ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Iyadl bin Himar Al-Mujasyi’i RA, Rasul SAW Bersabda :
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا
حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya
Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati,
sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain,
dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain”. [HR Muslim]
Catatan
Alvers
Mengenai
tawadlu, Al-Hasan Al-Bashri berkata :
أَتَدْرُونَ مَا التَّوَاضُعُ ؟ أَنْ تَخْرُجَ مِنْ
بَيْتِكَ فَلَا تَلْقَى مُسْلِمًا إِلَّا رَأَيْتَ أَنَّ لَهُ عَلَيْكَ فَضْلاً
Tahukah
kalian apakah Tawadlu (rendah hati) itu?.
Tawadlu adalah engkau keluar rumah lalu tidaklah kalian bertemu dengan
muslim lain kecuali engkau melihat kelebihannya di atas dirimu. [Ihya
Ulumiddin]
Dan
Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata :
إِنَّ مِنْ رَأْسِ التَّوَاضُعِ أَنْ تَبْدَأَ مَنْ
لَقِيتَ بِالسَّلَامِ، وَأَنْ تَرْضَى بِالدُّونِ مِنْ شَرَفِ الْمَجْلِسِ،
وَتَكْرَهَ الْمِدْحَةَ وَالسُّمْعَةَ وَالرِّيَاءَ بِالْبِرِّ.
“Sesungguhnya
di antara inti dari kerendahan hati adalah engkau memulai salam kepada orang
yang engkau temui, engkau rela duduk di tempat yang rendah dari kemuliaan
majelis, engkau tidak menyukai pujian, ketenaran, dan riya’ dalam kebaikan.
[Az-Zudh, Hannad bin Sirry]
Dan
dalam hadits utama, Rasul bersabda : “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan
kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang
pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang
berbuat aniaya terhadap orang lain”. [HR Muslim]
Perintah
tawadlu’ berlaku kepada semua orang termasuk kepada Nabi SAW sehingga beliupun
bertawadlu’ dan menjadi teladan dalam tawadlu’. Beliau bersabda : "Telah
turun kepadaku seorang malaikat dari langit yang tidak pernah turun kepada
seorang nabi sebelumku, dan tidak akan turun kepada seorang pun sesudahku.
Malaikat itu adalah Isrāfīl, dan bersamanya ada Jibrīl. Ia berkata: 'Assalāmu
‘alaika yā Muhammad.' Lalu ia berkata: “Aku adalah utusan Tuhanmu kepadamu. Dia
memerintahkanku untuk menawarkan kepadamu:
إِنْ شِئْتَ نَبِيًّا عَبْدًا , وَإِنْ شِئْتَ نَبِيًّا
مَلَكًا
jika
engkau mau, engkau menjadi nabi yang hamba (rendah hati, sederhana); dan jika
engkau mau, engkau menjadi nabi yang raja.”
Maka
aku memandang kepada Jibrīl, lalu Jibrīl memberi isyarat kepadaku agar aku rendah
hati. Maka aku berkata: “Aku memilih menjadi nabi yang hamba.” Rasul SAW
bersabda :
لَوْ أَنِّي قُلْتُ نَبِيًّا مَلَكًا , ثُمَّ شِئْتُ
لَسَارَتِ الْجِبَالُ مَعِيَ ذَهَبًا.
'Seandainya
aku memilih menjadi nabi yang raja, lalu aku menghendakinya, niscaya
gunung-gunung akan berjalan bersamaku dalam keadaan berupa emas.” [HR Thabrani]
Menguatkan
hal ini Nabi SAW bersabda : “Aku makan seperti seorang hamba sahaya makan, dan
aku duduk seperti seorang hamba sahaya duduk. Aku hanyalah seorang hamba”. [HR
Baihaqi] Dan tatkala ada yang bertanya mengenai pekerjaan Nabi di dalam rumah,
maka Aisyah RA berkata : Beliau melayani keluarganya (melakukan pekerjaan
rumah), maka apabila beliau mendengar adzan, beliau segera keluar (untuk
shalat)." [HR Bukhari] “Beliau itu seperti orang pada umumnya, beliau
membersihkan baju (dari kutu), memerah susu kambingnya, dan melayani
keperluannya sendiri. [HR Ahmad]
Di
antara Implementasi sifat tawadlu’ beliau adalah tidak suka mendapat pujian.
Ada seseorang memanggil beliau :
يَا مُحَمَّدُ يَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا
وَخَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا
“Wahai
Muhammad, wahai pemimpin kita dan anak dari pemimpin kami, orang terbaik kami
dan anak dari orang terbaik kami”
Lalu
Rasul SAW bersabda : "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada
Allah, dan jangan sekali-kali kalian disesatkan oleh setan. Aku adalah Muhammad
bin ‘Abdillāh, hamba Allah dan utusan-Nya. Demi Allah, aku tidak suka jika
kalian mengangkat kedudukanku lebih tinggi dari derajat yang telah Allah
berikan kepadaku." [HR Ahmad]
Beliau
juga tidak suka diunggul-unggulkan dari nabi lain. Suatu ketika ada seorang
muslim bertengkar dengan orang Yahudi. Muslim berkata : “Demi dzat yang memilih
Muhammad di atas sekalian alam”. Yahudi berkata : “Demi dzat yang memilih Musa
di atas sekalian alam”. Tidak terima dengan pernyataan bahwa Nabi musa lebih
unggul dari Nabi Muhammad SAW maka orang muslim itu menempeleng wajah Yahudi.
Lalu Yahudi lapor kepada Nabi SAW dan menceritakan duduk perkaranya. Lalu Nabi
SAW bersabda :
لَا تُخَيِّرُونِي عَلَى مُوسَى
“Jangan
kau lebih-lebihkan aku di atas Musa”. [HR Bukhari]
Hal
ini beliau sabdakan meskipun nyata-nyata beliau adalah sayyidul Anbiya dan
Allahpun menyatakan bahwa Allah memberi kelebihan pada sebagian nabi di atas
nabi yang lain sebagaimana dalam surat Al-Baqarah : 253. Dalam hadits lain,
“Janganlah kalian membanding-bandingkan di antara para nabi.” [Fathul Bari] Ini
semua adalah wujud kerendahan hati beliau.
Suatu
ketika Adi bin Hatim bertamu ke rumah Rasul SAW saat itu beliau sedang duduk di
atas sebuah bantal dari kulit. Melihat ada tamu maka beliau mengambil bantal
tersebut dan memberikannya kepada Adi. Maka adi-pun duduk di atasnya, sedangkan
beliau duduk di lantai. Melihat hal ini, adi merasa segan (haru), dan ia
menyadari bahwa
لَيْسَ يُرِيدُ عُلُوًّا فِي الدُّنْيَا وَلَا فَسَادًا
beliau
tidaklah menginginkan kedudukan tinggi di dunia dan tidak pula melakukan
kerusakan.” [HR Baihaqi]
Beliau
juga tidak segan untuk mendatangi rumah para sahabat. Satu ketika beliau
berkunjung ke rumah Abdullah bin Amr. Setelah masuk ke rumahnya, Abdullah
menyodorkan bantal untuk alas duduk namun beliau tidak memakainya dan memilih
duduk di atas lantai sehingga bantal tersebut berada di antara Nabi dan
Abdullah. [HR Bukhari]
Sebagai
pimpinan dan manusia mulia, beliau juga tidak malu-malu dan segan untuk
melayani para sahabat. Di satu perjalanan di mana para sahabat kehausan, Nabi
SAW menuangkan air sedangkan Abu Qatadah membagi-bagi air tersebut kepada para
sahabat sehingga tidak tersisa selain Abu Qatadah dan beliau. Lalu beliau menuangkan
air sambil bersabda : "Silahkan kamu meminumnya." Abu Qatadah menjawab;
"Saya tidak akan minum hingga engkau minum dahulu wahai Rasulullah!."
Beliau bersabda:
إِنَّ سَاقِيَ الْقَوْمِ آخِرُهُمْ شُرْبًا
"Yang
memberi minum adalah yang terakhir kali minum."
Maka Abu
Qatadah minum dan beliau juga minum."[HR Muslim]
Wallahu A’lam.
Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk ber-tawadlu sebab jika
beliau yang mulia dan memiliki derajat yang tertinggi saja mau ber-tawadlu lalu
kenapa kita yang hina dan tidak memiliki derajat setinggi beliau bisa enggan
ber-tawadlu dan lebih cenderung sombong?
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul
Bari, SS., M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Sarana Santri
ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok
itu Keren!
WA Auto Respon
: 0858-2222-1979
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada.
Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus
setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment