Monday, October 9, 2023

LOGIKA EKSISTENSI ALLAH

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Tidak ada seorang bayipun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fitrahnya (Islam). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai yahudi, nashrani atau majusi. [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Dalam hadits tersebut ditegaskan bahwa setiap manusia terlahir atas fitrah. Ada berbagai macam apendapat mengenai fitrah yang dimaksud dalam hadits ini namun Imam Nawawi berkata

وَأَشْهَرُ الْأَقْوَالِ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْفِطْرَةِ الإِسْلَامُ

Dan yang paling masyhur dari berbagai pendapat bahwa yang dimaksud fitrah disini adalah Islam. [Syarah Muslim]

 

 Allah SWT berfirman dalam hadits Qudsy :

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمْ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ

sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus semuanya, namun mereka didatangi oleh setan lalu setan menjauhkan mereka dari agama (fitrah) mereka. [HR Muslim]

 

Secara fitrah, manusia bisa memahami keberadaan sang pencipta. Ada orang dari pedalaman ditanya mengenai bukti adanya Tuhan. Ia menjawab : Subhanallah, adanya kotoran unta (yang ada di jalan) menunjukkan adanya unta. Jejak kaki menunjukkan adanya orang yang berjalan. Maka langit dengan gugusan bintang, bumi dengan banyak jalan dan lautan dengan gelombangnya,

أَلَا يَدُلُّ ذَلِكَ عَلَى وُجُودِ اللَّطِيْفِ الْخَبِيْرِ؟

bukankah itu semua menunjukkan adanya pencipta yang maha lembut dan maha mengetahui? [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Ada kisah seorang atheis yang tidak mempercayai adanya tuhan namun ketika ia naik pesawat yang mengalami goncangan turbulensi dahsyat dan iapun dalam kondisi ketakutan maka ia tanpa sadar berteriak “oh My God!” (Ya Tuhanku). Hal ini seperti yang dilakukan oleh orang kafir terdahulu. Allah SWT berfirman :

وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

Dan apabila mereka digulung ombak yang besar seperti gunung maka mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya [QS Luqman : 32]

 

Begitu pula yang terjadi kepada Fir’aun. Ia mengaku tuhan dan tiada tuhan melainkan ia. Ketika Fir’aun berada dalam puncak ketakutannya bahkan nyawa sudah diujung kerongkongannya maka ia baru mengakui adanya tuhan yang sebenarnya. Allah SWT berfirman :

 حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Hingga ketika Fir'aun itu telah tenggelam maka ia berkata : "Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." [QS Yunus : 90]

 

Demikianlah secara fitrah manusia akan mengakui adanya Allah SWT. Dan secara logika akal sehat keberadaan tuhan itu mudah dipahami. Imam empat madzhab pernah ditanya mengenai bukti adanya tuhan. Ibnu Katsir menceritakan dalam tafsirnya. Imam Malik ketika ditanya oleh khalifah Ar-Rasyid mengenai dalil adanya Tuhan maka ia menjawab dengan mengemukakan dalil berupa berbeda-bedanya bahasa, suara dan langgam. Imam Abu Hanifah pernah ditanya oleh kaum atheis mengenai wujudnya tuhan sang pencipta. Ia berkata kepada mereka : sebentar, aku sedang berpikir ada orang bercerita bahwa ada perahu yang membawa banyak barang dagangan sedang berada di tengah laut sementara tidak ada nahkoda dan tidak ada pula orang yang mengawasinya. Namun demikian perahu itu kesana kemari dengan sendirinya menerjang ombak besar dan bisa selamat darinya. Jadi perahu itu berjalan tanpa dikendalikan oleh siapapun. Mereka berkata : Hal itu tidak akan dikatakan oleh siapapun yang berakal. Abu Hanifah berkata : “Celaka kalian. (Bagaimana bisa kalian berkata seperti itu sementara kalian mengira) Apa yang ada di dunia ini mulai dari yang di atas hingga yang dibawah dan apa yang berada diantara keduanya itu tidak ada yang menciptakan?” Mendengar bantahan ini mereka terdiam dan merekapun masuk islam. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Demikian pula Imam Syaf’i juga ditanya mengenai keberadaan Tuhan sang pencipta, ia menjelaskan : Ini adalah daun murbei, rasanya satu. Jika dimakan oleh ulat ia akan mengeluarkan sutra. Apabila dihisap lebah ia akan mengeluarkan madu. Dan apabila dimakan oleh kambing, unta dan binatang ternak maka keluarnya menjadi kotoran dan jika dimakan oleh kijang maka keluarnya menjadi minyak misik (kasturi) padahal semuanya berasal dari satu benda yaitu daun. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Imam Ahmad memberikan analogi mengenai keniscayaan adanya sang pencipta, ia berkata :  “Ini dia benteng yang kuat, tanpa pintu dan tanpa celah sedikitpun. Bagian luar seperti perak putih dan bagian dalamnya seperti emas. Tiba-tiba jebol temboknya dan keluarlah hewan yang bisa mendengar, melihat dan bentuknya indah serta suaranya merdu. Itulah telur yang keluar dari dalamnya seekor ayam”. Mungkinkah ia tercipta dengan sendirinya tanpa adanya yang menciptakan? [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Lantas, Kalau Tuhan itu memang ada kenapa kita tidak bisa melihatnya atau bertemu dengannya?. Ada seorang yang buta sejak lahir dan ia sekarang sudah dewasa. Stau hari ia hendak keluar rumah sehingga meminta saudaranya untuk mengenakannya baju. Saudaranya berkata : sekarang kamu telah memakai baju merah, kaos biru, celana abu-abu dan topi berwarna kuning. Orang buta itu lantas bertanya : “Apa itu warna merah, biru, kuning? Tolong jelaskan kepadaku”. Saudaranyapun kebingungan untuk menjelaskan perbedaan warna-warna tadi. Lantas apakah jika saudaranya tidak mampu menjelaskan warna tersebut kepada orang buta sejak lahir itu menandakan bahwa warna itu tidak ada?. Apakah karena orang yang buta tadi tidak bisa melihat warna lantas itu berarti warna itu tidak ada? Oh tentu tidak. Bahkan orang yang buta tersebut tidak mengingkarinya meskipun ia tidak mengetahui hakikatnya mengenai warna tersebut. Jika demikian maka janganlah karena kita tidak bisa melihat Allah lantas Allah dibilang tidak ada. Kita ibarat orang buta sejak lahir tadi, tidak melihat warna-warni karena yang diketahui hanyalah warna hitam. [Terjemah bebas dari Fiqh islamonline net] Allah mengingatkan dalam firman-Nya :

لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [QS Al-An’am : 103]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk beriman kepada Allah dan semakin yakin dengan kebenaran ajaran Islam.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

 NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment