ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :
لَا يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ
“Janganlah seseorang pergi (meninggalkan Mekah) hingga akhir
amalannya adalah (thawaf) di Ka’bah." [HR Muslim]
Catatan
Alvers
Dalam
peribahasa disebutkan "Datang tampak muka, pulang tampak punggung."
Peribahasa ini mencerminkan prinsip moral dan etika dalam kehidupan
bermasyarakat. Peribahasa ini berarti ketika seseorang datang bertamu, ia harus
memperlihatkan dirinya secara jelas (tampak muka) dengan “kulonuwun” (meminta
ijin), dan ketika pergi ia juga harus berpamitan dengan sopan (tampak
punggung).
Ternyata
hal ini juga berlaku ketika kita bertamu ke rumah Allah, baitullah. Ketika baru
datang jamaah disunnakan untuk melakukan “tahiyyat” (penghormatan). Kalau
seseorang baru datang ke masjid dianjurkan untuk melakukan shalat tahiyatal
masjid namun kalau ia datang ke baitullah maka dianjurkan melakukan thawaf
namanya thawaf qudum. Qudum sendiri artinya kedatangan. Al-Ghazzi berkata : Kesunnahan
haji ketiga adalah thawaf qudum. Thawaf qudum ini khusus untuk jamaah haji yang
masuk ke mekkah sebelum wukuf di arafah.
وَالْمُعْتَمِرُ إِذَا طَافَ الْعُمْرَةَ أَجْزَأَهُ عَنْ طَوَافِ
الْقُدُومِ
"adapun
jamaah umrah, apabila ia melakukan thawaf umrah, maka itu sudah mencukupinya
dari thawaf qudum." [Fathul Qarib]
Demikian
pula ketika seseorang hendak meninggalkan Mekkah maka ia harus berpamitan
dengan melakukan tahwaf wada’. Wada’ sendiri artinya perpisahan. Terdapat perbedaan
pendapat didalam hukumnya. Al-Ghazzi berkata : “Kesunnahan haji ketujuh adalah thawaf
wada’ ketika hendak keluar dari Mekkah untuk melakukan safar, baik ia seorang
haji atau bukan, baik safarnya jauh maupun dekat.” [Fathul Qarib] Lalu beliau
melanjutkan keterangannya :
وَما ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ مِنْ سُنِّيَّتِهِ قَوْلٌ مَرْجُوحٌ،
لَكِنَّ الْأَظْهَرَ وُجُوبُهُ
Dan
pendapat yang disebut oleh mushannif (Abu Syuja’, penulis matan) bahwa thawaf
wada’ itu sunnah adalah pendapat yang lemah, sedangkan yang lebih kuat adalah
bahwa thawaf wada’ itu wajib." [Fathul Qarib]
Imam
Nawawi berkata : Dalam hadits (utama di atas ; “La Yanfiranna”) terdapat dalil
bagi ulama yang berpendapat bahwa thawaf wada’ itu wajib, dan jika seseorang tidak
melakukannya, maka ia wajib membayar dam (denda). Pendapat ini adalah pendapat
yang benar dalam mazhab kami (Syafi‘i), dan juga diikuti oleh mayoritas ulama… Sedangkan
Imam Malik, Dawud, dan Ibn al-Mundzir berpendapat bahwa thawaf wada’ adalah
sunnah, dan tidak ada kewajiban atau denda jika ditinggalkan. [Al-Minhaj Syarah
Muslim]
Menegaskan
hadits utama di atas, Ibnu Abbas RA berkata :
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ إِلاَّ
أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
“Jama’ah
diperintahkan (ketika selesai dari ibadah haji/umrah) agar mengakhirinya dengan
thawaf di Baitullah, tapi diberi keringanan bagi wanita yang sedang haidh”. [Shahih
Bukhari]
Ibnu
Hajar Al-Asqalani berkata : "Dalam
perkataan Ibnu Abbas tadi terdapat dalil atas
wajibnya thawaf wada’, karena adanya perintah yang ditekankan terhadapnya, dan
karena penggunaan lafaz 'keringanan' dalam kasus wanita haid sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya. Dan keringanan itu tidaklah diberikan kecuali terhadap
sesuatu yang memang bersifat tegas (wajib)." [Fathul Bari]
Thawaf
wada’ itu berbeda dengan thawaf rukun, Thawaf wada’ dianjurkan untuk berniat
thawaf sedangkan pada thawaf rukun sudah tercukupi dengan niat umrah atau haji.
Dan juga thawaf wada’ tidak disyaratkan menghindari baju berjahit. Dan ada juga
kesamaannya, yaitu selesai thawaf wada’, jama’ah dianjurkan melakukan shalat,
bedoa dan meminum air zam-zam. Imam Nawawi berkata :
إِذَا فَرَغَ مِنْ طَوَافِ الوَدَاع صَلى رَكْعَتَي الطَّوَافِ خَلْفَ
الْمَقَامِ
Selesai
thawaf wada’ disunnahkan untuk sholat dua rekaat thawaf di belakang maqam
Ibrahim. [Al-Iydlah]
Lalu
jamaah biasanya membaca doa, diantaranya berbunyi :
اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ هَذَ آخِرَ العَهْدِ بِبَيْتِكَ الْحَرَامِ
وَ إِنْ جَعَلْتَهُ آخِرَ الْعَهْدِ فَعَوِّضْنِيْ عَنْهُ الْجَنَّةَ
"Ya
Allah, janganlah Engkau jadikan ini sebagai akhir kunjunganku ke Baitullah yang
mulia. Namun jika Engkau menjadikannya sebagai akhir kunjunganku, maka gantilah
ia untukku dengan surga."
Setelah
selesai thawaf wada’ maka jamaah harus segera meninggalkan masjidil haram dan
bersiap untuk pulang meninggalkan kota mekkah. As-Syarbini berkata : "Jika jamaah berdiam diri setelah thawaf wada‘ tanpa ada kebutuhan, atau karena
kebutuhan yang tidak berkaitan dengan safar seperti berziarah, menjenguk orang
sakit, atau melunasi hutang, maka ia wajib
mengulangi thawaf wada‘nya. Namun jika ia sibuk
dengan dua rakaat thawaf, atau dengan persiapan keluar seperti membeli bekal
dan wadahnya, atau mengemas barang, atau jika iqamah shalat dikumandangkan lalu
ia shalat bersama mereka... maka ia tidak wajib
mengulanginya. Dan pendapat yang kuat (mu‘tamad) adalah bahwa thawaf wada‘
bukan bagian dari manasik haji maupun umrah, sebagaimana dikatakan oleh dua Syaikh
(Imam Nawawi dan Imam Rafi‘i), melainkan ia adalah
ibadah yang berdiri sendiri."[Mughnil Muhtaj]
Seperti
di Mekkah seperti itu pula di Madinah, Jama’ah yang baru datang dianjurkan berziarah
rasul sedangkan jamaah yang hendak meninggalkan Madinah maka ia dianjurkan
untuk berpamitan. Imam Nawawi berkata : Jika seseorang hendak meninggalkan
madinah maka disunnahkan untuk berpamitan dengan masjid Nabawi dengan melakukan
shalat sunnah dua rekaat lalu berdoa kemudian melewati makam Nabi dengan
membaca salam di atas lalu dilanjutkan membaca doa : “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan ini
sebagai akhir kunjunganku ke Tanah Haram Rasul-Mu, dan mudahkanlah bagiku jalan
untuk kembali ke dua Tanah Haram (Makkah dan Madinah) dengan jalan yang
mudah." [Al-Idlah] Dan menurut Imam Nawawi, hendaknya jamaah tidak berjalan
mundur (qahqara) ketika meninggalkan (masjid nabawi/ ka’bah /masjidil haram)
bahkan ulama berpendapat hal itu makruh hukumnya karena tidak ada hadits
ataupun atsarnya. [Al-Idlah]
Wallahu
A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk menjadi tamu
yang baik dengan menjalankan tata krama bertamu, terlebih ketika menjadi tamu
Allah dan Rasul-Nya.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya
sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.
0 komentar:
Post a Comment