارِيخِ مِنْ أَيْنَ أَرَّخُوا التَّارِيخَ

Bab Penanggalan: Dari Mana Para sahabat Memulai Penanggalan?

Lantas beliau menceritakan bahwa para sahabat mengambil dasar penanggalan hijriyah dari firman Allah Ta‘ala:

لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ

"Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama..." [QS At-Taubah : 108]

Telah maklum bahwasannya “Awwal Yaum” itu bukanlah hari pertama secara mutlak, sehingga harus ditafsirkan sebagai hari pertama dari sesuatu yang tersirat, yaitu hari pertama Islam menjadi kuat, Nabi SAW dapat menyembah Tuhannya dengan aman, dan permulaan pembangunan masjid. Dan para sahabat sepakat untuk menjadikan hari tersebut menjadi permulaan penanggalan.

 

Maka dari tindakan mereka tersebut, kita bisa memahami bahwa maksud firman Allah "sejak hari pertama" adalah hari pertama penanggalan Islam, demikian katanya.

Yang lebih tampak secara makna, maksudnya adalah hari ketika Nabi SAW dan para sahabat memasuki Madinah, Wallahu A’lam. [Fathul Bari]

 

Sebagaimana hadits utama di atas, Sahl bin Sa’d berkata : “Para sahabat tidak menetapkan perhitungan kalender dari tahun diutusnya Nabi SAW, tidak juga dari wafatnya beliau akan tetapi para sahabat menetapkan perhitungan kalender dari masa kedatangan beliau ke madinah.” [HR Bukhari]

 

Pada keterangan “dari masa kedatangan beliau”, yang dimaksud adalah “masa kedatangan beliau”, bukan “bulan kedatangannya” (yaitu bulan Rabiul Awal), karena penanggalan baru dimulai dari awal tahun (bukan pertengahan tahun). Para sahabat mengundurkan penanggalan (Bulan ke 1 dari kalender hijriyah) dari Rabi‘ul Awwal ke bulan Muharram, karena niat hijrah itu telah dimulai di bulan Muharram. Bai‘at Aqabah (yang menjadi awal hijrah) terjadi pada pertengahan Dzulhijjah, dan awal bulan yang terlihat setelah bai‘at itu adalah bulan Muharram, maka pantaslah jika dijadikan awal penghitungan tahun. Dan ini adalah sebab paling kuat mengapa penanggalan dimulai dari bulan Muharram. [Fathul Bari]

 

Al-Hakim meriwayatkan dari Sa‘id bin al-Musayyib, ia berkata: "Umar mengumpulkan orang-orang dan bertanya tentang hari pertama untuk menulis penanggalan. Maka Ali berkata:

مِنْ يَوْمَ هَاجَرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَتَرَكَ أَرْضَ الشِّرْكِ

"Dari hari Rasulullah SAW hijrah dan meninggalkan tanah kesyirikan".

Maka Umar pun menyetujuinya." [Fathul Bari]

Ibn Abi Khaymah meriwayatkan dari jalur Ibnu Sirin, ia berkata:

"Seorang lelaki datang dari Yaman dan berkata: Aku melihat di sana sesuatu yang mereka sebut 'penanggalan', mereka menulisnya: tahun sekian, bulan sekian. Maka Umar berkata:

هَذَا حَسَنٌ، فَأَرِّخُوا.

Ini bagus. Mari kita tetapkan penanggalan!"

 

Ketika mereka sudah sepakat untuk membuat penanggalan maka ada yang mengusulkan (tahun ke 1) : “Mulailah dari (tahun) kelahiran Nabi,” yang lain : “dari (tahun) beliau diangkat menjadi nabi,” yang lain lagi : “dari (tahun) saat beliau hijrah,” dan ada juga yang berkata: “dari (tahun) wafatnya Nabi.” Maka Umar berkata:

أَرِّخُوا مِنْ خُرُوجِهِ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ.

"Mulailah penanggalan dari saat beliau keluar dari Makkah menuju Madinah."

Kemudian Umar bertanya: "Dari bulan apa kita mulai?" Ada yang menjawab: “Rajab,” yang lain berkata: “Ramadhan.” Lalu Utsman berkata:

أَرِّخُوا الْمُحَرَّمَ، فَإِنَّهُ شَهْرٌ حَرَامٌ، وَهُوَ أَوَّلُ السَّنَةِ، وَمُنْصَرَفُ النَّاسِ مِنَ الْحَجِّ

"Mulailah dari bulan Muharram, karena itu bulan mulia, awal tahun, dan orang-orang telah kembali dari haji." [Fathul Bari]

 

Seorang tabiin, Ibnu Sirin (33 – 110 H) berkata :

وَكَانَ ذَلِكَ سَنَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ فِي رَبِيعِ الأَوَّلِ

“Peristiwa (penetapan kalender hijriyah) ini terjadi pada tahun ke-17 Hijriyah, pada bulan Rabi‘ul Awwal”.

Dari seluruh riwayat ini, kita mengetahui bahwa yang menunjuk bulan Muharram sebagai awal penanggalan adalah: Umar, Utsman, dan Ali, semoga Allah meridhai mereka semua. [Fathul Bari]

 

Jadi demikianlah bahwa perhitungan tahun ke 1, 2, 3 Hijriyah dst, dan perhitungan bulan ke 1, 2, 3 dst, itu baru ada di zaman Sayyidina Umar RA namun perhitungan tanggal 1, 2, 3 dst dan nama bulan seperti shafar, dzulqa’dah, dzulhijjah dst sudah ada di zaman Nabi SAW. Di zaman Nabi perhitungan terus berputar tanpa ada awal tahun dan akhir tahun. Rasul SAW bersabda :

الزَّمَانُ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ

"Sesungguhnya zaman itu terus berputar sama seperti keadaannya saat Allah menciptakan langit dan bumi... [HR Bukhari]

 

Dan dalam lanjutan hadits, nabi menyatakan bahwa bulan Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram adalah bulan-bulan yang berurutan. Hal ini mengingat saat itu belum ada penomoran bulan sehingga sangat tepat jika dikatakan berurutan. Jika bulan-bulan tadi disebutkan dengan penomorannya maka menjadi kurang tepat jika disebut berurutan, yaitu bulan 11, 12, 01. Beda dengan semisal bulan 10, 11, 12. Hadits tersebut adalah :

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ

Setahun itu terdiri dari dua belas bulan, dan empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan mulia, dan tiga bulan di antaranya adalah bulan-bulan yang berurutan yaitu: Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab." [HR Bukhari]

 

Dalam hadits riwayat lain, hadits tersebut diakhiri dengan :

ثَلَاثَةٌ سَرْدٌ ، وَوَاحِدٌ فَرْدٌ

“tiga bulan berturut-turut dan satu bulan sendirian(terpisah).” [Bada’ius Shana’i]

 

Dari uraian ini, perlu dicermati bukan berarti membaca doa awal dan akhir tahun itu dilarang, tidak otomatis demikian. Itu ada pembahasan tersendiri pada odoh edisi lainnya.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk mengetahui sejarah kaelnder hijriyah sehingga tidak bingung bahkan gagal paham dalam memahami ajaran Islam dan pengamalannya.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Tuesday, June 24, 2025

ISTIRAHAT SIANG

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :

قِيْلُوْا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَقِيْلُ

Lakukanlah tidur siang karena sesungguhnya setan itu tidak melakukan tidur siang. [HR Thabrani]

 

Catatan Alvers

 

Di Indonesia, tidur saat jam sekolah dianggap sebagai pelanggaran disiplin dan dapat dikenakan sanksi. Sebaliknya di china, siswa dianjurkan tidur siang di dalam kelas, yang dikenal sebagai "wujiao". Program tidur ini berlangsung setelah jam makan siang selama setengah jam. Para siswa biasanya tidur di atas meja mereka, dengan bantal dan selimut sebagai perlengkapan tidur. Hal ini dianggap penting untuk membantu siswa memulihkan energi dan meningkatkan konsentrasi belajar. Negara lain yang menerapkan tidur siang di sekolah adalah Taiwan, jepang dan spanyol. [beritasatu com]

 

Beberapa sekolah di Indonesia mulai menerapkan program tidur siang, di antaranya SD di Sidoarjo pada tahun 2023, SDI di Riau pada awal tahun pelajaran 2024/2025 dan SMP Negeri di Surabaya pada Januari 2025. Program tidur siang tersebut bertujuan untuk membantu siswa agar lebih fokus dalam belajar, meningkatkan konsentrasi, meningkatkan suasana hati, memulihkan energi, dan meningkatkan daya tahan tubuh. [detik com] Dan ternyata menurut penelitian, tidur siang itu efektif dalam mengatasi lelah dari pada mengonsumsi kafein. Bahkan tidur siang menjadi relaksasi bagi tubuh, meningkatkan konsentrasi, memperbaiki mood, meningkatkan daya ingat dan kinerja. [alodokter com]

 

Kalau di China, tidur siang dikenal dengan istilah "wujiao" maka dalam Islam, tidur siang dikenal dengan istilah “Qaylulah”. Al-Munawi berkata :

القَيْلُولَةُ النَّوْمُ وَسَطَ النَّهَارِ عِندَ الزَّوَالِ وَمَا قَارَبَهُ مِنْ قَبْلُ أَوْ بَعْدُ

Qaylulah adalah tidur pada pertengahan siang saat matahari tergelincir (zawal, awal waktu dzuhur) dan waktu yang mendekatinya, baik sebelum maupun sesudahnya. [Faidlul Qadir]

 

Tidur Qaylulah itu merupakan anjuran dari Nabi SAW, sebagaimana dalam hadits utama di atas beliau bersabda : “Lakukanlah tidur Qaylulah karena sesungguhnya setan itu tidak melakukan tidur qaylulah.” [HR Thabrani]

 

Para sahabat melakukan anjuran tidur siang tersebut. Ibnu Umar RA berkata :

كُنَّا فِي زَمَنِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَنَامُ فِي الْمَسْجِدِ نَقِيلُ فِيهِ وَنَحْنُ شَبَابٌ

Dahulu pada zaman Rasul SAW kami tidur qaylulah di masjid ketika itu kami masih muda. [HR Ahmad]

 

Dan khusus di hari jumat, maka tidur siang dilakukan setelah jumatan. Sahabat Sahl RA berkata :

مَا كُنَّا نَقِيلُ وَلَا نَتَغَدَّى إِلَّا بَعْدَ الْجُمُعَةِ

Tidaklah kami (para sahabat) tidur siang dan makan siang melainkan setelah jumatan. [HR Bukhari]

 

Dalam Islam, Qaylulah bermanfaat untuk menambah kecerdasan. As-suyuthi berkata :

وَحِيْنَ الزَّوَالِ قَيْلُوْلَةٌ وَهِيَ الزِّيَادَةُ فِي الْعَقْلِ

Tidur ketika tergelincir matahari (zawal) disebut Qaylulah, yang itu menambah (kecerdasan) akal. [Hasyiyah Al-Bujairimi]

 

Jika pada waktu siang ia sudah berada pada posisi berbaring namun tidak bisa tidur apakah bisa dinamakan qaylulah? Iya, ia sudah terbilang melakukan qaylulah sebab As-Shan’any berkata bahwa Qaylulah adalah :

الاِسْتِرَاحَةُ نِصْفَ النَّهَارِ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهَا نَوْمٌ

Istirahat pada pertengahan siang hari meskipun tidak disertai dengan tidur. [Subulus Salam]

 

Pada dasarnya beliau menganjurkan tidur siang agar bisa membantu untuk kuat melakukan ibadah di malam hari, agar tidak mudah mengantuk dan capek. Rasul SAW bersabda:

اسْتَعِينُوا بِطَعَامِ السَّحَرِ عَلَى صِيَامِ النَّهَارِ وَبِالْقَيْلُولَةِ عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ

Lakukanlah makan sahur untuk membantumu berpuasa di siang harinya dan Lakukanlah qaylulah (istirahat siang) untuk membantumu bangun malam (Qiyamul Lail). [HR Ibn Majah]

 

Tidur siang itu mendatangkan pahala karena hukumnya sunnah. Imam Ghazali berkata :

القَيْلُولَةُ وَهِيَ سُنَّةٌ يُسْتَعَانُ بِهَا عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ، كَمَا أَنَّ السُّحُورَ سُنَّةٌ يُسْتَعَانُ بِهِ عَلَى صِيَامِ النَّهَارِ.

“Qailulah (tidur siang) adalah sunnah yang dapat membantu dalam mendirikan shalat malam, sebagaimana makan sahur adalah sunnah yang dapat membantu untuk menjalankan puasa di siang hari.” [Ihya Ulumuddin]

 

Jika seseorang tidak biasa bangun malam untuk ibadah, apakah tidur siang masih dianjurkan untuknya? Imam Ghazali berkata : “Jika seseorang tidak bangun untuk shalat malam, namun jika ia tidak tidur di siang hari ia juga tidak akan menyibukkan diri dengan kebaikan, bahkan mungkin ia justru bercampur dengan orang-orang lalai dan berbincang-bincang dengan mereka, maka tidur siang itu lebih baik baginya karena dalam tidur terdapat diam dan keselamatan. Dalam lanjutannya, beliau berkata :

فَإِذَا كَانَ نَوْمُهُ عَلَى قَصْدِ طَلَبِ السَّلَامَةِ وَنِيَّةِ قِيَامِ اللَّيْلِ، كَانَ نَوْمُهُ قُرْبَةًًََ

Maka jika seseorang tidur dengan niat mencari keselamatan, dan berniat untuk bangun malam, maka tidurnya itu menjadi ibadah yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah." [Ihya Ulumuddin]

 

Qaylulah juga dikenal dilakukan oleh Bisyr, putra Nabi Ayyub yang dijuluki dengan “Dzulkifli” yang artinya orang yang menanggung ibadah puasa sepanjang siang dan shalat sepanjang malamnya. Bahkan Ia hanya tidur di waktu qaylulah. Sebagaimana saya kutip dari Hasyiyah Tafsir As-Shawi.

 

Satu ketika Iblis ingin menguji kesabarannya dengan mengganggu qaylulahnya. Iblis yang menjelma manusia datang kepadanya saat ia hendak tidur qaylulah. Iblis mengetuk pintu dan berkata “Saya adalah orang tua yang lemah dan didzalimi oleh kaumku.” Setelah Dzulkifl membukakan pintu, Iblis berbicara panjang lebar, sampai waktu qailulah pun habis. Dzulkifl berkata :  “Jika aku sedang duduk untuk mengadili (jam kerja hakim), datanglah kepadaku, aku akan tunaikan hakmu.”

 

Keesokan harinya ketika Dzulkifli berada pada jam kerja, Iblis tidak datang. Dan ketika Dzulkifli hendak tidur siang, Iblis datang lagi. Maka Dzulkifli berkata, “Bukankah aku telah katakan padamu: Jika aku duduk untuk mengadili, datanglah?” Ia menjawab, “Para lawanku adalah orang-orang jahat. Jika mereka tahu engkau duduk (untuk mengadili), mereka berkata akan memberikan hakku. Tapi jika engkau pergi, mereka mengingkarinya lagi.”

 

Pada hari ketiga, Dzulkifl hendak tidur qaylulah dan berpesan agar tidak dibiarkan seorangpun mendekati pintu sehingga aku bisa tidur, karena kantuk yang sudah berat. Iblis datang lagi dan penjaga tidak mengizinkannya masuk. Namun dasar iblis, ia masuk ke dalam rumah lalu ia mengetuk pintu dari dalam rumah dan berkata “Apakah engkau tidur sementara orang-orang yang bersengketa berada di depan pintumu?.” Dan akhirnya Dzulkifli tahu kalau orang itu adalah Iblis. Maka ia berkata:

فَعَلْتَ مَا فَعَلْتَ لِتُغْضِبَنِي فَعَصَمَنِيَ اللهُ

“(aku tahu sekarang) Engkau melakukan semua itu agar aku marah tetapi (untunglah) Allah menjagaku (dari godaanmu).” [Hasyiyah Tafsir As-Shawi]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk melakukan semua aktifitas sesuai dengan tuntunan Nabi SAW sehingga istirahatpun akan bernilai ibadah.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Center :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]


 

Monday, June 23, 2025

BUKAN MILIK KITA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا

Sesungguhnya dunia ini manis dan indah. Dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian (untuk mengelola apa yang ada) di dalamnya. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Manusia terlahir ke dunia tanpa membawa apa-apa dan ketika matipun juga tidak membawa apa-apa. Maka apa yang kita dapati adalah bukan milik kita, itu semua hanya titipan belaka. Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata :

مَا أَصْبَحَ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ إِلَّا وَهُوَ ضَيْفٌ، وَمَالُهُ عَارِيَةٌ، فَالضَّيْفُ مُرْتَحِلٌ، وَالْعَارِيَةُ مَرْدُودَةٌ

Tidaklah seseorang memasuki pagi hari kecuali dia adalah seorang tamu dan hartanya adalah pinjaman. Maka tamu itu akan pergi, dan  pinjaman itu akan dikembalikan." [Ihya Ulumuddin]

 

Sumber masalah terbesar di dunia adalah perasaan memiliki atas segala sesuatu. Seseorang akan menjadi sombong ketika memiliki dan menjadi frustasi dan stress ketika kehilangan. Dengan menyadari dan meyakini bahwa semua yang kita miliki hanya sebatas titipan, maka kita akan menjadi pribadi yang sabar ketika musibah datang. Anak, istri, ayah ataupun ibu, motor, mobil, sawah, toko, uang dan apapun itu yang kita miliki ketika pergi dan hilang dari kehidupan kita maka pada hakikatnya itu diambil sama pemiliknya. Allah SWT berfirman :

وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah SWT dan sesungguhnya kepada-Nya kita semua akan kembali”. [QS Al-Baqarah : 155-156].

 

Cara pandang seperti inilah yang dimiliki oleh Ummu Sulaim sehingga ia tegar dan sabar ketika kehilangan anak semata wayangnya. Iapun hendak menyadarkan sang suami, Abu Thalhah supaya mau menerima kenyataan bahwa anak kesayangannya wafat. Ummu Sulaim berkata :

أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ

Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu jika suatu kaum meminjamkan barang pinjaman mereka kepada penghuni suatu rumah, lalu mereka meminta kembali barang pinjamannya, apakah mereka berhak untuk melarangnya?"

Maka Abu Thalhah menjawab : "Tidak." Lalu Ummu Sulaim berkata: "Kalau begitu, bersabarlah dan harapkan pahala atas (wafatnya) anakmu."  [Shahih Muslim]

 

Memang demikianlah kenyataannya, Allah SWT berfirman :

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ

“Hanya milik Allah-lah segala apa yang ada di langit maupun di bumi”... [Al-Baqarah : 284]

Bahkan Allah juga menegaskan lagi hal itu pada QS An-Nisa’ : 131 dan 170, QS Yunus : 55, QS An-Nur : 64, QS Lukman : 26.

Dalam susunan ayat tersebut, terdapat “Taqdim Ma Haqquhu at-Ta’khir” (Mendahulukan apa yang semestinya diakhirkan) yaitu lafadz “Lillahi” dan hal itu di dalam Ilmu balaghah dipahami sebagai makna hanya. Maka ayat itu menegaskan bahwa hanya milik Allah-lah segala apa yang ada di langit maupun di bumi, Ya hanya milik Allah bukan milik manusia, bukan milikku, milikmu, milik mereka dan milik siapapun. Hanya milik Allah saja sehingga apapun yang kita sebut milik kita pada hakikatnya adalah milik Allah yang dipinjamkan kepada kita. Bahkan kita dengan badan dan ruh, itu bukanlah milik kita karena satu saat nanti akan kembali kepada pemiliknya. Dikatakan (oleh Sahabat Labid bin Rabi'ah RA) :

وَمَا الْمالُ وَالْأَهْلُوْنَ إِلَّا وَدائِعُ ::  وَلَا بُدَّ يَوْماً أَنْ تُرَدَّ الوَدَائِعُ

"Tiadalah harta dan keluarga melainkan titipan. Dan pastilah titipan itu pada satu hari akan dikembalikan". [Ihya Ulumiddin]

 

Di dalam Tafsir Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, pada ayat :

وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ

dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. [QS Al-Hadid : 7]

Al-Qurtubi menafsirkan dan berkata berkata :

دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ أَصْلَ الْمِلْكِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ وَأَنَّ الْعَبْدَ لَيْسَ لَهُ فِيهِ إِلَّا التَّصَرُّفُ الَّذِي يُرْضِي اللَّه

Ayat tersebut merupakan dalil bahwa kepemilikan asal (segala sesuatu) adalah milik Allah SWT, dan bahwa seorang hamba tidak memiliki (hak) di dalamnya kecuali sekadar melakukan pengelolaan (tindakan) yang diridlai Allah."

Dan Al-Hasan berkata :

وَمَا أَنْتُمْ فِيْهَا إِلاَّ بِمَنْزِلَةِ النُوَّابِ وَالْوُكَلَاءِ

"Tidak lain kalian dalam urusan harta melainkan berposisi sebagai pengganti dan wakil". [Al-Jami’ Li Ahkamil Quran]

Hal ini juga senanda dengan hadits utama di atas : “sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian (untuk mengelola apa yang ada) di dalamnya”. [HR Muslim]

Imam Nawawi berkata : Makna dari “Mustakhlifukum” (menguasakan kepada kalian) adalah

جَاعِلُكُمْ خُلَفَاءَ مِنَ الْقُرُونِ الَّذِيْنَ قَبْلَكُمْ

Allah menjadikan kalian sebagai Khalifah (pengganti yang menguasai harta) dari orang-orang terdahulu [Syarah An-Nawawi]

 

Kesadaran yang sama dimiliki oleh Nabi Ayyub AS. Dan itu yang menjadi sah satu faktor kesabaran beliau ketika diuji dengan ujian yang besar. Dalan Tafsir Shawi dikisahkan bahwa Nabi Ayyub AS adalah orang yang kaya raya, Ia memiliki 500 bidang tanah (ladang), dan masing-masing diurus oleh 500 budak. Setiap budak memiliki istri, anak, dan juga harta sendiri. Ayyub juga memiliki banyak keluarga dan anak, baik laki-laki maupun perempuan.

 

Suatu kali ia mendengar para malaikat memuji Nabi Ayyub maka Iblis pun merasa dengki dan berkata kepada Allah : “Tuhanku, aku telah memperhatikan hamba-Mu Ayyub, ia adalah orang yang bersyukur dan memuji-Mu. Namun, jika Engkau mengujinya, pasti ia akan berhenti bersyukur dan taat kepada-Mu.” Maka untuk membuktikan hal itu, Allah mengijinkan Iblis untuk mengujinya dengan membumi hanguskan semua hartanya. Setelah dilakukan, maka iblis dengan menyerupai manusia memberitahukan seluruh hartanya yang ludes itu untuk mengetahui respon Nabi Ayyub. Dan Iblispun termangu dengan jawabannya :

اَلْحَمْدُ للهِ هُوَ أَعْطَانِيْهَا وَهُوَ أَخَذَهَا

“Segala puji bagi Allah. Dialah yang dulu memberikannya kepadaku, dan Dialah yang mengambilnya.” [Hasyiyah Tafsir As-Shawi]

 

 

Orang-orang yang memiliki kesadaran bahwa semuanya adalah titipan, mereka akan mendapatkan keistimewaan yang difirmankan oleh Allah SWT :

أُولَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَٰتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُهْتَدُونَ

Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." [QS Al-Baqarah : 157].

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk menyadari bahwa semua yang kita punya pada hakikatnya hanya titipan belaka dan satu saat dikehendaki maka akan diambil pemiliknya, Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Center :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]