Friday, June 5, 2020

SAUDARA TANPA STRATA



ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian. [HR Muslim]

Catatan Alvers

Dalam kehidupan ini, perbedaan adalah sebuah keniscayaan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan namun dalam kenyataannya sering terjadi adanya perbedaan menjadi sebab perpecahan. Betapa banyak persaudaraan yang retak karena perbedaan strata sosial.

Stratifikasi sosial berasal dari kata “stratum” yang berati lapisan dan “socius” yang berarti masyarakat. Stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai perbedaan posisi (derajat) sosial individu-individu dalam masyarakat. Strata sosial ini telah ada sejak dahulu kala sehingga Nabi SAW bersabda :
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita (biasanya) dinikahi karena empat kriteria; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung [HR Bukhari]


Lebih lanjut beliau bersabda :
مَنْ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً لِعِزِّهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا ذُلًّا ، وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا فَقْرًا ، وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِحَسَبِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا دَنَاءَةً ، مَنْ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً لَمْ يُرِدْ بِهَا إِلَّا أَنْ يَغُضَّ بَصَرَهُ وَيُحْصِنَ فَرْجَهُ أَوْ يَصِلَ رَحِمَهُ بَارَكَ اللهُ لَهُ فِيْهَا وَبَارَكَ لَهَا فِيْهِ
(1) Barang siapa yang menikahi wanita karena kemuliaannya (kecantikannya) maka Allah tidak menambahnya melainkan kehinaan. (2) Barang siapa yang menikahi wanita karena kekayaannya maka Allah tidak menambahnya melainkan kemiskinan. (3) Barang siapa yang menikahi wanita karena keturununannya maka Allah tidak menambahnya melainkan kehinaan. Dan barang siapa yang menikahi wanita karena untuk menjaga pandangannya dan kemaluannya atau menyambung kerabat maka Allah tidak memberkahi keduanya. [HR Ibnu Hibban]

Kaya dan miskin merupakan sunnatullah. Allah SWT berfirman :
وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki ... [QS An-Nahl : 71]

Namun janganlah hal itu menjadi sekat yang menghalangi persaudaraan. Rasul SAW bersabda :
شَرُّ الطَّعَـامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى لَهَـا اْلأَغْنِيَـاءُ وَيتْرَكُ الْفُقَرَاءُ
“Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah, hanya orang-orang kaya yang diundang kepadanya, sedangkan kaum fakir dibiarkan (tidak diundang) [HR Bukhari]
Harta bukanlah barometer kemuliaan seseorang sehingga Rasul SAW melarang kita memuliakan seseorang karena hartanya. Rasul SAW bersabda :
وَمَنْ خَضَعَ لِغَنِيٍّ وَوَضَعَ لَهُ نَفْسَهُ إِعْظَامًا لَهُ وَطَمْعًا فِيْمَا قِبَلَهُ ذَهَبَ ثُلُثَا مُرُوْءَتِهِ وَشَطْرُ دِيْنِهِ
Barang siapa yang tunduk dan merendahkan diri di hadapan orang kaya karena tujuan memuliakannya dan mengharapkan pemberiannya maka hilanglah 2/3 harga dirinya dan ½ agamanya. [HR Al-Baihaqi]

Demikian pula keturunan, ia tidak serta merta menjadikan mulia di sisi Allah SWT. Rasulullah SAW berpesan kepada putrinya :
وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا
Wahai Fathimah putri Muhammad, mintalah kepadaku apa yang kamu mau dari hartaku, sungguh aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah". [HR Bukhari]

Begitu pula di sisi hukum, keturunan tidak menjadi keistimewaan. Rasul SAW bersabda : “Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu binasa karena bila ada orang terpandang diantara mereka yang mencuri, mereka membiarkannya; dan bila orang lemah yang mencuri, maka mereka tegakkan hukum atasnya”. Lalu Beliau bersabda :
وَايْمُ اللهِ لَوْ أنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Demi Allah, andaikata Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” [HR Bukhari]

Demikian pula ketampanan, kecantikan, postur tubuh dan warna kulit bukanlah penghalang persaudaraan dengan mereka yang memiliki sifat sebaliknya. Bukankah yang dilihat Allah adalah hatinya sebagaimana hadits utama di atas.

Ada seorang lelaki dari pedalaman bernama Zahir dia orang yang dzamiman (buruk rupa). Ia berkata, “Wahai Rasulullah, Demi Allah, aku ini adalah budak yang tidak laku.” Rasulullah SAW menjawab,
لَكِنْ عِنْدَ اللَّهِ لَسْتَ بِكَاسِدٍ أَوْ قَالَ لَكِنْ عِنْدَ اللَّهِ أَنْتَ غَالٍ
“Namun, di sisi Allah tidaklah demikian, atau beliau berkata, “Namun, di sisi Allah, kau begitu mahal nilainya.” [HR Ahmad]

Dan yang terakhir adalah agama. Ia bukanlah penghalang dalam interaksi sosial dan persaudaraan. Berbedanya agama tidak menghalangi kerjasama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Abdurrahman bin Abi Bakar RA berkata: Suatu ketika, Kami sedang bersama Nabi SAW kemudian datanglah seorang musyrik berambut panjang dan acak-acakan rambutnya dengan membawa seekor kambing. Lalu Nabi SAW bersabda: Apakah kambing ini dijual atau diberikan (hibah kepadaku)? Maka orang musyrik itu menjawab: Tidak, Kambing ini dijual. Maka beliau SAW membeli kambing tersebut darinya. [HR Bukhari]
Sayyidah Aisyah RA berkata :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ
Sungguh Nabi SAW pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan berhutang dalam tempo yang ditentukan dan orang yahudi itu mengambil baju besi beliau sebagai jaminannya [HR Bukhari].

Perbedaan agama bukan menjadi alasan bolehnya kita bertindak semena-mena kepada non muslim. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkah oleh ibnu mas’ud, disebutkan :
مَنْ آذَى ذِمِّيًّا فَأَنَا خَصْمُهُ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa menyakiti non muslim dzimmi (tidak memerangi kaum muslimin), maka Aku menjadi musuhnya. Barangsiapa yang diriku menjadi musuhnya, maka aku akan memusuhinya kelak di hari kiamat. [Jami’ul Ahadits Lis Suyuthi]

Maka seyogyanya kita tidak membeda-bedakan antar saudara karena stratanya karena perbedaan itu bukan untuk dibeda-bedakan akan tetapi perbedaan itu untuk menjadi sarana kita saling menyempurnakan dan saling berbuat baik satu sama lainnya.

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati kita untuk senantiasa menjaga persaudaraan kita tanpa membeda-bedakan strata sosialnya sehingga tercipta persaudaraan yang harmonis.

Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

NB.
Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan semoga menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment