Monday, September 8, 2025

GURU BEBAN NEGARA?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ

“Sesungguhnya yang paling baik untuk kalian ambil upahnya adalah (mengajar) Al-Qur’an.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Viral di medsos potongan video Menkeu yang menyebut 'guru itu beban negara' yang belakangan disebut sebagai hasil deepfake atau AI. [detik com] Disusul dengan Viralnya potongan video Menag yang menyatakan 'Kalau Mau Cari Uang, Jangan Jadi Guru.' namun akhirnya ia minta maaf. [tempo co] Kalau direnungkan statement tersebut benar namun karena konteks saat itu maka disalahpahami bahwa negara enggan membiayai guru ditengah gaya hidup para pejabat yang hedon dan tunjangan yang terus dinaikkan sehingga hal itu memicu protes.

 

Statement pertama, guru itu beban negara benarkah? Dalam artian pendidikan itu dibiayai oleh negara? Dalam Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Imam Ghazali berkata : “Setiap orang yang mengemban tugas dengan kemaslahatan yang kembali kepada kaum Muslimin (seperti para guru), dan jika dia bekerja maka dia tidak bisa melaksanakan tugas (mengajar) nya,

فَلَهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ حَقُّ الْكِفَايَةِ

maka dia berhak mendapat biaya yang cukup dari kas negara”. [Ihya Ulumiddin]

 

Dalam statement yang valid, menkeu berkata : Ini (Memberi gaji guru yang layak) juga salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?.” Al-Qurtubi berkata : Dalam hal ini, wajib bagi imam (pemimpin) untuk memberi bantuan bagi guru demi menegakkan agama. Jika (negara) tidak (mampu), maka kewajiban itu berpindah kepada kaum Muslimin. Sebagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq RA. ketika diangkat menjadi khalifah, beliau tidak memiliki apa pun untuk menafkahi keluarganya, maka beliau mengambil pakaian dan pergi (untuk menjualnya) ke pasar. Lalu orang-orang berkata kepadanya tentang hal itu, dan beliau menjawab: 'Lalu dari mana aku menafkahi keluargaku?' Maka mereka pun mengembalikannya dan menetapkan nafkah yang mencukupi untuknya." [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Statement kedua, Kalau Mau Cari Uang, Jangan Jadi Guru. Benarkah demikian? Apakah seorang pengajar tidak boleh menerima upah? Sebelum membahas lebih lanjut mari kita lihat narasi lengkapnya supaya tidak gagal paham. "Profesi guru adalah jalan panjang menuju keberkahan dan amal jariah yang tak terputus. Banggalah menjadi seorang guru, jangan minder. Rezekinya Insyaallah, makanya jangan ikut-ikutan kayak pedagang yang memang tujuannya mencari uang. Kalau niatnya cari uang, jangan jadi guru, tapi jadi pedagang. [tempo co]

 

Imam Al-Qurtubi berkata : Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menerima upah atas pengajaran Al-Qur'an dan ilmu atau semisalnya. Az-Zuhri dan para ulama dari mazhab ar-ra’y (pendapat) melarang hal tersebut karena mengajar itu kewajiban yang membutuhkan niat mendekatkan diri kepada Allah dan keikhlasan. Maka tidak boleh mengambil upah sebagaimana halnya shalat dan puasa. Dan Allah SWT berfirman :

وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ

Janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan bertakwalah kepada-Ku [QS Al-Baqarah : 41]

 

Sedangkan Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur dan mayoritas ulama memperbolehkan mengambil upah atas kegiatan mengajar al-Qur’an. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW, tentang ruqyah : “Sesungguhnya yang paling baik untuk kalian ambil upah adalah (mengajar) Al-Qur’an.” [HR Bukhari] Ini adalah dali yang jelas yang dapat menghilangkan perbedaan pendapat sehingga seyogyanya ia dapat dijadikan acuan”. [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]

 

Asbabul Wurudnya adalah beberapa sahabat melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber mata air tersebut datang dan berkata: "Adakah di antara kalian seseorang yang pandai meruqyah? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al-fatihah dengan upah seekor kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tidak suka dengan hal itu, mereka berkata: "Kamu mengambil upah atas kitabullah?" setelah mereka tiba di Madinah, mereka berkata: "Wahai Rasulullah, dia mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah SAW bersabda dengan hadits tersebut, yaitu : "Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."[HR Bukhari]

 

Terdapat hadits ruqyah lain yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dimana sahabat meruqyah pemimpin satu kaum dan mendapat imbalan sebanyak 30 ekor kambing namun sahabat itu menolaknya sehingga bertanya dahulu tentang hukumnya kepada Nabi dan setelah sampai di hadapan Nabi dengan menanyakan perihal tersebut, Beliau bersabda :

خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ

Ambillah kambing-kambing itu dari mereka dan berilah aku sebagiannya bersama kalian.” [HR Bukhari dan Muslim]

 

Imam Nawawi menjelaskan : Hadits ini adalah pernyataan tegas tentang bolehnya mengambil upah atas ruqyah dengan surat Al-Fatihah dan dzikir, dan bahwa hal itu hukumnya halal serta tidak makruh. Demikian pula halnya dengan mengambil upah atas pengajaran Al-Qur’an… Dan sabda Nabi : berilah aku sebagiannya (dari kambing-kambing itu) beliau mengucapkannya untuk menyenangkan hati mereka, dan sebagai penegasan bahwa hal itu halal tanpa syubhat sedikitpun. [Syarah Muslim]

 

Demikian pula tatkala ada seorang sahabat yang hendak menikah namun ia tidak memiliki mahar walau cincin dari besi sakalipun, maka ia menawarkan beberapa surat dari Qur’an yang dihafalnya maka Rasul SAW bersabda :

اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Pergilah, sungguh aku telah mengijinkanmu menikah dengan wanita itu dengan mahar berupa bacaan Al-quran yang kau miliki. [HR Bukhari]

Imam nawawi berkata : Hadits ini merupakan dalil diperbolehkannya mahar berupa mengajarkan Al-Qur’an dan bolehnya memberi upah atas mengajarkan Al-Quran. [Syarah An-Nawawi] Mengapa demikian? Karena dalam fiqih, mahar itu disyaratkan harus berupa sesuatu yang bernilai (bisa diperjual belikan) sehingga kalau mengajar Qur’an itu bisa dijadikan mahar itu artinya mengajar Quran itu merupakan sesuatu yang bernilai dan berharga.

 

Sekedar pelengkap, ada pendapat ketiga yaitu As-Sya‘bi berkata : “Seorang guru tidak boleh menetapkan syarat (upah), tetapi jika diberi sesuatu, maka hendaknya ia menerimanya." [Fathul Bari] Dan tersisa pertanyaan, apakah guru jika ia mendapat gaji maka ia masih mendapatkan pahala? Imam Ghazali berkata :

كُلُّ عِبَادَةٍ وَقَعَ فِيهَا تَشْرِيكٌ فَإِنَّ فَاعِلَهَا يُثَابُ عَلَيْهَا إِنْ غَلَبَ الْأُخْرَوِيُّ

Setiap ibadah yang di dalamnya terdapat pencampuran niat (antara dunia dan akhirat), maka pelakunya tetap mendapat pahala jika niat akhiratnya lebih dominan. [Hasyiatani Al-Qalyubi Wa Umayrah]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa bekerja sesuai aturan syariat dan tetap menjaga nilai-nilai keikhlasan supaya tetap mendapatkan pahala kelak di akhirat.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment