Thursday, August 28, 2025

TELADAN RENDAH HATI

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Iyadl bin Himar Al-Mujasyi’i RA, Rasul SAW Bersabda :

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain”. [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Mengenai tawadlu, Al-Hasan Al-Bashri berkata :

أَتَدْرُونَ مَا التَّوَاضُعُ ؟ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ بَيْتِكَ فَلَا تَلْقَى مُسْلِمًا إِلَّا رَأَيْتَ أَنَّ لَهُ عَلَيْكَ فَضْلاً

Tahukah kalian apakah Tawadlu (rendah hati) itu?.  Tawadlu adalah engkau keluar rumah lalu tidaklah kalian bertemu dengan muslim lain kecuali engkau melihat kelebihannya di atas dirimu. [Ihya Ulumiddin]

 

Dan Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata :

إِنَّ مِنْ رَأْسِ التَّوَاضُعِ أَنْ تَبْدَأَ مَنْ لَقِيتَ بِالسَّلَامِ، وَأَنْ تَرْضَى بِالدُّونِ مِنْ شَرَفِ الْمَجْلِسِ، وَتَكْرَهَ الْمِدْحَةَ وَالسُّمْعَةَ وَالرِّيَاءَ بِالْبِرِّ.

“Sesungguhnya di antara inti dari kerendahan hati adalah engkau memulai salam kepada orang yang engkau temui, engkau rela duduk di tempat yang rendah dari kemuliaan majelis, engkau tidak menyukai pujian, ketenaran, dan riya’ dalam kebaikan. [Az-Zudh, Hannad bin Sirry]

Dan dalam hadits utama, Rasul bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain”. [HR Muslim]

 

Perintah tawadlu’ berlaku kepada semua orang termasuk kepada Nabi SAW sehingga beliupun bertawadlu’ dan menjadi teladan dalam tawadlu’. Beliau bersabda : "Telah turun kepadaku seorang malaikat dari langit yang tidak pernah turun kepada seorang nabi sebelumku, dan tidak akan turun kepada seorang pun sesudahku. Malaikat itu adalah Isrāfīl, dan bersamanya ada Jibrīl. Ia berkata: 'Assalāmu ‘alaika yā Muhammad.' Lalu ia berkata: “Aku adalah utusan Tuhanmu kepadamu. Dia memerintahkanku untuk menawarkan kepadamu:

إِنْ شِئْتَ نَبِيًّا عَبْدًا , وَإِنْ شِئْتَ نَبِيًّا مَلَكًا

jika engkau mau, engkau menjadi nabi yang hamba (rendah hati, sederhana); dan jika engkau mau, engkau menjadi nabi yang raja.”

Maka aku memandang kepada Jibrīl, lalu Jibrīl memberi isyarat kepadaku agar aku rendah hati. Maka aku berkata: “Aku memilih menjadi nabi yang hamba.” Rasul SAW bersabda :

لَوْ أَنِّي قُلْتُ نَبِيًّا مَلَكًا , ثُمَّ شِئْتُ لَسَارَتِ الْجِبَالُ مَعِيَ ذَهَبًا.

'Seandainya aku memilih menjadi nabi yang raja, lalu aku menghendakinya, niscaya gunung-gunung akan berjalan bersamaku dalam keadaan berupa emas.” [HR Thabrani]

 

Menguatkan hal ini Nabi SAW bersabda : “Aku makan seperti seorang hamba sahaya makan, dan aku duduk seperti seorang hamba sahaya duduk. Aku hanyalah seorang hamba”. [HR Baihaqi] Dan tatkala ada yang bertanya mengenai pekerjaan Nabi di dalam rumah, maka Aisyah RA berkata : Beliau melayani keluarganya (melakukan pekerjaan rumah), maka apabila beliau mendengar adzan, beliau segera keluar (untuk shalat)." [HR Bukhari] “Beliau itu seperti orang pada umumnya, beliau membersihkan baju (dari kutu), memerah susu kambingnya, dan melayani keperluannya sendiri. [HR Ahmad]

 

Di antara Implementasi sifat tawadlu’ beliau adalah tidak suka mendapat pujian. Ada seseorang memanggil beliau :

يَا مُحَمَّدُ يَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا وَخَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا

“Wahai Muhammad, wahai pemimpin kita dan anak dari pemimpin kami, orang terbaik kami dan anak dari  orang terbaik kami”

Lalu Rasul SAW bersabda : "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Allah, dan jangan sekali-kali kalian disesatkan oleh setan. Aku adalah Muhammad bin ‘Abdillāh, hamba Allah dan utusan-Nya. Demi Allah, aku tidak suka jika kalian mengangkat kedudukanku lebih tinggi dari derajat yang telah Allah berikan kepadaku." [HR Ahmad]

 

Beliau juga tidak suka diunggul-unggulkan dari nabi lain. Suatu ketika ada seorang muslim bertengkar dengan orang Yahudi. Muslim berkata : “Demi dzat yang memilih Muhammad di atas sekalian alam”. Yahudi berkata : “Demi dzat yang memilih Musa di atas sekalian alam”. Tidak terima dengan pernyataan bahwa Nabi musa lebih unggul dari Nabi Muhammad SAW maka orang muslim itu menempeleng wajah Yahudi. Lalu Yahudi lapor kepada Nabi SAW dan menceritakan duduk perkaranya. Lalu Nabi SAW bersabda :

لَا تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى

“Jangan kau lebih-lebihkan aku di atas Musa”. [HR Bukhari]

Hal ini beliau sabdakan meskipun nyata-nyata beliau adalah sayyidul Anbiya dan Allahpun menyatakan bahwa Allah memberi kelebihan pada sebagian nabi di atas nabi yang lain sebagaimana dalam surat Al-Baqarah : 253. Dalam hadits lain, “Janganlah kalian membanding-bandingkan di antara para nabi.” [Fathul Bari] Ini semua adalah wujud kerendahan hati beliau.

 

Suatu ketika Adi bin Hatim bertamu ke rumah Rasul SAW saat itu beliau sedang duduk di atas sebuah bantal dari kulit. Melihat ada tamu maka beliau mengambil bantal tersebut dan memberikannya kepada Adi. Maka adi-pun duduk di atasnya, sedangkan beliau duduk di lantai. Melihat hal ini, adi merasa segan (haru), dan ia menyadari bahwa

لَيْسَ يُرِيدُ عُلُوًّا فِي الدُّنْيَا وَلَا فَسَادًا

beliau tidaklah menginginkan kedudukan tinggi di dunia dan tidak pula melakukan kerusakan.” [HR Baihaqi]

 

Beliau juga tidak segan untuk mendatangi rumah para sahabat. Satu ketika beliau berkunjung ke rumah Abdullah bin Amr. Setelah masuk ke rumahnya, Abdullah menyodorkan bantal untuk alas duduk namun beliau tidak memakainya dan memilih duduk di atas lantai sehingga bantal tersebut berada di antara Nabi dan Abdullah. [HR Bukhari]

 

Sebagai pimpinan dan manusia mulia, beliau juga tidak malu-malu dan segan untuk melayani para sahabat. Di satu perjalanan di mana para sahabat kehausan, Nabi SAW menuangkan air sedangkan Abu Qatadah membagi-bagi air tersebut kepada para sahabat sehingga tidak tersisa selain Abu Qatadah dan beliau. Lalu beliau menuangkan air sambil bersabda : "Silahkan kamu meminumnya." Abu Qatadah menjawab; "Saya tidak akan minum hingga engkau minum dahulu wahai Rasulullah!." Beliau bersabda:

إِنَّ سَاقِيَ الْقَوْمِ آخِرُهُمْ شُرْبًا

"Yang memberi minum adalah yang terakhir kali minum."

Maka Abu Qatadah minum dan beliau juga minum."[HR Muslim]

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk ber-tawadlu sebab jika beliau yang mulia dan memiliki derajat yang tertinggi saja mau ber-tawadlu lalu kenapa kita yang hina dan tidak memiliki derajat setinggi beliau bisa enggan ber-tawadlu dan lebih cenderung sombong?

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment