إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Thursday, October 9, 2025

MENJADI PELAYAN ULAMA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Rasul SAW Bersabda :

اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ

“Ya Allah, perbanyaklah harta (Anas) dan keturunannya.” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Musibah runtuhnya musholla Ponpes di sidoarjo menimbulkan berbagai komen dan isu liar dari netizen. Mulai tuduhan korupsi dalam proses pembangunannya hingga sorotan terhadap tradisi kerja bakti santri dalam proses pengecoran yang dituduh sebagai bentuk perbudakan terhadap santri. Namun tidak sedikit yang menyangkal tuduhan tersebut. Ada yang berkomentar “Kalo santri yang kerja bakti disebut budak kyai, maka kalau ada kerja bakti di lingkungan RT jangan ikut, ntar disebut budak RT”. Selamat datang di penghujung zaman dimana ilmu mudah di dapat tapi keberkahan mulia dilupakan sehingga banyak orang pintar namun tidak benar. Sehat-sehat pejuang barokah!”. “Hanya zaman sekarang ngabdi dikira jadi budak kyai.”

 

Menanggapi hal ini, Gus Yusuf Magelang menjawab dengan lantang dalam sebuah pidato yang beredar di medsos : “ini terjadi karena pondok itu, santri dan bangunannya itu lebih dulu santrinya. Santri ada terlebih dahulu, baru kemudian bangun gedung. Tidak seperti gedung sekolah, SD inpres langsung jadi padahal belum ada muridnya. Itu bisa terjadi karena dibiayai negara. Tapi kalo pondok tidak dibiayai oleh negara, lillahi Ta’ala. Itu semua atas usaha kyainya. Kyai punya uang sedikit beli tanah sepetak. Kyai ada rizki lagi karena habis panen sawah maka beli semen. Ada wali santri bantu pasir, ada muhibbin bantu ini dan itu. Jadi bangunan pondok itu berdiri secara secara bertahap, tidak spontan langsung jadi. Ini yang harus dipahami masyarakat sehingga tidak menyalah-nyalahkan kyainya”.

 

Selanjutnya ketika kita berbicara tentang santri yang mendapatkan kehormatan untuk melayani gurunya, maka jangan langsung terbayang gambaran di benak kita gambaran

Mengenai para penjaga dan pelayan yang ada di rumah kebanyakan para pejabat atau hartawan.  Mereka menjadikan para pelayan sebagai pembatas antara diri mereka dan orang biasa bahkan tak jarang menjadi simbol keangkuhan. Semakin banyak penjaga dan pelayan, semakin dianggap tinggi kedudukan dan kemegahan sang majikan.

 

Memang keduanya serupa namun tidaklah sama, bahkan sangat jauh berbeda. Lihatlah para sahabat yang melayani Nabi SAW, mereka melayani secara suka rela dan merasa bangga bisa melayani beliau. Mereka yang berstatus para pelayan tidak menerima imbalan apa pun dari Baitul Mal (kas negara). Mereka itu datang secara sukarela, tanpa ada yang memaksa mereka. Masing-masing memilih tugas yang ingin ia lakukan dengan penuh cinta, hormat, dan penghargaan semata-mata mengharap ridla Allah Ta‘ala, doa terbaik dari Nabi SAW, disertai harapan untuk bisa dekat dengan beliau.

 

Satu ketika Ummu Anas (ibunya Anas), membawa anaknya yang masih kecil kepada Rasul SAW dengan memakai sarung berupa separuh kerudungnya dan memakai baju dengan separuhnya lagi. Lalu ia berkata :

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا أُنَيْسٌ ابْنِي أَتَيْتُكَ بِهِ يَخْدُمُكَ فَادْعُ اللَّهَ لَهُ

“Wahai Rasulullah, ini adalah Anas kecil, anakku. Aku membawanya kepadamu agar ia melayanimu. Maka mohonkanlah doa kebaikan kepada Allah untuknya.”

Maka Rasul SAW berdoa dengan hadits utama diatas, “Ya Allah, perbanyaklah harta dan keturunannya.” Dan benarlah dikemudian hari Anas berkata, “Demi Allah, hartaku sungguh banyak, dan anak-anakku serta cucu-cucuku kini berjumlah hampir seratus orang.” [HR Muslim] Dan Anas berkata :

خَدَمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِينَ

Aku melayani Nabi SAW selama sepuluh tahun. [Shahih Bukhari]

Dan Anas juga berkata : Aku melayani Rasul SAW ketika berumur sepuluh tahun dan beliau wafat ketika aku berumur dua puluh tahun. [HR Thabrani]

 

Begitu pula Abdullah Ibnu Abbas, ia melayani Rasul SAW. Satu ketika beliau masuk ke tempat buang air, lalu Ibnu Abbas menyiapkan air wudlu untuk beliau. (lalu ketika keluar, beliau menemukan air wudlu telash tersedia). Maka beliau bertanya, “Siapa yang menyiapkan ini?” Lalu ada yang memberitahukan hal itu, Maka beliau berdoa,

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Ya Allah, pahamkan ia urusan agama.” [HR Bukhari]

 

Banyak sahabat yang berkhidmah kepada Nabi SAW. Ibnul Qayyim berkata : Di antara mereka adalah Anas bin Malik, yang mengurus berbagai keperluan beliau. Abdullah bin Mas’ud, yang membawa sandal dan siwak beliau. Uqbah bin Amir al-Juhani, yang bertugas membawa keledai beliau dalam perjalanan. Aslam bin Syarik, yang mengurus kendaraan beliau. Bilal bin Rabah, muadzin beliau... Ayman bin Ubaid bertugas mengurus air dan keperluan pribadi beliau. [Zadul Ma’ad]

 

Maka apa yang dilakukan para santri kepada kyainya itu tak ubahnya apa yang dilakukan oleh para sahabat kepada Nabi SAW. Para santri adalah cerminan para sahabat sedangkan ulama itu adalah “waratsatul Anbiya” (pewaris para Nabi). Tak terkecuali sepupu nabi, Ibnu Abbas. Ia ingin melayani Zaid bin Tsabit RA selaku ulama. Ketika ia hendak naik ke baghal-nya maka Ibnu Abbas menuntunkan tali hewannya untuknya. Meski dilarang, Ibnu Abbas bersikukuh melayaninya dan berkata :

هَكَذَا نَفْعَلُ بِالْعُلَمَاءِ لِأَنَّهُ كَانَ يَأْخُذُ عَنْهُ الْعِلْمَ

Beginilah perlakuan kami terhadap ulama karena ia telah berjasa memberikan ilmu. [Ghidza’ul Albab]

 

Hubungan santri dengan kyai bukanlah seperti hubungan pelayan dengan majikan namun seperti anak dengan orang tuanya. Syeikh Az-Zarnuji berkata :

فَإِنَّ مَنْ عَلَّمَكَ حَرْفًا وَاحِدًا مِمَّا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِى الدِّيْنِ فَهُوَ أَبُوْكَ فِى الدِّيْنِ

Orang yang telah mengajarimu satu huruf dari masalah agama yang engkau butuhkan maka sesungguhnya dialah bapakmu dalam urusan agama. [Ta’limul Muta’allim] Hal ini seperti maqalah yang berbunyi :

أباؤك ثَلاَثَةٌ: أَبُوْكَ الَّذِي وَلَدَكَ، وَالَّذِي زَوَّجَكَ إِبْنَتَهُ، وَالَّذِي عَلَّمَكَ

 “Bapakmu itu ada tiga. (1) bapak yang menyebabkan kelahiranmu. (2) bapak yang mengawinkanmu dengan putrinya (3), bapak yang mengajarkan ilmu kepadamu.” [Al-Mahaj al-Sawi]

 

Santri tak ubahnya seperti anak namun posisi anak itu ada yang menjadi raja dan ada yang menjadi budak. Anak menjadi raja karena ia menyuruh-nyuruh bapaknya, minta dilayani dan membentak-bentak bapaknya. Dan Anak menjadi budak karena ia melayani bapaknya dan membantu apapapun keperluan bapaknya. Dan selayaknya anak, ia tidak patut meminta imbalan kepada orang tuanya. Maka supaya tidak salah posisi, ditegaskan bahwa santri itu seperti anak yang budak, bukan raja oleh sayyidina Ali KW :

أَنَا عَبْدُ مَنْ عَلَّمَنِي حَرْفًا وَاحِدًا، إِنْ شَاءَ بَاعَ، وَإِنْ شَاءَ اِسْتَرَقَّ

“Saya adalah budak dari orang yang telah mengajariku satu huruf. Jika ia mau maka ia boleh menjualku, atau tetap menjadikanku sebagai budaknya. [Ta’limul Muta’allim]

Motivasi inilah yang menjadikan para santri melayani para kyai secara suka rela dan perlu diketahui, para kyai dulunya ketika menjadi santri, mereka juga melayani kyainya. Para anak kyai yang dikenal dengan sebutan “gus” juga menjadi pelayan kyainya di pesantren lain. Demikian pula yang kita kenal seorang da’i kondang dari blitar, Gus Iqdam Khalid. Ia dulunya juga berkhidmah dengan menjadi sopir di pesantren ploso kediri semasa ia mondok. Ketika di pesantren ia terbiasa melayani kyainya, maka santri ketika pulang akan terbiasa melayani bapak ibunya dengan penuh takdzim dan hormat.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk tidak mudah berkomentar negatif kepada fenomena yang terjadi tanpa kita mencari tahu terlebih dahulu duduk perkaranya. Semoga kita dijadikan oleh Allah sebagai orang yang selalu berpikiran positif. Amin.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

Pesan Buku ODOH :  0813-5715-0324

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Tuesday, October 7, 2025

DITERIMA NGGAK YA?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW Bersabda :

مَنْ خَافَ أَدْلَجَ وَمَنْ أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ

"Barangsiapa yang takut (akan bahaya), ia akan berangkat lebih awal. Dan siapa yang berangkat lebih awal, ia akan sampai di tujuan." [HR Turmudzi]

 

Catatan Alvers

 

Diterima nggak ya? pertanyaan yang terlontar saat seseorang melamar pekerjaan ataupun melamar gadis. Pertanyaan itu timbul dari rasa takut tidak diterima. Perasaan takut ini dan itu seringkali menjadi perihal negatif yang merugikan seseorang namun takut dalam ibadah, takut amal tidak diterima itu merupakan satu kebaikan yang akan memacu banyak kebaikan yang lain. Jika ada orang bepergian lalu ia takut ada perampok, maka ia akan segera berangkat di awal malam agar aman dari mereka. Sabda Nabi SAW di atas : “Barangsiapa yang takut, ia akan berangkat lebih awal. Dan siapa yang berangkat lebih awal, ia akan sampai di tujuan." Ini merupakan perumpamaan dari orang yang takut kepada Allah maka ia akan segera beramal, menjauhi maksiat, dan tidak menunda-nunda ketaatan. Jika ketakutan akan perampok itu bisa memacu seseorang mempercepat jalannya tanpa henti maka demikian pula takut akan neraka dapat membuat seseorang terus beribadah dan tidak menunda-nunda amal kebaikannya.

 

At-Tiby berkata : (hadits utama) Ini adalah perumpamaan yang dibuat oleh Nabi SAW bagi orang yang menempuh jalan menuju akhirat. Sesungguhnya setan berada di jalannya, dan hawa nafsu serta angan-angan palsunya adalah para pembantu setan. Maka jika ia waspada dalam perjalanannya dan mengikhlaskan niat dalam amalnya, ia akan selamat dari setan dan tipu dayanya, serta dari para pembantu yang memutus jalan. Kemudian beliau SAW mengarahkan bahwa menempuh jalan akhirat itu sulit, dan meraih akhirat itu tidak mudah tidak bisa diperoleh hanya dengan usaha yang ringan."[Tuhfatul Ahwadzi]

 

Hadits "Barangsiapa yang takut (akan bahaya), ia akan berangkat lebih awal” itu selaras dengan penjelasan Nabi SAW ketika Aisyah  RA bertanya tentang ayat :

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ

 ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’ [QS. Al-Mu’minun: 60].

Apakah mereka ini orang-orang yang minum khamr dan mencuri (lalu takut siksa Allah)?  Rasul SAW menjawab : “Tidak wahai putri As-Shiddiq, tapi mereka adalah orang yang puasa, shalat, bersedekah, tapi mereka takut amalan-amalan mereka tidak diterima.

أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ

Mereka itulah orang-orang yang senantiasa bersegera mengerjakan kebaikan.”  [HR Tirmidzi]

 

Perasaan takut demikian bukan hanya harus dimiliki oleh orang-orang seperti kita, Perasaan takut seperti itu dialami oleh orang yang terbaik setelah Nabi. Amru bin Al-‘Ash RA bertanya : “Siapakah orang yang paling engkau cintai? Beliau SAW menjawab, ‘Aisyah.’ Amru bertanya lagi : ‘(Maksudku) dari kaum laki-laki?’ Beliau pun menjawab :  ‘Ayahnya (yaitu Abu Bakar)’.  Muhammad Ibnul Hanafiyah (putra dari pasangan sayyidina Ali dan Hanafiyyah) bertanya kepada ayahnya : “Siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah SAW ?” Sayyidina Ali KW menjawab: “Abu Bakr.” [Shahih Bukhari] bahkan Rasul SAW sendiri bersabda :

أَمَا إِنَّكَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي

Adapun kamu, sesungguhnya kamu wahai Abu Bakr adalah orang yang pertama masuk surga dari umat ini. [HR Abu Dawud]

 

Orang sekaliber Sayyidina Abu bakar RA saja masih takut, ia berkata :

لَوْ كَانَتْ إِحْدَى قَدَمَيَّ دَاخِلَ الْجَنَّةِ وَالْأُخْرَى خَارِجَهَا، مَا أَمِنْتُ مَكْرَ اللَّهِ.

“Seandainya satu kakiku sudah di surga dan satu lagi di luar, aku belum merasa aman dari makar Allah." [Kitab Ad-Daril Akhirah]

 

Begitu pula sayyidina ‘Umar RA, manusia terbaik setelah Abū Bakr RA yang dikatakan oleh sayyidina Ali ketika ditanya putranya, Muhammad Ibnul Hanafiyah pada atsar di atas. Ia juga telah diberi kabar gembira oleh Rasul SAW bahwa ia akan masuk surga namun ia tetap bertanya kepada Ḥudzayfah (sahabat yang dipercaya menyimpan rahasia Rasul SAW) :

يَا حُذَيْفَةُ هَلْ أَنَا مِنَ الْمُنَافِقِيْنَ

'Wahai Ḥudzayfah, apakah aku termasuk orang-orang munafik?'

Maka ia menjawab: 'Tidak, demi Allah, engkau bukan termasuk mereka, wahai Amīrul-Mu’minīn.'  Meskipun demikian, ‘Umar tetap merasa takut bahwa jiwanya telah menipunya dan menutupi aibnya dari dirinya sendiri. Hal itu sangat berat baginya, hingga ia menganggap bahwa kabar gembira tersebut mungkin saja bersyarat, dan ia khawatir belum memenuhi syarat-syarat itu. Maka ia tidak tertipu oleh kabar gembira tersebut." [Az-Zawajir] Dan Sayyidina Umar RA berkata : "Seandainya ada penyeru berseru: 'Seluruh manusia akan masuk neraka kecuali satu orang,' maka aku berharap akulah orang itu.

وَلَوْ نُودِيَ لِيَدْخُلِ الْجَنَّةَ كُلُّ النَّاسِ إِلَّا رَجُلًا وَاحِدًا، لَخَشِيتُ أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ الرَّجُلَ.

Dan seandainya ada penyeru berseru: 'Seluruh manusia akan masuk surga kecuali satu orang,' maka aku takut akulah orang itu." [Ihya Ulumiddin]

 

Sayyidina Ali KW menasehati putranya agar ia takut, Ali KW berkata :

يَا بُنَيَّ، خَفِ اللَّهَ خَوْفًا تَرَى أَنَّكَ لَوْ أَتَيْتَهُ بِحَسَنَاتِ أَهْلِ الْأَرْضِ لَمْ يَتَقَبَّلْهَا مِنْكَ

"Wahai anakku, takutlah kepada Allah dengan rasa takut yang membuatmu merasa bahwa jika engkau datang kepada-Nya dengan membawa semua amal baik penduduk bumi, engkau tetap khawatir amal itu tidak diterima.

Dan berharaplah kepada Allah dengan harapan yang membuatmu merasa bahwa jika engkau datang kepada-Nya dengan membawa semua dosa penduduk bumi, Dia tetap akan mengampunimu."

[Ihya Ulumiddin]

 

Perasaan takut yang demikian semestinya dimiliki oleh orang mukmin mengiringi setiap amal shalihnya. Syeikh Hasan al-Bashri berkata :

ٱلْمُؤْمِنُ جَمَعَ إِحْسَانًا وَخَشْيَةً، وَٱلْمُنَافِقُ جَمَعَ إِسَاءَةً وَأَمْنًا.

Orang beriman menggabungkan amal yang baik dan rasa takut kepada Allah. Sedangkan orang munafik menggabungkan keburukan dan merasa aman dari siksa Allah. [Tafsir Lubabut Ta’wil]

 

Ada orang saleh datang menjenguk seorang guru mereka yang sedang sakit menjelang wafat. Mereka mendapati beliau menangis. Maka mereka berkata kepadanya: "Mengapa engkau menangis, padahal Allah telah memberimu taufik untuk melakukan berbagai amal saleh? Betapa banyak engkau telah salat, berpuasa, bersedekah, berhaji, dan berumrah." Syekh itu menjawab:

وَمَا يُدْرِيْنِي أَنَّ شَيْئًا مِنْ هَذَا قَدْ قُبِلَ

"Lalu, bagaimana aku tahu bahwa semua amalan itu diterima? Bukankah Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah hanya akan menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” [QS al-Mā’idah: 27]

"Dan bagaimana aku tahu bahwa aku termasuk orang-orang yang bertakwa?"

[Al-Mawsuah Al-Khuthab wad Durus Ar-Ramadlaniyah]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk takut kepada Allah dan takut akan amal baik kita tidak diterima-Nya sehingga kita terus semangat beribadah dan tidak menyombongkan amal kebaikan di hadapan manusia.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

Pesan Buku ODOH :  0813-5715-0324

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]