إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Saturday, April 13, 2024

NGANTUK, TIDURLAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas RA, Nabi SAW bersabda :

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَنَمْ حَتَّى يَعْلَمَ مَا يَقْرَأُ

"Jika salah seorang antara kalian mengantuk saat shalat, hendaknya ia tidur sampai ia mengetahui apa yang ia baca” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Tujuh orang korban meninggal dunia, 15 orang mengalami luka ringan dan 12 orang sisanya dinyatakan selamat dalam peristiwa kecelakaan tunggal bus “RI” yang terjadi terjadi di KM 370 A ruas Tol Batang-Semarang pada (11/4/2024), sekitar pukul 06.35 WIB. . [Kompas com]

 

Di momen mudik hari raya banyak beredar berita kecelakaan diantaranya yang menimpa bus diatas. Menurut polisi, faktor itu yang membuat sopir mobil bus tersebut  hilang kendali. Sopir bus mengantuk dan terjadi microsleep, sehingga mengakibatkan bus ke luar jalur. Fakta di lapangan juga belum ditemukan jejak rem. Kemudian dari keterangan pengemudi bus, memang dari awal ia sudah lelah. [Kompas com]

 

Banyak penelitian membuktikan, mengemudi lebih lama menyebabkan penurunan kewaspadaan dari waktu ke waktu. Kondisi jalan yang lurus tanpa hambatan seperti jalan tol cenderung menyebabkan pengemudi merasa bosan dan memicu rasa kantuk setelah perjalanan panjang. Maka sepanjang ruas jalan tol banyak disediakan rest area agar pengemudi bisa beristirahat sejenak supaya tidak mengantuk ketika menyetir.

 

Mengantuk tidak hanya berbahaya ketika berkendara, mengantuk juga berbahaya ketika seseorang sedang beribadah. Mengantuk ketika menyetir akan menyebabkan celaka dunia dan mengantuk ketika ibadah akan menyebabkan celaka akhirat. Maka dari itulah orang yang mengantuk saat ibadah dianjurkan oleh Rasl SAW untuk tidur. Dalam hadits utama di atas disebutkan "Jika salah seorang antara kalian mengantuk saat shalat, hendaknya ia tidur sampai ia mengetahui apa yang ia baca” [HR Bukhari] Dalam riwayat Aisyah disebutkan alasannya, Rasul SAW bersabda :

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ

"Jika salah seorang diantara kalian mengantuk ketika sedang shalat maka hendaknya ia tidur hingga kantuknya hilang karena sesungguhnya jika salah seorang di antara kalian shalat dalam keadaan mengantuk, maka ia tidak tahu mungkin saja ia hendak meminta ampunan namun ternyata justru ia mencela dirinya sendiri." [HR Bukhari]

 

Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata : Maksud dari “mencela dirinya sendiri” adalah mendoakan kejelekan untuk dirinya sendiri dan dikhawatirkan ketika ia berdoa jelek bertepatan dengan waktu yang mustajabah. Dengan demikian alasan ini adalah sebagai bentuk ikhtiyath (kehati-hatian). Alasan lainnya adalah agar seseorang bisa khusyu’ dan menhadirkan hati saat beribadah serta menjauhi perkara yang tidak disukai di dalam ketaatan. [Fathul Bari]

 

 

 

 

Hilangnya kesadaran dari apa yang diucapkan tidak hanya terjadi pada orang yang shalat, namun juga terjadi pada orang yang mabuk. Hal ini sebegaimana pernah dialami oleh Sayyidina Ali pernah yang salah dalam membaca ayat Qur’an gara-gara mabuk. Dalam riwayat imam Tirmidzi. Sahabat Ali bin Abi Thalib RA berkata : “Abdurrahman bin ‘Auf membuatkan makanan untuk kami kemudian ia mengundang kami dan memberi kami khamar kemudian kami meminumnya (sebelum turun larangan minum khamer). Ketika waktu shalat tiba, mereka menjadikanku sebagai imam dan aku (mengalami kesalahan baca yaitu) membaca :

قلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُونَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ونحنُ نعبدُ ما تَعبدونَ

“katakanlah hai orang-orang kafir aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah dan kami menyembah apa yang kalian sembah”.

Maka Allah SWT menurunkan ayat  :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, [QS An-Nisa : 43]

 

Ada kesamaan antara mengantuk dan mabuk yaitu sama-sama tidak mengerti apa yang ia ucapkan, bahkan mabuk dalam surat An-Nisa : 43 oleh Ibnu Abbas RA ditafsiri sebagai mabuk karena mengantuk dan ketiduran (Sakarun Nua’s wa Ghalabatun Nawm). [Tafsir Al-Alusy]

 

Ngantuk adalah kondisi alami ketika tubuh membutuhkan waktu istirahat. [halodoc com] Mengantuk itu sering disebabkan kondisi yang lelah dan kurang tidur makanya Nabi menyuruh orang beribadah dalam kondisi demikian agar ia tidur sebagaimana keterangan hadits utama di atas. Imam nawawi berkata : Perintah seseorang yang beribadah agar ia tidur ketika mengantuk adalah berlaku umum, baik dalam shalat fardlu maupun shalat sunnah, baik di siang hari maupun di malam hari. Akan tetapi tidurnya itu tidak menyebabkan keluarnya waktu shalat fardlu yang mestinya ia kerjakan. [Syarah Muslim]

 

Ketika seseorang banyak beribadah maka hendaklah ia menyadari bahwa badannya juga perlu dijaga kesehatan dan staminanya dengan beristirahat dan tidur dalam waktu yang cukup. Suatu ketika Salman menginap di rumah Abu Darda’, salman mendapatkan Abu Darda’ bangun di tengah malam untuk mengerjakan Qiyamul Lail, namun Salman berkata kepadanya: “Tidurlah.” Beberapa saat kemudian Abu Darda’ bangun lagi untuk mengerjakan Qiyamul Lail, namun Salman berkata kepadanya: “Tidurlah.” Dan ketika di akhir malam, Salman berkata: “Bangunlah. Akhirnya keduanya shalat bersama-sama.” Lalu Salman memberikan nasehat kepada Abu Darda’ :

إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ

“Sesungguhnya engkau punya kewajiban kepada Rabb-mu, engkau punya kewajiban kepada dirimu, dan engkau juga punya kewajiban kepada bagi keluargamu, maka penuhilah masing-masing kewajiban itu.” Kemudian Abu Darda mengadukan hal ini kepada Nabi SAW, Lalu beliau bersabda : “(Apa yang dikatakan) Salman benar.” [HR Bukhari].

 

 

 

 

 

 

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu mempelajari syariat dan apa yang diajarkan leh Nabi SAW sehingga kita bisa terhindar perbuatan yang bentunya ibadah namun prakteknya mencela Allah dan mendoakan celaka kepada diri sendiri.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Sunday, April 7, 2024

MENELPON ALLAH

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatakan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي

Barang siapa yang melihatku dalam mimpi maka sungguh ia telah melihat aku karena setan tidak bisa menyerupai wujudku. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, DIY merayakan Idul Fitri dan menggelar Salat Ied, Jumat (5/4/2024) kemarin, jauh lebih awal dibandingkan dari penetapan pemerintah. Selaku Imam, pria yang akrab disapa Mbah Benu mengungkapkan dasarnya. Ia berkata : "Saya tidak pakai perhitungan (untuk menentukan Idul Fitri). Saya telpon langsung kepada Allah SWT, 'Ya Allah ini sudah 29, satu syawalnya kapan?' Allah SWT mengatakan tanggal 5 Jumat". [suarapemredkalbar com] Sontak pernyataan sang imam tersebut menuai kontroversi karena penetapan idul fitri tidak berdasarkan aturan baku yaitu rukyah atau hisab, melainkan berdasarkan kepada “telpon” kepada Allah.

 

Memang Informasi dari Allah atau informasi Rasul dalam mimpi adalah satu kebenaran namun dalam hal ini ada beberapa hal yang dipermasalahkan. Pertama, memang bermimpi nabi adalah satu perkara yang benar sebagaimana disebutkan pada hadits utama yaitu Barang siapa yang melihatku dalam mimpi maka sungguh ia telah melihat aku karena setan tidak bisa menyerupai wujudku. [HR Muslim] Namun yang menjadi masalah apakah orang yang mengaku dirinya bermimpi Nabi betul-betul bermimpi dengan benar. Dari sinilah maka bermimpi nabi tidak bisa dijadikan dasar dalam penentuan idul fitri. Syeikh Zakaria Al-Anshari berkata :

وَلَا بِرُؤْيَةِ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - فِي النَّوْمِ قَائِلًا غَدًا مِنْ رَمَضَانَ، لِبُعْدِ ضَبْطِ الرَّائِي، لَا لِلشَّكِّ فِي الرُّؤْيَةِ.

penentuan idul fitri tidak bisa didasarkan dengan melihat Nabi SAW dalam mimpi, dimana beliau bersabda bahwa besok adalah permulaan ramadhan (atau idul fitri) hal ini dikarenakan sulitnya memastikan kebenaran pengakuan sebuah mimpi, bukan karena meragukan kebenaran mimpi Nabi SAW. [Minahajut Thullab]

 

Ibnu Hajar al-haytami lebih lanjut menjelaskan: “Penentuan idul fitri tidak bisa didasarkan kepada mimpi melihat Nabi SAW, Muraqabah ataupun Kasyaf (terbukanya hijab). Maka haram hukumnya berpuasa atau berhari raya dengan berpedoman kepada hal-hal tersebut dan tidaklah bisa dijadikan pertimbangan hukum atas pengakuan bahwa seseorang mendengar dari sosok (Nabi) yang tidak bisa diserupai oleh setan dikarenakan tidak adanya cara untuk memastikan kebenaran dari pengakuan tersebut. Hukum Allah itu tidak bisa diterima kecuali dari lafadz atau instimbath (menggali hukum) adapun mimpi dan semacamnya tidak termasuk salah satu dari keduanya. Maka disini ada kontradiksi, jika demikian maka dipilihlah yang rajih, yaitu dalam kondisi terjaga (bukan mimpi)”. [Tuhfatul Muhtaj]

 

Kedua, seseorang tidaklah mampu melihat ataupun berkomunikasi dengan Allah SWT secara langsung. Abu Dzar RA pernah bertanya kepada Nabi SAW apakah beliau dapat melihat Allah secara langsung? Maka beliau menjawab :

نُورٌ أَنَّى أَرَاهُ

“(Terhalang oleh) cahaya, maka bagaimana bisa aku melihat-Nya”. [HR Muslim]

 

Ketidakmampuan manusia melihat Allah di dunia digunakan celah oleh setan untuk mengaku-ngaku sebagai Tuhan dengan menampakkan dirinya kepada ahli ibadah yang minim ilmu dan disinilah banyak orang disesatkan oleh setan. Hal ini sebagaimana pernah menimpa Syeikh Abdul Qadir al-Jailani. Pada satu malam terdapat cahaya yang besar memenuhi ufuk yang tampak kepda beliau kemudian terdengar suara :

يَا عَبْدَ الْقَادِرِ أَنَا رَبُّكَ، قَدْ حَلَّلْتُ تِلْكَ الْمُحَرَّمَاتِ

“Wahai Abdul Qadir. Aku adalah tuhanmu. Sungguh, Aku telah menghalalkan untukmu semua hal-hal yang haram.”

 

Lalu Syeikh Abdul Qadir berkata : “Enyahlah kau, wahai makhluk terkutuk!” Seketika itu, cahaya tersebut berubah menjadi gelap dan terdapat asap yang merupakan perwujudan setan berkata : “Wahai Abdul Qadir! engkau telah selamat dariku lantaran pengetahuanmu tentang Rabbmu dan ilmu fikihmu.

وَلَقَدْ أَضْلَلْتُ بِمِثْلِ هَذِهِ الْوَاقِعَةِ سَبْعِيْنَ مِنْ أَهْلِ الطَّرِيْقِ

Sungguh aku telah menyesatkan tujuh puluh orang dari kalangan ahli ibadah dengan cara seperti ini.” [At-Thabaqat Al-Kubra Lis Sya’rany]

 

Ketidakmampuan manusia berkomunikasi secara langsung dengan Allah ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman : 

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِن وَرَاء حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاء إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ

Dan tidak mungkin bagi seorang manusia bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir (seperti yang dialami oleh Nabi Musa AS) atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. [As-Syura : 51]

 

 

Di sinilah pentingnya ilmu sehingga orang bisa terhindar dari jebakan setan karena ia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Orang yang ahli ibadah namun minim ilmu, mereka menjadi sasaran empuk setan. Rasulullah SAW bersabda:

 فَقِيهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ

"Satu orang ahli fikih itu lebih berat bagi setan dari pada seribu ahli ibadah." [HR Ibnu Majah]

 

Ketiga, wahyu telah terputus pasca wafatnya Nabi SAW sehingga tidak ada lagi syariat melainkan bersumber dari Al-Quran dan hadits. Tidak lama setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar berkata kepada Umar; 'Ikutlah dengan kami menuju ke rumah Ummu Aiman untuk mengunjunginya sebagaimana Rasul mengunjunginya. Dan ketika kami telah sampai di tempatnya, Ummu Aiman pun menangis. Lalu mereka berdua berkata kepadanya; Kenapa kau menangisi beliau, bukankah apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi RasulNya SAW? Ia menjawab: Bukanlah aku menangis karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi RasulNya,

وَلَكِنْ أَبْكِي أَنَّ الْوَحْيَ قَدِ انْقَطَعَ مِنَ السَّمَاءِ

“akan tetapi aku menangis karena dengan wafatnya beliau berarti wahyu dari langit telah terputus”. [HR Muslim]

 

Dari sini jelaslah bahwa tidak ada wahyu dan syariat baru lagi pasca wafatnya Nabi SAW. Dengan demikian bahwa mimpi atau bisikan bahkan telepon yang disebut bersumber dari Allah itu bertentangan dengan syariat yang sudah ditetapkan oleh Nabi SAW dimana beliau bersabda :

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ

"Berpuasalah kalian karena melihat hilal (hilal Ramadhan) dan berharirayalah kalian karena melihat hilal (hilal syawal), jika hilal terhalang awan maka sempurnakanlah bilangan bulan sya'ban (30 hari). [HR Bukhari]

Maka pernyataan sang imam masjid gunung kidul di atas nyata-nyata salah dan keliru. Jikapun bisikan itu benar adanya maka itu bukan bersumber dari Allah melainkan itu dari setan yang ingin menyesatkan manusia.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu mempelajari syariat dan berpegang teguh kepadanya sehingga kita bisa terhindar dari tipu daya dan rekayasa setan dan tidak mengikuti orang-orang yang disesatkan olehnya.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.


Wednesday, March 20, 2024

WAR TAKJIL

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yaitu bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika bertemu tuhannya. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Pada Ramadan tahun 2024 kali ini, topik yang hangat di media sosial  yaitu “War takjil” (berburu makanan buka puasa yang juga dilakukan oleh non muslim). Momen ini memperlihatkan antusiasme masyarakat non-Islam yang disingkat dengan istilah “Nonis” dalam membeli makanan takjil. Bahkan viral video pendeta Gereja Tiberias Indonesia yang berkata : "Agama kita toleran, tapi takjil kita duluan. Jam 3 mereka masih lemas, jam 3 kita sudah stand by." [fakta com] ada juga pendeta yang memberi instruksi : “Disampaikan bagi seluruh jemaat bahwa pembukaan penjualan takjil dimulai pada jam 3 sore jadi diharapkan untuk tetap berburu takjil”. [ig obouthetic]

 

Terlepas dari pro kontra pendapat netizen, maka saya melihat bahwa fenomena ini semakin membuktikan kebenaran hadits Nabi SAW di atas yaitu : “Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, yaitu bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika bertemu tuhannya”. [HR Muslim] bahkan dari dahsyatnya sabda Nabi ini, mereka para nonis juga ikut bahagia dan senang dengan makanan takjil yang pada awalnya disiapkan hanya untuk dijual ke orang-orang  islam yang berpuasa. Subhanallah!.

 

Istilah takjil berasal dari bahasa Arab “Ta’jil” yang merupakan bentuk mashdar dari Fiil Madli Mudlari, Ajjala Yu’ajjilu yang artinya menyegerakan. Maka Takjil dalam kamus didefinisikan sebagai mempercepat berbuka puasa. [KBBI] Tentunya takjil ini dilaksanakan setelah masuk waktunya (maghrib). Imam Bukhari dalam Shahihnya menulis Bab ini secara khusus yaitu Babu Ta’jilil Ifthar (Bab mengenai menyegerakan berbuka puasa).

 

Disunnahkan untuk menyegerakan berbuka puasa jika sudah yakin maghrib tiba. Dan makruh  menunda buka puasa jika dilakukan dengan sengaja dan disertai keyakinan akan baiknya penundaan tersebut. [Ianatut Thalibin] Suatu ketika Abu Athiyyah dan Masruq (keduanya adalah tabi’in) bertanya kepada Aisyah. “Wahai Ummul Mukminin, Ada dua orang sahabat yang satu ia menyegerakan berbuka puasa dan menyegerakan shalat (maghrib) dan yang kedua, ia mengakhirkan berbuka dan mengakhirkan shalatnya”. Maka Aisyah pun bertanya, "Siapa yang menyegerakan berbuka dan shalat?" Mereka menjawab : "Abdullah (Ibnu Mas'ud)." Aisyah berkata :

كَذَلِكَ كَانَ يَصْنَعُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Seperti itulah yang diperbuat oleh Rasul SAW."

Abu Kuraib menambahkan : Orang kedua yang dimaksud adalah Abu Musa. [HR Muslim]  dan dalam riwayat lain redaksinya adalah orang yang menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur dan orang yang mengakhirkan berbuka puasa dan menyegerakan sahur. [HR An-Nasa’i]

 

Anas bin Malik berkata : Rasul SAW berbuka sebelum shalat mahgrib dengan beberapa Rutab (Kurma basah), jika tidak ada maka  dengan beberapa tamr (kurma kering) dan jika tidak ada, maka beliau minum beberapa teguk air. [HR Abu Dawud] Rasul SAW bersabda :

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka puasa.” [HR Bukhari]

Dalam riwayat lain terdapat tambahan :

عَجِّلُوا الْفِطْرَ فَإِنَّ الْيَهُودَ يُؤَخِّرُونَ

Segerakanlah berbuka puasa karena orang Yahudi mengakhirkan buka puasanya. [HR Ibnu Majah]

 

Menyegerakan berbuka puasa merupakan perilaku yang dicintai Allah. Dalam hadits disebutkan :

إِنَّ مِنْ أَحَبِّ الْعِبَادِ اِلَى اللهِ مَنْ كَانَ أَعْجَلَ إِفْطَارًا

Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling menyegerakan berbuka puasa. [HR Ibnu Hibban]

 

Tidak hanya menganjurkan, Nabi SAW sendiri juga melakukannya. Beliau bersabda :

أُمِرْنَا مَعَاشِرَ الأَنْبِيَاءِ أَنْ نُعَجِّلَ إِفْطَارَنَا وَنُؤَخِّرَ سُحُورَنَا وَنَضْرِبَ بِأَيْمَانِنَا عَلَى شَمَائِلِنَا فِى الصَّلاَةِ

Kami para Nabi, diperintahkan agar menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika shalat.  [HR Daruqutni]

 

Para sahabat juga demikian, Amru bin Maimun berkata :

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْرَعَ النَّاسِ إِفْطَارًا وَأَبْطَأَهُ سُحُورًا

Para sahabat Nabi SAW mereka adalah orang yang paling awal berbuka dan paling akhir sahurnya. [Mushannaf Abdir Razzaq]

 

Dari uraian keutamaan takjil di atas maka wajar jika dalam hadits disebutkan :

مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ فِي دِيْنِهِ تَعْجِيْلُ فِطْرِهِ وَتَأْخِيْرُ سُحُوْرِهِ

Di antara tanda seseorang paham agamanya adalah menyegerakan berbuka puasanya dan mengakhirkan sahurnya. [HR Ibnu Asakir]

 

Selanjutnya mengenai sisi kebahagiaan berbuka puasa yang terdapat pada hadits utama di atas, Al-Qurthubi berkata : “bahagia yang dimaksud disebabkan lepasnya dahaga dan hilangnya lapar dengan berbuka puasa. Ini adalah kebahagiaan alamiyah dan ini adalah perkara yang dipahami secara spontan. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa kebahagiaan yang yang dimaksud adalah kebahagiaan karena seseorang bisa menyempurnakan puasanya, merampungkan ibadahnya dan mendapat dispensasi dari tuhannya serta pertolongan untuk puasa kedepannya”. Lalu ia berkata :

قُلْتُ وَلَا مَانِعَ مِنَ الْحَمْلِ عَلَى مَا هُوَ أَعَمُّ مِمَّا ذُكِرَ فَفَرْحُ كُلِّ أَحَدٍ بِحَسَبِهِ لِاخْتِلَافِ مَقَامَاتِ النَّاسِ فِي ذَلِكَ

Dan menurutku tidak ada masalah jika kebahagiaan itu dipahami dengan jangkauan yang lebih luas dari itu karena setiap akan orang merasakan kebahagiaan yang berbeda-beda sesuai dengan taraf kedudukannya masing-masing. [Fathul Bari]

 

Al-Baihaqi berkata : “Kebahagiaan tersebut dirasakan karena seseorang akan mendapatkan pahala yang luar biasa yang tak seorangpun tahu akan hakikatnya dan juga dikarenakan ia diperbolehkan untuk berbuka serta ia dilarang mengakhirkan bukanya sehingga ia menyambung puasa (wishal) dengan esok harinya, karena yang demikian itu akan dapat menyebabkan kebinasaannya. Dan lagi terdapat janji bahwa orang yang berpuasa akan mendapatkan doa mustajabah ketika berbuka serta harapan mendapatkan kebahagiaan kelak di hari kiamat karena mendapat pahala yang besar”. [Syu’abul Iman]

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk selalu meneladani sunnah Nabi dalam berpuasa sehingga kita bisa merasakan dua kebahagiaan karena puasa kita.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Monday, March 18, 2024

PERUMPAMAAN LEBAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru  RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ مَثَلَ الْمُؤْمِنِ لَكَمَثَلِ النَّحْلَةِ أَكَلَتْ طَيِّبًا وَوَضَعَتْ طَيِّبًا وَوَقَعَتْ فَلَمْ تُكْسرْ وَلَمْ تفْسدْ

 “Sesungguhnya perumpamaan mukmin itu bagaikan lebah. Ia selalu memakan yang baik dan mengeluarkan yang baik. Ia hinggap (di ranting) namun tidak membuatnya patah dan rusak.” [HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Lebah dijadikan perumpamaan dari kondisi seorang mukmin. Dalam hadits di atas, Rasul SAW menyebutkan dua perkara. Pertama, lebah selalu memakan yang baik. Lihatlah lebah, Ia hanya mendatangi bunga-bunga atau tempat bersih lainnya yang mengandung madu atau nektar. Ia tidak pernah terlihat hinggap di tempat sampah atau kotoran. Seperti itu pula seharusnya seorang mukmin, ia hanya memakan makanan yang halal lagi baik yang dihasilkan dari pekerjaan yang halal dan baik serta menjauhi makanan haram.  Allah SWT berfirman :

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا

“Makanlah kalian semua dari rezeki Allah yang halal lagi baik” [QS An-Nahl: 114]

Kedua, lebah itu tatkala hinggap di pohon dan bunga ia tidak membuat kerusakan di sana, ia tidak membuat ranting patah ataupun bunga menjadi rusak. Bahkan kedatangannya membawa manfaat, ia membantu bunga-bunga untuk proses penyerbukan sehingga tumbuhan bisa berkembang biak. Seorang mukminpun hendaknya demikian, ia tidak melakukan kerusakan di muka bumi yang mendatangkan kerugian baik material maupun non-material, hal ini sebagaimana dilarang oleh Allah SWT :

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا

"Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. ..." [QS Al-A'raf: 56]

Sebaliknya, ia harus menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lainnya. Nabi SAW bersabda :

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lainnya. [HR Thabrani]

Lebih dari itu, lebah menghasilkan madu yang bisa menjadi obat. Allah SWT berfirman :

يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ

“Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia...” [QS An-Nahl : 69]

 

Dahulu ada seseorang datang kepada Rasul SAW seraya berkata, “Sesungguhnya saudaraku perutnya mulas (diare).” Maka beliau bersabda, “Minumkan madu kepadanya,” kemudian orang itu memberinya madu. Kemudian orang itu datang lagi seraya berkata, “Ya Rasul aku telah memberinya madu, tetapi perutnya bertambah mulas.” Rasul bersabda, “Pergilah dan minumkan lagi madu kepadanya.” Maka orang itu pergi dan memberinya lagi madu, kemudian orang itu datang lagi seraya berkata, “Ya Rasul, perutnya justru bertambah mulas,” kemudian Rasul bersabda :

صَدَقَ اللّٰهُ وَكَذَبَ بَطْنُ اَخِيْكَ

“Allah benar dan perut saudaramu berdusta”.

Pergilah dan beri madu lagi saudaramu itu.” Lalu orang itu pergi dan memberinya lagi madu, kemudian ia pun sembuh.” [HR Bukhari]

 

Dalam hadits lain disebutkan :

اَلشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: فِي شَرْطَةِ مَحْجَمٍ اَوْ شُرْبَةِ عَسَلٍ اَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى اُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ

 “Obat itu ada tiga perkara yaitu mengeluarkan darah dengan bekam, minum madu dan Kayya (membakar kulit dengan panas), dan aku melarang umatku melakukan kayy.” [HR Bukhari]

 

Karena ada ayat yang menyatakan bahwa madu menjadi obat maka Ibnu umar tidaklah terkena borok atau lainnya melainkan ia mengobatinya dengan madu. Ia pernah memiliki bisul dan iapun mengolesinya dengan madu. [Hasyiyah As-Shawi] Madu menjadi obat, baik secara murni ataupun dengan dicampur. Auf bin Malik al-Asyja’iy ketika sakit, ada orang yang menawarkan obat. Orang itu berkata : Datangkanlah air kepadaku karena Allah berfiman : “Aku menurunkan dari langit air yang berkah”. Lalu datangkan lagi madu karena Allah berfirman : “Di dalamnya terdapat obat”. Dan datangkan pula minyak zaitun, karena Allah berfirman : “ia berasal dari pohon yang diberkahi”. Setelah semua didatangkan maka orang itu mencampurkannya. Lalu racikan itu diminum oleh Auf dan iapun sembuh dari sakitnya. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Jika lebah mengeluarkan madu yang menjadi obat maka orang mukmin harus mengeluarkan perkataan yang menjadi obat untuk orang lain. Perkataan yang menyejukkan, menentramkan dan menjadikan pendengarnya berlapang hati dan bahagia terlepas apapun yang menimpanya. Tidak semestinya orang mukmin berkata-kata kecuali yang baik. Rasul SAW bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَو لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam.” [HR Bukhari]

 

Lebah dijadikan salah satu nama surat dalam Al-Qur’an yaitu An-Nahl. Lebah memiliki keajaiban bukan hanya karena madu yang dihasilkannya yang bisa menjadi makanan dan obat namun masih ada lainnya. Prof. Qurais Shihab mengemukakan diantaranya (1) jenis lebah ada yang jantan dan betina bahkan ada yang bukan jantan dan bukan betina. (2) sarang-sarangnya tersusun dalam bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus menghalangi udara atau masuknya bakteri, (3) sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu" (4) Ratu tidak hubungan seksual dengan salah satu anggotanya yang berjumlah sekitar tiga puluh ribu ekor. Hal ini dikarenakan sang ratu memiliki rasa "malu". (5) Lebah memiliki bentuk bahasa dan cara berkomunikasi yang unik, Sebagaimana dipelajari oleh seorang ilmuwan Austria, Karl Van Fritch. [Membumikan Al-Qur’an]

 

Lebih lanjut Al-Munawi menjelaskan sisi kesamaan anatara mukmin dan lebah, beliau berkata : “Sisi kesamaannya adalah bahwa lebah itu cerdas, ia jarang menyakiti, rendah (tawadlu), bermanfaat, selalu merasa cukup (qona’ah), bekerja di waktu siang, menjauhi kotoran, makanannya baik, ia tak mau makan dari hasil kerja pihak lain, amat taat kepada pemimpinnya. [Faidlul Qadir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk meniru kebaikan lebah sehingga kita menjadi mukmin yang diharapkan Nabi SAW.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.