Monday, November 10, 2025

UKURAN UANG BELANJA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abdullab bin Amr bin Ash RA, Rasul SAW bersabda :

كَفَى بِالمَرْءِ إِثْماً أنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ

“Cukuplah sebagai dosa bagi suami yang menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.”[HR Ahmad]

 

Catatan Alvers

 

Viral seorang influencer wanita mengajukan gugatan cerai dengan menuntut nafkah sebesar Rp 100 perak. Angka ini diambil sebagai simbol sekaligus penegasan bahwa selama menikah, sang istri merasa tidak diberikan nafkah yang layak oleh suaminya (9/2025). [detik com] Sebaliknya, pada tahun lalu seorang pria berprofesi sebagai model sekaligus politikus digugat cerai istrinya karena nafkah yang dinilai kurang.  Surat kabar menulis judul “Satu Sebab (istri) Gugat Cerai (suami) Karena Nafkah Kurang, Padahal Beri Rp70 Juta Lebih”. Menurut pengacara, nafkah suami untuk istrinya dinilai kurang karena tidak cukup memenuhi untuk hal lain di luar kebutuhan utama. "Mungkin dari pihak istri ngerasa kurang karena mungkin nggak bisa foya-foya, mungkin seperti itu. [tribunnews.com] Netizenpun komen : “Au. Kalau aku dikasih segitu sebulan mungkin aku umroh setiap bulan, mungkin juga udah punya apa yg ku pingin. Gilaaa tak bersyukur sekali”. “70 jt gk cukup..? Itu manusia apa Bidadari.. klo mau hidup mewah mending hidup disurga Neng.. caranya Loo mati dulu.. kwkkwkww.”

 

Dalam Islam, suami dijadikan sebagai pemimpin atau kepala rumah tangga. Dan di antara kewajibannya adalah memberikan nafkah. Allah SWT berfirman :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

[QS An-Nisa : 34]

 

Meliputi apa saja nafkah itu? Suatu ketika Mu’awiyah al-Qusyairi RA bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau bersabda :

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ

”Engkau memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya, jika engkau berpakaian...”. [HR Abu Dawud]

 

Demikian pula tempat tinggal. Allah SWT berfirman :

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu….  [QS At-Thalaq: 6]

 

Maka ulama memberikan definsinya. Nafkah adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh seorang suami untuk keluarganya baik berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang selainnya [Al-Mu’jamul Wasith]. Dan dalam Kompilasi Hukum Islam BAB XII HAK DAN KEWJIBAN SUAMI ISTERI Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b dinyatakan: (4) sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung : a. nafkah, kiswah (pakaian) dan tempat kediaman bagi isteri; b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak.

 

Lantas berapa besaran nafkah yang wajib diberikan kepada istri? Islam tidak memberikan nominal tertentu hanya saja Islam memberikan batasan istilah “bil ma’ruf. Allah SWT berfirman :

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf ….  [QS Al-Baqarah: 233]

 

Kata Ma’ruf berarti baik atau yang diketahui. Al-Qurthubi menafsirkan kata “Ma’ruf” dengan :

بِالْمُتَعَارَفِ فِي عُرْفِ الشَّرْعِ مِنْ غَيْرِ تَفْرِيطٍ وَلَا إِفْرَاطٍ

sesuai dengan kebiasaan yang dikenal dalam syariat, tanpa berlebihan dan tanpa kekurangan. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Dan menurut Jalaluddin Al-Mahally yang dimaksud ma’ruf adalah “Biqadri thaqatih” yakni sesuai kemampuan suami. [Tafsir Jalalain] Maka suami tidak wajib kaya namun seorang suami harusnya berusaha demi menafkahi istri dan anaknya. Allah SWT berfirman :

وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ 

Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. [QS Ath-Thalaq : 7]

 

Ada juga suami mampu namun ia tidak mau menafkahi sebagaimana terjadi di zaman Rasl SAW. Pada suatu hari Hindun binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suami) adalah seorang laki-laki yang bakhil. Dia tidak memberi (nafkah) kepadaku yang mencukupi aku dan anakku, kecuali yang aku ambil darinya sedangkan dia tidak tahu”. Maka beliau bersabda:

خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ

“Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan ma’ruf (baik, patut)”.[HR Bukhari]

 

Berdosalah seorang suami jika tidak menunaikan kewajiban memberi nafkah. Dalam hadits utama, Nabi SAW bersabda : “Cukuplah berdosa seorang suami jika menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.”[HR Ahmad] Dan Al-Khattabi berkata : Maknanya, seolah-olah ia berkata kepada orang yang bersedekah : "Janganlah bersedekah dengan sesuatu yang tidak ada kelebihan (sisa) dari kebutuhan pokok keluargamu, lalu engkau mengharapkan pahala darinya, karena bisa jadi pahala itu justru berubah menjadi dosa jika engkau menelantarkan mereka." [Aunul Ma’bud]

 

Memang benar Nabi SAW tidak memberikan batasan secara spesifik dalam urusan nafkah namun para ulama memberikan gambarannya. Abu Syuja’ berkata :

وَنَفَقَةُ الزَّوْجَةِ المُـمَكِّنَةِ مِنْ نَفْسِهَا وَاجِبَةٌ وَهِيَ مُقَدَّرَةٌ

“Nafkah bagi istri yang taat adalah wajib, dan nafkah itu memiliki takaran tertentu”. [Matnul Ghayah Wat Taqrib]

 

Lantas beliau memberikan klasifikasinya : “(1) Jika suami kaya, maka ia wajib memberinya dua mudd dari makanan pokok yang biasa dikonsumsi istrinya, serta dari lauk-pauk dan pakaian sesuai kebiasaan orang-orang kaya. (2) Jika suami miskin, maka ia cukup memberi satu mudd (675 Gram) dari makanan pokok yang umum di daerah tersebut, serta lauk dan pakaian sebagaimana yang biasa dikonsumsi dan dikenakan oleh orang-orang miskin. (3) Jika suami biasa (pertengahan), maka ia wajib memberinya satu setengah mudd, serta lauk dan pakaian yang menengah (tidak mewah dan tidak sederhana). Dan jika istri termasuk wanita yang biasanya memiliki pembantu, maka suami wajib menyediakan pembantu untuknya”. [Matnul Ghayah Wat Taqrib]

 

Seorang isteri hendaknya ridha dengan nafkah yang sedikit ketika suami berada dalam kesusahan dan kemiskinan. Dan ketika suami berada dalam kondisi cukup atau kaya maka istri tidak menuntut di atas kemampuan suami atau batas kewajaran. Rasul SAW bersabda :

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ

“Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” [HR Nasa’i]

 

Jika kondisi yang terjadi sebagaimana kasus viral diatas, yaitu suami tidak menafkahi maka istri boleh menggugat ke pengadilan. Abu Syuja’ berkata :

وَإِنْ أَعْسَرَ بِنَفَقَتِهَا فَلَهَا فَسْخُ النِّكَاح

 Dan jika suami tidak mampu memberikan nafkah, maka istri berhak untuk menuntut pembatalan (fasakh) pernikahan." [Matnul Ghayah Wat Taqrib]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran para suami untuk berusaha memenuhi nafkah sesuai kadar kemampuan dan para istri tidak menuntut nafkah di luar kemampuan suami.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment