Wednesday, April 21, 2021

TARAWIH INSTAN

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Malik Ibnul Huwayrits RA, Rasul bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakannya.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Di bulan ramadhan, bukan hanya mie instan yang minati oleh masyarakat sebagai makanan alternatif ketika sahura atau buka, akan tetapi juga shalat tarawih instan. Tarawih yang dilakukan dengan cepat akan lebih diminati daripada tarawih yang dilakukan dengan lama apalagi sampai membaca 1 juz quran.  Bahkan belakangan viral shalat tarawih super cepat. Di antara yang viral adalah tarawih yang ada di Udan Awu, Kabupaten Blitar. Bahkan sebagian orang menobatkannya sebagai tarawih super cepat bahkan tercepat di Indonesia bahkan mungkin level dunia. Bagaimana tidak? Shalat yang berjumlah 23 rakaat itu hanya membutuhkan waktu kurang lebih 7. Meskipun tarawih tersebut sudah berjalan sejak dari tahun 1907, namun menjadi viral belakangan di era merebaknya media sosial. [FaktualNews co]

 

Bahkan di Indramayu, shalat Tarawih 23 Rakaat dilakukan hanya dalam 6 Menit. pelaksanaan ruku’ dan sujud hanya memakan waktu sekitar 1 detik. Tarawih kilat yang sudah berjalan sejak tahun 2006 ini,  untuk tahun ini dilakukan lebih cepat dari tahun sebelumnya yang diselenggarakan selama 7 menit dengan pertimbangan untuk menjaga kesehatan para jemaah di masa pandemi Covid-19. Di sisi lain penyelenggara beralasan untuk merangkul kalangan yang tidak tarawih agar mereka tarawih untuk mensyiar bahwa shalat tarawih di sini diterima semua kalangan. Jamaah tarawih dibatasi maksimal usia 40 tahun, diatas itu disediakan tarawih ditempat terpisah yang diselenggarakan secara normal. [Merdeka com]

 

Beberapa media ada yang menyoroti tarawih indramayu, diantaranya dengan headline : Viral Tarawih Super Cepat, MUI: Salatnya Tidak Sah [viva co id] Alasannya karena ruku’-nya tidak sampai diam, lalu i'tidal tidak sampai tegak. Penyataan ini disampaikan pada 14 April 2021. Lain halnya dengan tarawih di blitar, MUI Blitar pada tahun 2016 menilai bahwa tarawih yang saat itu berdurasi 7 menit tersebut dihukumi sah  karena telah memenuhi minimal rukun dan syarat shalat. [tulungagung jatimtimes com]

 

Terlepas dari pro kontra di atas, maka tentunya shalat yang dilakukan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa tentunya lebih baik. Bukankah Allah SWT berfirman:

 قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُون. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. [QS al-Mu’minun : 1-2]

 

Dan sebaliknya, Orang yang shalat dengan cepat sampai-sampai mengurangi bagian rukun shalat itu beresiko tidak sah shalatnya dan disebut oleh Nabi sebagai pencuri yang paling jelek.  Rasul bersabda :

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ،

“Sejelek-jelek pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya”.

Para sahabat bertanya :  “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mencuri dari shalat?”. Rasulullah berkata :

لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا

“Dia tidak sempurnakan ruku’ dan sujudnya” [HR Ahmad]

 

Ali bin Syaiban RA berkata :  “Kami pernah shalat dibelakang Rasulullah lalu sepintas Beliau melirik dengan mata beliau, ada seorang lelaki yang tidak meluruskan punggungnya dalam ruku’ dan sujud. Setelah selesai shalat, Beliau bersabda:

يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَا يُقِيمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ

Wahai kaum Muslimin, tidaklah shalat orang yang tidak meluruskan punggungnya dalam ruku’ dan sujud [HR Ibnu Majah]

Suatu ketika Nabi melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku’nya, dan mematuk di dalam sujud shalatnya, maka Beliau bersabda:

لَوْ مَاتَ هَذَا عَلَى حَالِهِ هَذِهِ مَاتَ عَلَى غَيْرِ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Jika orang ini mati dalam keadaannya seperti itu, dia mati di atas selain agama Muhammad “.

Beliau lalu meneruskan sabdanya :

مَثَلُ الَّذِي لا يُتِمُّ رُكُوعَهُ ويَنْقُرُ فِي سُجُودِهِ ، مَثَلُ الْجَائِعِ يَأْكُلُ التَّمْرَةَ وَالتَّمْرَتَانِ لا يُغْنِيَانِ عَنْهُ شَيْئًا

"Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan mematuk di dalam sujudnya itu orang lapar yang hanya makan satu dan dua buah kurma.  Itu tidak memberikan manfaat apa-apa baginya". [HR. Thabrani]

 

Dalam kesempatan lain, Beliau bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيُصَلِّي سِتِّينَ سَنَةً مَا تُقْبَلُ لَهُ صَلَاةٌ، لَعَلَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَلَا يُتِمُّ السُّجُودَ، وَيُتِمُّ السُّجُودَ وَلَا يُتِمُّ الرُّكُوعَ.

"Sesungguhnya ada seseorang yang shalat selama 60 tahun, namun tidak ada yang diterima amalan shalatnya walau satu shalatpun. Boleh jadi, dia sempurnakan rukuknya tetapi sujudnya kurang sempurna, ia menyempurnakan sujudnya, namun tidak menyempurnakan rukuknya". [HR Ibn Abi Syaibah]

 

Suatu ketika Nabi masuk masjid, kemudian ada seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi , lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata,

ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ

“Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.”

Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi . Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.” Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek shalatnya tersebut berkata :

وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى

“Demi Allah yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat selain seperti yang telah aku kerjakan tadi. Makanya ajarilah aku!”

 Rasulullah lantas mengajarinya dan bersabda :

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

“Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertai thuma’ninah ketika ruku’. Lalu bangkitlah dan beri’tidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu.” [HR Bukhari]

 

Hadits ini menjadi dasar wajibnya thuma’ninah ketika ruku’ dan sujud menurut mayoritas ulama. Thuma’ninah bisa tercapai dengan batasan sebagai berikut :

أَقَلُّ الطُّمَأْنِينَةِ أَنْ يَصْبِرَ حَتَّى تَسْتَقِرَّ أَعْضَاؤُهُ فِي هَيْئَةِ الرُّكُوعِ وَيَنْفَصِلُ هُوِيُّهُ عَنْ رَفْعِهِ

Minimalnya thuma’ninah adalah seseorang bersabar (berhenti) sehingga anggota badannya diam dalam posisi ruku’ dan menjadi terpisah antara gerakan turunnya dengan gerakan bangun dari ruku’nya. [Kifayatul Ahyar]

 

Imam Syafii dan Abu Yusuf berkata : ruku’ dan sujud itu fardlu dalam shalat disertai thuma’ninah dengan sekira bacaan satu tasbih (Subhanallah). Sehingga seseorang tidak boleh meninggalkan thuma’ninah dalam shalatnya namun menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad, thuma’ninah  bukanlah pekerjaan yang fardlu dalam shalat sehingga boleh saja seseorang mengabaikannya. [Tuhfatul Fuqaha]

 

Imam Abu Hanifah mengemukakan alasannya : 

وَأَمَّا حَدِيثُ الْأَعْرَابِيِّ فَهُوَ مِنْ الْآحَادِ فَلَا يَصْلُحُ نَاسِخًا لِلْكِتَابِ وَلَكِنْ يَصْلُح مُكَمِّلًا

(Hadits orang badui (yang disuruh mengulang shalat) itu berstatus hadits ahad sehingga tidak bisa menasakh (revisi) Al-Qur’an (yang hanya mewajibkan ruku’ dan sujud tanpa perintah thuma’ninah). Maka makna “La Shalata” dalam hadits tersebut bermakna shalatnya tidak sempurna bukan shalatnya tidak sah). Perintah Rasul kepada orang tersebut untuk mengulangi shalatnya sebagai bentuk perintah untuk menyempurnakan shalat dan supaya tidak terbiasa melakukan shalat dengan cara yang sah namun tidak sempurna. Buktinya, Rasul membiarkan orang tersebut hingga selesai shalat. Seandainya shalatnya tidak sah niscaya Rasul akan segera memotong shalatnya dan beliau tidak akan membiarkan orang tersebut meneruskan shalatnya sampai selesai karena melakukan shalat yang batal itu termasuk perbuatan “Abats” (sia-sia) yang tidak boleh dibiarkan begitu saja. [Bada’ius Shana’i’]

 

Dengan demikian sebaiknya tarawih instan tersebut tidak lagi menjadi polemik karena masing-masing mereka memiki hujjah dan alasan (hikmah dan maslahah)nya. Dengan memahami batasan-batasan rukun shalat seperti menjaga bacaan fatihah dan tasyahhudnya serta melakukan ruku’ dan sujud dengan cara minimalnya maka shalatnya bisa jadi sah secara fikih meskipun sebaiknya shalat kita tidak mengabaikan kekhusu’an sebagaimana shalat Rasul .

 

 Wallahu A'lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk terus melaksanakan shalat tarawih dengan baik dan lebih elegan dalam menyikapi fenomena perbedaan dalam masalah shalat tarawih yang hukumnya sunnah.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, S.S.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Serasa Wisata Setiap Hari

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren Lho!

 

NB.

Hak cipta berupa karya ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Dilarang mengubahnya tanpa izin tertulis. Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang  lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Alhaddad]

0 komentar:

Post a Comment