ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :
إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ
اللَّهِ
“Sesungguhnya yang
paling baik untuk kalian ambil upahnya adalah (mengajar) Al-Qur’an.” [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Viral di medsos potongan
video Menkeu yang menyebut 'guru itu beban negara' yang belakangan disebut
sebagai hasil deepfake atau AI. [detik com] Disusul dengan Viralnya potongan video
Menag yang menyatakan 'Kalau Mau Cari Uang, Jangan Jadi Guru.' namun akhirnya ia
minta maaf. [tempo co] Kalau direnungkan statement tersebut benar namun karena
konteks saat itu maka disalahpahami bahwa negara enggan membiayai guru ditengah
gaya hidup para pejabat yang hedon dan tunjangan yang terus dinaikkan sehingga hal
itu memicu protes.
Statement pertama, guru itu beban
negara benarkah? Dalam artian pendidikan itu dibiayai oleh negara? Dalam Pasal 31 Ayat 1
UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertera pada
Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Imam Ghazali berkata : “Setiap orang yang mengemban tugas dengan kemaslahatan yang kembali kepada kaum Muslimin (seperti para guru), dan
jika dia bekerja maka dia tidak bisa melaksanakan tugas (mengajar) nya,
فَلَهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ حَقُّ الْكِفَايَةِ
maka dia berhak mendapat biaya yang cukup dari kas
negara”. [Ihya Ulumiddin]
Dalam statement yang valid, menkeu berkata : Ini (Memberi
gaji guru yang layak) juga salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah
semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?.” Al-Qurtubi
berkata : Dalam hal ini, wajib bagi imam (pemimpin) untuk memberi bantuan bagi
guru demi menegakkan agama. Jika (negara) tidak (mampu), maka kewajiban itu
berpindah kepada kaum Muslimin. Sebagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq RA. ketika
diangkat menjadi khalifah, beliau tidak memiliki apa pun untuk menafkahi
keluarganya, maka beliau mengambil pakaian dan pergi (untuk menjualnya) ke
pasar. Lalu orang-orang berkata kepadanya tentang hal itu, dan beliau menjawab:
'Lalu dari mana aku menafkahi keluargaku?' Maka mereka pun mengembalikannya dan
menetapkan nafkah yang mencukupi untuknya." [Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an]
Statement kedua, Kalau Mau Cari
Uang, Jangan Jadi Guru. Benarkah demikian? Apakah seorang pengajar tidak boleh menerima upah?
Sebelum membahas lebih lanjut mari kita lihat narasi lengkapnya supaya tidak
gagal paham. "Profesi guru adalah jalan panjang menuju keberkahan dan amal
jariah yang tak terputus. Banggalah menjadi seorang guru, jangan minder. Rezekinya
Insyaallah, makanya jangan ikut-ikutan kayak pedagang yang memang tujuannya
mencari uang. Kalau niatnya cari uang, jangan jadi guru, tapi jadi pedagang. [tempo co]
Imam Al-Qurtubi berkata
: Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menerima upah atas pengajaran
Al-Qur'an dan ilmu atau semisalnya. Az-Zuhri dan para ulama dari mazhab ar-ra’y
(pendapat) melarang hal tersebut karena mengajar itu kewajiban yang membutuhkan
niat mendekatkan diri kepada Allah dan keikhlasan. Maka tidak boleh mengambil upah sebagaimana halnya shalat dan puasa. Dan Allah SWT berfirman :
وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ
فَاتَّقُونِ
Janganlah kamu
menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga murah dan bertakwalah kepada-Ku
[QS Al-Baqarah : 41]
Sedangkan Imam
Malik, Syafi’i, Ahmad, Abu Tsaur dan mayoritas ulama memperbolehkan mengambil upah
atas kegiatan mengajar al-Qur’an. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW, tentang
ruqyah : “Sesungguhnya yang
paling baik untuk kalian ambil upah adalah (mengajar) Al-Qur’an.” [HR Bukhari] Ini adalah dali yang jelas yang dapat
menghilangkan perbedaan pendapat sehingga seyogyanya ia dapat dijadikan acuan”.
[Al-Jami’
Li Ahkamil Qur’an]
Asbabul Wurudnya
adalah beberapa sahabat melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang
tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber
mata air tersebut datang dan berkata: "Adakah di antara kalian seseorang
yang pandai meruqyah? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada
seseorang yang tersengat binatang berbisa." Lalu salah seorang sahabat
Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al-fatihah dengan upah seekor
kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut
membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tidak suka
dengan hal itu, mereka berkata: "Kamu mengambil upah atas
kitabullah?" setelah mereka tiba di Madinah, mereka berkata: "Wahai
Rasulullah, dia mengambil upah atas kitabullah." Maka Rasulullah SAW bersabda
dengan hadits tersebut, yaitu : "Sesungguhnya upah yang paling berhak
kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah."[HR Bukhari]
Terdapat hadits
ruqyah lain yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dimana sahabat meruqyah pemimpin
satu kaum dan mendapat imbalan sebanyak 30 ekor kambing namun sahabat itu menolaknya
sehingga bertanya dahulu tentang hukumnya kepada Nabi dan setelah sampai di hadapan
Nabi dengan menanyakan perihal tersebut, Beliau bersabda :
خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ
Ambillah kambing-kambing itu dari mereka dan berilah aku sebagiannya bersama kalian.” [HR Bukhari dan Muslim]
Imam Nawawi menjelaskan
: Hadits ini adalah pernyataan
tegas tentang bolehnya mengambil upah atas ruqyah dengan surat Al-Fatihah dan
dzikir, dan bahwa hal itu hukumnya halal serta tidak makruh.
Demikian pula halnya dengan mengambil upah atas pengajaran Al-Qur’an… Dan sabda Nabi :
berilah aku sebagiannya (dari kambing-kambing itu) beliau mengucapkannya
untuk menyenangkan hati mereka, dan sebagai penegasan bahwa hal itu halal tanpa
syubhat sedikitpun. [Syarah Muslim]
Demikian pula
tatkala ada seorang sahabat yang hendak menikah namun ia tidak memiliki mahar walau
cincin dari besi sakalipun, maka ia menawarkan beberapa surat dari Qur’an yang
dihafalnya maka Rasul SAW bersabda :
اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
Pergilah, sungguh
aku telah mengijinkanmu menikah dengan wanita itu dengan mahar berupa bacaan Al-quran
yang kau miliki. [HR Bukhari]
Imam nawawi
berkata : Hadits ini merupakan dalil diperbolehkannya mahar berupa mengajarkan
Al-Qur’an dan bolehnya memberi upah atas mengajarkan Al-Quran. [Syarah
An-Nawawi] Mengapa demikian? Karena dalam fiqih, mahar itu disyaratkan harus berupa
sesuatu yang bernilai (bisa diperjual belikan) sehingga kalau mengajar Qur’an
itu bisa dijadikan mahar itu artinya mengajar Quran itu merupakan sesuatu yang
bernilai dan berharga.
Sekedar pelengkap,
ada pendapat ketiga yaitu As-Sya‘bi berkata : “Seorang guru tidak boleh
menetapkan syarat (upah), tetapi jika diberi sesuatu, maka hendaknya ia
menerimanya." [Fathul Bari] Dan tersisa pertanyaan, apakah guru jika ia mendapat gaji maka ia masih mendapatkan pahala? Imam Ghazali berkata :
كُلُّ
عِبَادَةٍ وَقَعَ فِيهَا تَشْرِيكٌ فَإِنَّ فَاعِلَهَا يُثَابُ عَلَيْهَا إِنْ
غَلَبَ الْأُخْرَوِيُّ
Setiap ibadah yang
di dalamnya terdapat pencampuran niat (antara dunia dan akhirat), maka
pelakunya tetap mendapat pahala jika niat akhiratnya lebih dominan. [Hasyiatani
Al-Qalyubi Wa Umayrah]
Wallahu A’lam.
Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk senantiasa bekerja sesuai aturan
syariat dan tetap menjaga nilai-nilai keikhlasan supaya tetap mendapatkan pahala
kelak di akhirat.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul
Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Sarana Santri
ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok
itu Keren!
WA Auto Respon
: 0858-2222-1979
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada.
Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus
setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment