Thursday, June 16, 2022

HIKMAH KHITAN

ONE DAY ONE HADITH

 Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda :

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ

“Fitrah ada lima yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencabut bulu ketiak, mencukur kumis dan memotong kuku “ [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 Alkisah, ada seorang Wanita non muslim bertanya kepada kyai : Mengapa islam itu mengajarkan untuk menyakiti diri sendiri? Pak kyai bertanya : Bagaimana bisa, dalam agama islam tidak diperbolehkan menyakiti diri sendiri dan menyakiti orang lain “La Dlarara Wa La Dlirara”!. Wanita itu berkata : Lha khitan itu! Bukankah orang yang khitan itu melukai dan menyakiti diri sendiri? Pak Kyai: Oh itu… Sebentar. Saya punya buah pisang silahkan dimakan terlebih dahulu. Pak kyai lebih dahulu mengupas kulit pisang dan mulai melahapnya. Namun Ketika Wanita itu mau mengupas kulit pisang, pak kyai berkata : Hentikan! Jangan kau kupas kulit pisangnya! Makan saja dengan kulitnya. Wanita itu berkata : Ya Sepet lah rasanya. Kyai : Seperti itulah rasanya kalo gak dikhitan!

 

Dr. Muhammad Al-Bar dalam kitabnya “ Al-Khitan” menyatakan bahwa khitan itu berfaedah untuk Kesehatan diantaranya (1) Menjaga dari  infeksi di penis. tertahannya air seni di ujung penis akan menyebabkan infeksi. (2) Terhindar dari kanker penis. riset sepakat, bahwa kanker penis hampir tidak ada bagi (anak-anak) yang telah dikhitan. Di Negara yang tidak berkhitan seperti China, Oganda, Burturico, maka kanker penis mencapai 22 % dari keseluruhan kanker yang menimpa kalangan laki-laki. (3) Radang saluran kencing. Riset menerangkan bahwa 95 % dari anak-anak yang mengeluh dari infeksi saluran kencing, mereka adalah yang belum dikhitan.[Islamqa info/id]

Khitan dalam Bahasa arab berasal dari kata “Khatana” yang semakna dengan “qatha’a” yang artinya memotong. Khitan bagi laki-laki dilakukan dengan memotong kulit yang menyelimuti “hasyafah” (kepala Mr.P) sampai ia terbuka. Adapun bagi perempuan dilakukan dengan memotong sebagian “badhr” yaitu daging yang ada di permukaan Miss V yang menyerupai jengger ayam yang terletak di atas lubang saluran kencing.  [I’anah]Rasul SAW pernah berpesan kepada pengkhitan, Ummu Athiyyah :

إِذَا خَفَضْتِ فَأَشِمِّي وَلَا تَنْهَكِي، فَإِنَّهُ أَسْرَى لِلْوَجْهِ ، وَأَحْظَى عِنْدَ الزَّوْجِ

“Jika kamu mengkhitan Wanita maka hendaklah sedikit saja, jangan banyak-banyak dalam memotong, karena yang demikian itu akan lebih mempercantik wajah dan lebih disukai suami” [HR Thabrany dalam Mu’jam Al-Awsath]

Jadi, khitan itu tidak hanya berlaku untuk laki-laki namun juga orang perempuan sebagaimana dipahami dari keumuman lafadz hadits utama mengenai fitrah di atas dengan tanpa membedakan lelaki atau Wanita, selain mencukur kumis tentunya. Khitan untuk perempuan secara khusus disebut dengan “Khifadl”. [Tuhfatul Muhtaj] Istilah tersebut sebagaimana terdapat pada hadits ummu Athiyah di atas. Dalil lainnya adalah dipahami dari hadits Nabi SAW :

إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَجَبَ الْغُسْلُ

Jika bertemu dua khitan maka wajib mandi. [HR Ahmad]

Yang dimaksud dengan dua khitan adalah tempat khitan lelaki dan tempat khitan perempuan. Maka hadits ini menunjukkan bahwa khitan itu berlaku bagi lelaki dan perempuan.

Hukum khitan adalah wajib bagi lelaki maupun perempuan sekiranya tidak terlahir dalam keadaan sudah berkhitan sebagaimana yang alami oleh Nabi SAW dan 13 nabi lainnya. [I’anah] Hal ini juga terjadi dalam beberapa kasus anak sebagaimana penulis konfirmasi kepada tim medis khitan di RSI Unisma. Kewajiban ini karena kita diperintahkan untuk mengikuti ajaran Nabi Ibrahim AS dan khitan termasuk didalamnya. Allah SWT berfirman :

أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً

Ikutilah ajaran Nabi Ibrahim yang lurus. [QS An-Nahl : 123]

Namun ada pendapat yang menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib bagi lelaki dan sunnah bagi perempuan, dan ini dinukil oleh mayoritas ulama. [I’anatut Thalibin]

Kapan khitan itu dilakukan? Khitan itu hukumnya wajib disegerakan ketika anak masuk usia baligh dalam keadaan berakal sehat karena secara teori, tidak ada taklif (beban syariat) untuk anak-anak sebelum masa baligh. Demikian pula, orang yang meninggal namun belum berkhitan maka tidak diwajibkan dikhitan menurut pendapat yang lebih shahih. Namun jenazah tersebut menurut Imam Ramli, dikuburkan tanpa dishalati karena di badannya masih terdapat najis. Dan Menurut Imam Ibnu Hajar, jenazah ditayammumi sebagai ganti mensucikan najisnya dan anggota badan lainnya dimandikan dan disholatkan seperti biasa. [I’anatut Thalibin]

Dan sunnah menyegerakan khitan anak pada usia ke 7 Hari (tanpa menghitung hari lahir, berbeda dengan aqiqah) karena iitiba’ sebagaimana Nabi SAW mengkhitan Sayyidina Hasan dan Husein.  Dan makruh hukumnya melakukan khitan sebelum itu. Jika diakhirkan maka pada hari ke 40, Jika diakhirkan lagi maka pada usia 7 tahun karena saat itu adalah waktu sang anak mulai diperintahkan melakukan shalat lima waktu. [I’anatut Thalibin] Adapun Nabi Ibrahim AS sendiri diceritakan oleh Rasul SAW :

اخْتَتَنَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِينَ سَنَةً بِالْقَدُومِ

Nabi Ibrahim AS berkhitan pada usia 80 tahun dengan menggunakan kapak. [HR Bukhari]

 

Kulit bekas potongan khitan hendaknya dikuburkan sebagaimana kaidah umum, disunnahkan mengubur bagian yang terpisah dari anak adam yang masih hidup, seperti tangan pencuri yang dipotong, potongan kuku, rambut, segumpal daging dan darah bekam. Hal ini dilakukan untuk memuliakan orangnya. [Nihayatul Muhtaj] Jika pasca khitan terdapat kulit yang Kembali maka menurut Ali Syibramalisi tidak diwajikan untuk mengkhitan ulang. [I’anatut Thalibin]

 

Untuk khitan lelaki sunnah untuk ditampakkan, sebaliknya untuk khitan perempuan sunnahnya disamarkan. Sehingga walimatul khitan diselenggarakan untuk khitan lelaki saja. [Tuhfatul Muhtaj] Walimah untuk khitan disebut dengan “I’dzar”. Biaya Khitan menjadi tanggunan sang anak, namun jika tidak mampu maka menjadi tanggungan wali yang menanggung kehidupannya. [Fathul Mu’in] Sedangkan hadiah, amplop dll yang diberikan Ketika khitan adalah milik sang anak jika memang ditujukan kepada sang anak sehingg bapak tidak boleh menolak pemberian tersebut. Namun jika tidak ada kejelasan tujuannya kepada anak atau bapak maka ulama berbeda pendapat, bisa dimiliki bapaknya atau anaknya. [Tuhfatul Muhtaj] Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk bisa memahami hikmah dari setiap ajaran Islam dam bisa menjalankannya secara sukarela.

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment