Thursday, April 2, 2020

GURAU ANTI GALAU



ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, Nabi SAW bersabda:
إِنِّي لَأَمْزَحُ وَلَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا
Sesungguhnya aku bergurau namun aku tidak mengatakan (dalam guaraunku) kecuali perkataan yang benar. [HR Thabrani]

Catatan Alvers

Gegara corona, orang-orang terpaksa berdiam diri di rumah dalam waktu yang relatif lama. Boleh jadi lama kelamaan hal ini mendatangkan perasaan bosan dan bete dan tak jarang akan mendatangkan pertengkaran. Sehingga dalam meme yang beredar di medsos disebutkan “Setelah lockdown seminggu dilaporkan kasus pencurian 0, kecelakaan lalu lintas 0, pelanggaran rambu-rambu lalu lintas 0 Dan pertengkaran dalam rumah tangga 2.345 Kasus”.

Dalam kondisi seperti ini, sepertinya dibutuhkan bercanda untuk mencairkan suasana dalam keluarga. Ya, bercanda sekedarnya dan tak melampaui batas akan dapat mengusir galau dan bete. Sayyid Muhammad Al-Murtadlo mengatakan :
اِعْلَمْ أَنَّ الْمِزَاحَ اِذَا كَانَ عَلىَ الْاِقْتِصَادِ مَحْمُوْدٌ
Ketahuilah bahwa bercanda adalah baik dan terpuji jika dilakukan secara proporsional. [Ittihaf Sadatil Muttaqin]

Seseorang bertanya :”Apakah Nabi pernah bergurau?”. Ibnu Abbas RA menjawab “Ya”. Orang itu bertanya lagi : Bagaimana gurauan Nabi? Ibnu Abbas RA menjawab : Rasul mengenakan pakaian kepada salah seorang istri beliau baju yang terlalu besar ukurannya. Maka dengan nada bercanda, Rasul SAW bersabda kepadanya :
اِلْبَسِيْهِ وَاحْمَدِي اللهَ وَجُرِّي مِنْ ذَيْلِكِ هَذَا كَذَيْلِ الْعَرُوْسِ
Pakailah baju ini dan bersyukurlah kepada Allah lalu dan tariklah bagian bawah baju mu yang menjuntai (karena kebesaran) seperti baju pengantin. [Kanzul Ummal]

Syeikh Abdul Hamid Kasyk meriwayatkan bahwa pada hari Idul Adha, Nabi SAW mendatangi muadzin beliau, Bilal bin Rabah, Dan bertanya : "Kamu berkurban apa, Bilal?" Bilal menjawab : “Aku tidak memiliki apa-apa untuk aku sembelih kecuali ayam jago maka aku akan menyembelihnya”. Maka dengan bercanda, Rasul SAW menimpalinya :
مُؤَذِّنٌ ضَحَّى بِمُؤَذِّنٍ
"Muadzin menyembelih muadzin " [Fi Rihabit Tafsir]

Layaknya candaan zaman now “Jeruk makan jeruk”. Ya, benar demikian apa yang disabdakan Nabi SAW. Bukankah bilal adalah muadzin yang bertugas mengingatkan orang untuk shalat dan demikian pula ayam jago ia mengingatkan orang untuk shalat subuh dengan kokoknya sebagaimana Rasul SAW bersabda :
لَا تَسُبُّوا الدِّيك فَإِنَّهُ يَدْعُو إِلَى الصَّلَاة
Janganlah kau mencela ayam, sebab ia menyerukan (manusia) untuk shalat [HR Ahmad]

Candaan beliau tidak hanya dengan perkataan tapi suatu ketika juga dengan perbuatan. Suatu hari Rasul SAW menyuruh Anas bin malik untuk suatu keperluan. Diapun pergi dan ketika dia sampai di pasar dia melewati anak-anak yang sedang bermain, namun tiba-tiba Rasul SAW memegang “Qafa” (leher belakang) nya dari belakang sambil tertawa-tawa (bercanda). Beliau bersabda:
يَا أُنَيْسُ ، أَذَهَبْتَ حَيْثُ أَمَرْتُكَ
"Wahai Anas kecil, Apakah kamu sudah pergilke tempat yang aku suruh tadi?."
Anas menjawab : “Iya sudah, Wahai Rasul”. [HR Muslim]

Contoh lagi adalah apa yang disampaikan oleh Abu hurairah RA, Ia berkata :
أنَّهُ عليه الصلاة والسلام كَانَ يُدْلِعُ لِسَانَهُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ وَيَرَى الصَّبِيُّ لِسَانَهُ فَيَهُشُّ إِلَيْهِ
Rasul SAW pernah menjulurkan lidah beliau kepada Hasan bin Ali (sewaktu masih kecil) dan tatkala anak kecil melihat lidah beliau maka anak itu akan menggeliat senang. [Bariqah Mahmudiyah]

Semua candaan ini dilakukan oleh Rasul untuk “Idkhalus Surur” (menyenangkan orang lain). Maka Rasul bukanlah pribadi yang kaku, killer, menakutkan justru beliau itu murah senyum sehingga orang lain merasa betah dan nyaman bergaul dengan beliau sehingga Abdullah Bin Harits bin Jaz’ berkata :
مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ تَبَسُّمًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tidaklah aku menemui seseorang yang lebih banyak senyumnya dari pada Rasul SAW. [HR Turmudzi]

Prilaku ini juga diteladani oleh para sahabat. Qurrah bertanya “Apakah para sahabat Nabi juga bercanda?” Maka Ibnu Sirin berkata :
مَا كَانُوا إِلا كَالنَّاسِ , كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَمْزَحُ
Mereka tak ubahnya (dalam bercanda) seperti orang-orang lainnya dan Ibnu Umar juga bercanda. [HR Thabrani]

Ibnu Umar ditanya : Apakah Para sahabat Nabi tertawa?. Ia menjawab:
نَعَمْ ، وَالْاِيْمَانُ فِي قُلُوْبِهِمْ أَعْظَمُ مِنَ الْجِبَالِ
Ya, padahal Iman yanga ada dalam hati mereka lebih besar dari gunung. [Mushannaf Abdur Razzaq]

Jadi bukan berarti orang yang alim lantas pasang muka cemberut dan wajahnya menakutkan orang lain. Para sahabat itu tidaklah demikian, keadaan mereka itu sungguh menyenangkan semua orang.

Ketika Aisyah bermain boneka, Nabi bertanya kepadanya :“Apa ini?”Aisyah menjawab : “Bonekaku”, beliau bertanya kembali, “Dan apa ini yang ada ditengah-tengahnya?”Aisyah jawab :
أَوَمَا سَمِعْتَ أَنَّ لِسُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ خَيْلًا لَهُ أَجْنِحَةٌ؟
“(ini adalah sayapnya), Tidakkah Engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman putra Daud mempunyai seekor kuda yang bersayap”.
Mendengar candaan ini, maka Rasul pun tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya. [HR Baihaqi]

Maka gurauan itu boleh-boleh saja asalkan menetapi batasannya. Ibnu hibban berkata :
لِلْمَرْءِ أَنْ يَمْزَحَ مَعَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ بِمَا لَا يُحَرِّمُهُ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ
Diperbolehkan bagi seseorang untuk bercanda dengan muslim saudaranya dengan candaan yang tidak diharamkan oleh Al-Quran dan hadits. [Shahih Ibnu Hibban]
Misalnya dengan menakut-nakuti, membayakan, dusta, meremehkan.

Umar RA berkata : Tahukah kalian mengapa gurau itu disebut dengan “mizah” (yang artinya jauh) ? Ia melanjutkan perkataannya :
لِأَنَّهُ أَزَاحَ صَاحِبَهُ عَنِ الْحَقِّ
hal itu dikarenakan gurauan akan menjauhkan orangnya dari kebenaran. [Ittihafus Sadatil Muttaqin]

Dikatakan juga setiap sesuatu memiliki benih dan benih permusuhan adalah gurauan.
Gurau itu bisa menerjang larangan dan memutus tali pertemanan. [Ittihafus Sadatil Muttaqin]

Imam Nawawi menukil perkataan ulama :
اَلْمِزَاحُ الْمَنْهِيّ عَنْهُ هُوَ الَّذِي فِيْهِ إِفْرَاطٌ وَيُدَاوَمُ عَلَيْهِ
Gurau yang dilarang itu adalah gurau yang melewati batas dan dilakukan terus menerus.
Karena hal itu akan menyebabkan tertawa dan kerasnya hati (sebab banyak tertawa), memalingkan dari dzikir kepada Allah. Dan seringkali berpotensi menyakiti orang lain, menyebabkan dengki, menghilangkan wibawa. Adapun orang yang bisa terhindar dari hal-hal tersebut maka hukumnya mubah sebagaimana dilakukan oleh Rasul SAW. [Al-Adzkar]

Seseorang bertanya : Apakah guyonan termasuk kemungkaran? Maka Sufyan bin uyainah berkata:
بَلْ هُوَ سُنَّةٌ وَلَكِنْ لِمَنْ يُحْسِنُهُ
bahkan itu adalah sunnah tetapi bagi orang yang bisa bercanda dengan baik [Faidlul Qadir].

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk terus bisa merasakan kebahagiaan dengan apa yang ada dan membahagiakan orang lain dengan perkataan dan perbuatan kita.

Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari Alvers

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren Lho!

NB.
Hak Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang  lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Alhaddad]

0 komentar:

Post a Comment