إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Thursday, September 14, 2023

SHALAT JENAZAH DI MASJIDIL HARAM

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan Dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ اتَّبَعَهَا حَتَّى تُوضَعَ فِي الْقَبْرِ فَقِيرَاطَانِ

“Barangsiapa mensholatkan jenazah, maka baginya pahala satu qirath (sebesar gunung uhud), dan siapa yang mengantarnya hingga jenazah itu di letakkan di liang kubur, maka baginya pahala dua qirath (Dua gunung uhud).” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Berada di mekkah dan madinah merupakan satu anugerah besar karena seseorang bisa mendapat pahala besar dengan beribadah di masjid nabawi atau masjidil haram. Dan pahala tersebut tidak bisa dicapai dengan beribadah di masjid kampung halaman. Bagaimana tidak, Rasulullah SAW bersabda:

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ

“Shalat di masjidku (Nabawi), lebih utama seribu kali (dibandingkan) shalat di selainnya kecuali Masjidil haram. Dan shalat di Masjidil haram lebih utama seratus ribu (dibandingkan) shalat (di selainnya).“ [HR Ahmad]

 

Jika sekali shalat di sana setara dengan 100.000 kali shalat di kampung halaman maka itu artinya sekali shalat di sana lebih baik pahalanya melebihi shalat di kampung halaman selama 55 Tahun. Subhanallah, betapa besar pahala tersebut. Bagaimana jika seseorang shalat di masjidil haram selama seminggu? MasyaAllah…

 

Ada ibadah lain yang berpahala besar yang jangan sampai terlewatkan oleh orang yang berumrah atau berhaji. Apa itu? Shalat jenazah. Shalat jenazah sangatlah besar pahalanya sebagaimana disebutkan dalam hadits utama di atas yaitu pahala satu qirath (sebesar gunung uhud). Shalat yang sangat singkat tanpa rukuk dan sujud namun pahalanya sangat luar biasa besar, apalagi dilakukan di masjidil haram dan nabawi ditambah lagi shalat jenazah bisa dilakukan setiap harinya lima kali . Subhanallah.

 

Pada awalnya para sahabat tidak mengerti istilah “qirath” sehingga dalam riwayat lain, ada sahabat bertanya apakah dua qirath itu? Lalu Nabi SAW menjawab :

مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ

Seperti dua gunung yang besar [HR Muslim]

Dan dalam riwayat lain Nabi menjelaskan :

كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ

Setiap qirath itu seperti gunung Uhud. [HR Bukhari]

Dan dalam riwayat lain Nabi menjawab:

أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ

Qirath paling kecil dari kedua qirath itu adalah seperti gunung Uhud. [HR Muslim]

 

Mengapa pahala tersebut diserupakan dengan gunung uhud? Az-Zain Ibnul Munir berkata : Rasul SAW ingin menjelaskan betapa besarnya pahala tersebut sehingga beliau mengumpamakan pahala itu dengan sesuatu yang kelihatan oleh mata yaitu gunung terbesar dan gunung yang paling disukai oleh kaum mukminin (yaitu gunung uhud). [Fathul Bari]

 

Sebenarnya shalat jenazah bisa dilakukan di kampung halaman, namun hal itu sesekali saja. Dalam satu bulan belum tentu seseorang berkesempatan untuk melaksanakan sholat jenazah di kampung halaman mengingat shalat ini terikat dengan adanya orang yang meninggal. Jika kita bisa melaksanakan shalat jenazah sebanyak di makkah madinah mungkin penduduk di desa kita bisa habis karena meninggal semuanya.

 

Namun demikian jangan sampai gagal paham. Uraian di atas adalah membicarakan pahala dan bukan amaliyahnya. Jadi jangan sampai seseorang sepulang umrah atau haji kemudian ia tidak melaksanakan sholat lagi dengan dalih pahala sholatnya sudah banyak bahkan berlebih. Bagaimana tidak? Sholat sekali di masjidil haram setara dengan pahala 55 Tahun sholat di kampung halaman maka sehari saja sholat di masjidil haram artinya pahalanya lebih dari 275 Tahun dan itu sudah melampaui usia manusia.

 

Supaya lebih jelas, maka saya analogikan perbedaan amaliyah dan pahala dengan makan dan harga. Makanan termahal dunia diantaranya ada di italia. Sebuah pizza bernama Louis XIII Pizza buatan Renato Viola, salah satu master pizza chef terbaik Italia  yang dibanderol dengan harga USD 9.315,71 (Rp 134 juta). [liputan6 com] Makan sekali Pizza tersebut setara dengan biaya makan di warteg selama 12 tahun dengan tiga kali sehari. Statement ini bukan berarti jika ada orang yang makan Pizza Louis lalu ia bisa tidak makan selama 12 tahun. Tidak demikian, karena yang setara itu harganya bukan makannya. Sama dengan uruysan dholat di masjidil haram itu adalah pahalanya bukan pekerjaan sholatnya sehingga orang yang sehabis umrah haji tetap ia harus menunaikan sholat lima waktu. 

Wallahu A'lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk meraih pahala yang banyak.

TAKUT NAIK PESAWAT

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Jabir bin Atik RA, Rasul SAW bersabda :

الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللهِ : الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ

Mati syahid selain yang tewas dalam peperangan membela agama Allah, ada tujuh, mati karena penyakit tha’un (lepra) adalah syahid, mati karena tenggelam adalah syahid, mati karena luka dalam bagian perutnya adalah syahid, mati karena sakit perut adalah syahid, mati karena terbakar adalah syahid, mati karena tertimpa bangunan (benturan keras) adalah syahid, dan wanita yang mati karena mengandung (atau melahirkan) adalah syahid” [HR. Abu Dawud]

 

Catatan Alvers

 

Pernahkan anda mendengar orang yang tidak mau umroh karena takut naik pesawat? Di tahun 2018 silam, ketika kami akan berangkat umroh bebrapa hari lagi tiba-tiba ada berita pesawat jatuh tepatnya yaitu Pesawat Li*n Air bernomor penerbangan JT610 berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta Senin, (29/10/2018) pukul 06.20 WIB. Namun, 13 menit setelah take off tepatnya pukul 06.33 WIB mengalami hilang kontak dan akhirnya pesawat yang membawa 189 orang itu dinyatakan jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat. [Detik com] Mendengar berita ini, ada jamaah yang takut naik pesawat dengan maskapai yang sama sehingga mereka mengajukan ganti maskapai lainnya dan ada juga yang takut naik pesawat karena khawatir mengalami kejadian yang sama.

 

 

 

Menyikapi hal ini maka saya memberikan wawasan kepada jamaah saya yang kebetulan akan naik pesawat dengan maskapai yang sama saat itu, lalu saya abadikan dalam artikel ini supaya bermanfaat untuk orang-orang yang mengalami trauma yang sama.

 

Bagi anda yang hendak bepergian menggunakan pesawat dengan maskapai yang sama janganlah trauma ataupun takut karena musibah kecelakaan pesawat itu menimpa pesawat maskapai apapun dan bukan masakapai tertentu. Tidak ada jaminan maskapai tertentu pasti selama dari kecelakaan. Dalam catatan sejarah, tahun 28 Desember 2014 AirAsia Indonesia Penerbangan 8501 jatuh di Laut Jawa. Seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 162 tewas. 9 Mei 2012, Sukhoi Superjet 100 menabrak Gunung Salak. Seluruh 45 penumpang dan awak pesawat tewas. 1 Januari 2007, Adam Air Penerbangan 574 jurusan Surabaya - Manado jatuh di Selat Makassar di kedalaman lebih dari 2.000 meter. Seluruh 102 penumpang dan awak pesawat tewas. 7 Maret 2007: Garuda Indonesia Penerbangan 200 jurusan Jakarta - Yogyakarta tergelincir saat mendarat di Bandar Udara Adisucipto. 22 penumpang tewas dan 118 penumpang selamat. [Wikipedia]

 

Ingatlah bahwa setiap kita pasti akan mati dengan cara apapun yang dikehendaki Allah SWT tanpa tahu kapan dan dimana nyawa kita dicabut. Allah SWT berfirman :

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ

Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya (yang terjadi) besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati... [QS Luqman : 34]

 

Kewajiban kita hanyalah berusaha lalu memasrahkan semua urusan kepada Allah swt diiringi dengan doa sebab dengan begitu hati menjadi aman dan tentram serta memupus rasa takut dan was-was dari setan. Rasul SAW mengajarkan doa :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي ، وَالْهَدْمِ ، وَالْغَرَقِ ، وَالْحَرِيقِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari terjatuh dari tempat yang tinggi, dari tertimpa bangunan (termasuk terkena benturan keras), dari tenggelam, dan dari terbakar. Aku juga berlindung kepada-Mu dari campur tangan syetan ketika akan meninggal. Aku juga berlindung kepada-Mu dari meninggal dalam keadaan lari dari medan perang. Aku juga berlindung kepada-Mu dari meninggal karena tersengat hewan beracun’” [HR. al-Nasa’i]

 

Seandainyapun ketika naik pesawat lalu ditakdir jatuh maka setidaknya kita mati syahid. Maksud “Syahid” sebagaimana dikatakan oleh An-Nadlr bin Syumail : Dinamakan syahid (dari kata syahadah artinya persaksian) karena ruh mereka menyaksikan surga darus salam sementara ruh orang lainya baru menyaksikan surga kelak di ahri kiamat. Ibnul Ambari berkata : dinamakan syahid karena karena Allah ta’ala dan malaikatnya ‘alaihimus salam memberikan kesaksian bahwa orang tersebut mendapatkan surga. Dan ada pula pendapat yang menyatakan bahwa orang yang mati syahid, mereka itu dipersaksikan dengan iman dan husnul khatimah. [Syarah An-Nawawi]

 

Mati syahid karena jatuh dari pesawat atau sebab-sebab yang disebut dalam hadits utama di atas setidaknya akan mendapat ampunan-Nya. Abul Walid Al-Baji berkata :

هَذِهِ كُلّهَا مِيتَات فِيهَا شِدَّة الالم فتَفَضَّلَ اللَّه عَلَى أُمَّة مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ جَعَلَهَا تَمْحِيصًا لِذُنُوبِهِمْ وَزِيَادَة فِي أُجُورهمْ يُبَلِّغهُمْ بِهَا مَرَاتِب الشُّهَدَاء

Ini semua merupakan kematian yang didalamnya terdapat rasa sakit yang keras, maka Allah karuniakan itu kepada ummat Nabi Muhammad SAW sebagai penghapus dosa-dosa dan tambahan pahala bagi mereka yang mengantarkan mereka mencapai derajat para syuhada’ [Tanwirul Hawalik]

 

 

Siapa yang tidak rela melihat kita mati dengan mendapat ampunan-Nya? Dengan demikian, keluarga kita pasti akan diberikan kesabaran dan ketabahan atas musibah berat tersebut karena pada hakikatnya ia addalah anugerah untuk kita. Dalam hadits qudsy, Allah swt berfirman :

مَا لِعَبْدِي الْمُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلَّا الْجَنَّةُ

Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang mu'min di sisi-Ku, di waktu Aku mengambil (mewafatkan) kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia meng-ikhlaskannya (dengan mengharapkan ridlo Allah), melainkan ia akan mendapatkan surga.[HR Bukhari]

 

Rasulullah SAW bersabda:  Jika anak dari seorang hamba meninggal dunia maka Allah berfirman kepada para malaikatNya: Kalian telah mencabut anak dari hamba-Ku. Mereka menjawab; Ya. Allah berfirman; Kalian telah mencabut buah hatinya. Mereka menjawab; Ya. Allah bertanya: Apa yang dikatakan hambaKu?. Mereka menjawab;  Dia memujiMu dan mengucapkan istirja (Innalillah). Allah berfirman:

ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ

Bangunlah untuk hambaKu satu rumah di surga, dan berilah nama dengan Baitulhamdi. [HR Tirmidzi]

 

Semoga Allah menjauhkan musibah dan bala’ bencana dari kita dan saudara-saudara kita kaum muslimin. Semoga orang yang hendak naik pesawat diselamatkan oleh Allah swt selama perjalanan hingga kembali ke kampung halaman dan keluarganya. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk tawakkal dan menjauhkan diri kita dari ketakuan, trauma dan rasa was-was. Dan kita semua dijadikan hamba-Nya yang selalu ingat kepada-Nya.

MENYIKAPI BEDA AMALIYAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Amr Ibnul Ash RA, Rasulullah SAW bersabda :

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

“Jika seorang hakim berijtihad untuk memutuskan hukum lalu ia benar, maka ia mendapat dua pahala, namun jika ia berijtihad lalu salah, maka ia mendapat satu pahala” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Ketika berumrah atau haji, kita akan berkumpul dengan umat Islam sedunia dengan amaliah yang beragam sesuai madzhab yang diikuti. Perbedaan madzhab bukanlah satu kekeliruan karena itu adalah hasil ijtihad. Sebagaimana dalam hadits di atas, jika benar maka sang mujtahid mendapat dua pahala, namun jika salah, maka ia mendapat satu pahala.  Hal ini terkadang tidak disadari oleh sebagian jamaah sehingga mereka menganggap aneh perbedaan tersebut bahkan terkadang ingkar kepada orang yang berbeda amaliyahnya. Dan sebaliknya, terkadang kita sendiri yang menjadi korban protes mereka.  

 

Ketika berhaji atau umrah maka hindari berdebat sebisa mungkin. Allah SWT berfriman :

وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

Maka tidak boleh berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. [QS Al-Baqarah : 197]

 

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ada dua pendapat dalam hal ini. Pertama, tidak boleh berbantah-bantahan dalam masalah waktu dan tata cara pelaksanaan ibadah haji karena Allah SWT telah menjelaskannya dengan sejelas-jelasnya. Kedua, tidak boleh berbantah-bantahan dalam segala hal yang menjadikan orang yang berbantahan itu saling marah dan memusuhi. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Dengan demikian kita jangan usil dengan amaliyah orang lain yang berbeda. Dzun Nun Al-Mishri berkata :

النَّاسُ أَعْدَاءُ مَا جَهِلُوا

“Manusia itu menjadi musuh terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.” [Al-Khulf Bayna Jaisy Mishr]

 

Selaras dengan pembahasan ini, ada sebuah kalam hikmah:

مَنْ كَثُرَ عِلْمُهُ قَلَّ إِنْكَارُهُ

Barang siapa yang banyak ilmunya maka ia sedikit mengingkari.

 

Syeikh sa'ud as-syuraim (Lahir th.1966) imam masjidil haram menjelaskan dalam statusnya di twitter :

إِذَا زَادَ عِلْمُ الْمَرْءِ قَلَّ إِنْكَارُهُ عَلَى الْمُخَالِفِ لِعِلْمِهِ أَنَّ لَدَيْهِ دَلِيْلًا

Jika ilmu seseorang bertambah banyak maka ia sedikit mengingkari orang yang menyelisihinya (dalam suatu amalan) karena ia tahu bahwa orang lainpun memiliki dalil (atas apa yang ia amalkan [@saudalshureem]

 

Sikap seperti inilah yang ditunjukkan para sahabat yang merupakan generasi terbaik dalam menghadapi masalah khilafiyah. Mereka banyak beramal dan sedikit berdebat dan sebaliknya orang sekarang banyak  berdebat dan sedikit beramal. Muhammad bin Abu Bakr bertanya kepada Anas di waktu pagi saat berada di Arafah, "Bagaimana menurut Anda mengenai talbiyah di hari ini?" Anas menjawab :

سِرْتُ هَذَا الْمَسِيرَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ فَمِنَّا الْمُكَبِّرُ وَمِنَّا الْمُهَلِّلُ وَلَا يَعِيبُ أَحَدُنَا عَلَى صَاحِبِهِ

"Aku menelusuri jalan ini bersama Nabi saw, di antara kami ada yang membaca takbir dan ada pula yang membaca tahlil, namun tak seorang pun dari kami yang "usil" dengan mencela temannya. [HR Muslim]

 

Pengalaman saya pribadi ketika sa’i. Saya yang bermadzhab Syafi’i melakukan idhtiba' sewaktu sa'i. Idhtiba’ adalah mengenakan selendang ihram dengan posisi bagian tengah selendang ihram di bawah pundak kanan (sebelah bawah ketiak kanan) sedangkan kedua ujung kain ihram di atas pundak kiri. Sayyed bakri berkata :

وَكَذَا يُسَنُّ الْاِضْطِبَاعُ فِي السَّعْيِ قِيَاسًا عَلَى الطَّوَافِ

Begitu pula, sunnah idhtiba' dalam sa'i dengan hukum qiyas kepada thawaf. [I'anatut thalibin]

 

Dan lebih jelasmya, Imam Nawawi berkata :

قَالَ أَصْحَابُنَا وَيُسَنُّ الِاضْطِبَاعُ أَيْضًا فِي السَّعْيِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ وَفِيهِ وَجْهٌ شَاذٌّ أَنَّهُ لَا يُسَنُّ فِيهِ

Para ulama pengikut imam syafi'i berkata ; idhtiba' hukumnya sunnah juga ketika sa'i. Dan inilah pendapat madzhab syafii dan dipastikan oleh mayoritas ulama. Namun ada pendapat Syadz (nyeleneh) bahwasannya hal itu tidak sunnah dilakukan ketika sa’i. [Majmu']

 

Ketika mengamalkan idhtiba’ saat sa’i, dalam beberapa putaran ada beberapa orang yang silih berganti memberi isyarat agar saya tidak melakukan idhtiba’. Mereka menyuruh agar saya menutup pundak kanan dengan kain ihram seperti yang mereka lakukan. Wal hasil saya tidak berdebat dengan mereka, saya membiarkan saja bahkan karena berungkali diingatkan maka saya pilih untuk menuruti permintaan mereka untuk menutup pundak saya. Toh hal ini hanya sekedar kesunnahan dan bukan hal membatalkan sa’i atau umroh.

 

Wallahu A'lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk banyak belajar lagi dan bersikap toleran terhadap perbedaan amaliyah.

Monday, September 11, 2023

UMRAH MABRUR

ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

"Dari Umrah satu ke umrah berikutnya adalah menjadi pelebur dosa di antara keduanya, sedang haji mabrur itu tidak ada balasan bagi yang melakukannya itu melainkan surga." [HR Bukhari]

 

Catatan alvers

 

Setiap orang yang berhaji menginginkan hajinya mabrur dengan motivasi hadits utama di atas yaitu mendapatkan balasan berupa surga. Dalam hadits lain dinyatakan bahwa orang yang hajinya mabrur ia akan kembali suci dari dosa seperti ia baru dilahirkan. Rasul SAW bersabda :

منْ حَجَّ فَلَم يُرْفُتْ وَلَم يَفْسُقُ رَجَعَ كَيَومِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

"Barangsiapa mengerjakan haji, lalu ia tidak berbuat kelalaian dan tidak pula mengerjakan dosa yakni kemaksiatan besar atau yang kecil tetapi berulang kali, maka ia akan kembali dari ibadah hajinya itu sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya yakni tidak ada dosa dalam dirinya sama sekali." [HR Bukhari]

 

Haji mabrur juga merupakan amalan terbaik setelah jihad. Rasulullah SAW ketika ditanya, "Amalan manakah yang lebih utama?" Beliau menjawab, "Beriman kepada Allah dan RasulNya." Lalu beliau ditanya lagi, "Kemudian apakah?" Beliau menjawab: "Jihad fi-sabilillah." Masih ditanya lagi, "Kemudian apakah?" Maka Beliau menjawab: "Haji yang mabrur." [HR Bukhari] Bahkan dalam hadits lain, haji mabrur dinilai sebagai jihad terbaik untuk wanita. Sayyidah Aisyah RA bertanya : "Ya Rasulullah, kita mengetahui bahwa jihad adalah seutama-utama amalan. Lanta apakah kita (kaum wanita) boleh mengikuti jihad?" Beliau lalu menjawab, "Bagi kalian semua kaum wanita, maka sebaik-baiknya jihad ialah haji yang mabrur." [HR Bukhari]

 

Kita sering mendengar Haji Mabrur? Apa maksudnya? Syeikh Sulaiman Al-Baji berkata :

اَلْمَبْرُورُ عَلِى مِثَالِ مَفْعُوْلٍ مِنَ الْبِرِّ يَحْتَمِلُ أَنْ يُرِيْدَ أَنَّ صَاحِبَهُ أَوْقَعَهُ عَلَى وَجْهِ الْبِرِّ

Kata “Mabrur” itu mengikuti wazan “Maf’ulun” tercetak dari kata “birrun” (yang artinya baik) sehingga haji mabrur berarti orang yang berhaji melakukan hajinya dengan cara yang baik. [Al-Muntaqa]

 

Imam Nawawi berkata : Pendapat yang paling masyhur bahwa pengertian haji mabrur adalah :

هو اَلَّذِي لَا يُخَالِطُهُ إِثْمٌ مَأْخُوْذٌ مِنَ الْبِرِّ وَهُوَ الطَّاعَةُ

haji yang tidak dinodai dengan dosa (maksiat). Kata mabrur sendiri tercetak dari kata “birrun” yang artinya ketaatan. [Tanwirul Hawalik]

 

Imam Nawawi dalam sumber yang lain juga berkata :

يَنْبَغِي أنْ يَكُونَ بَعْدَ رُجُوعِهِ خَيْراً مِمَّا كَانَ فَهَذا مِنْ عَلاَمَاتِ قبولِ الْحَج وأنْ يَكُونَ خَيْرُهُ آخِذاً في ازْديادِ

Sebaiknya setelah kepulangan dari haji (umroh), jamaah menjadi lebih baik dari (perilaku) sebelumnya karena ini adalah sebagian dari tanda-tanda diterimanya ibadah haji (umroh) dan kebaikannya terus bertambah [Al-idlah]

 

Ada juga pendapat yang mengatakan “Haji mabrur itu artinya adalah” :

هُوَ الْمَقْبُولُ وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ اَنَّهُ يَرْجِعُ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِدُ الْمَعَاصِيَ

Haji yang “maqbul” (yang diterima). Dan tanda haji mabrur adalah seorang yang berhaji, sepulang dari hajinya ia mejadi lebih baik dari sebelumnya dan ia tidak mengulangi lagi kebiasaannya dalam bermaksiat. [Tanwirul Hawalik]

 

Namun ada perbuatan khusus spesifik yang disampaikan Nabi SAW terkait tanda haji mabrur. Dalam riwayat lain dari hadits utama di atas, ketika Nabi SAW menyampaikan mengenai haji mabrur maka ada sahabat yang bertanya : "Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?" Lalu Rasul SAW menjawab:

إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الْكَلَامِ

"Memberikan makan dan ucapan yang baik." [HR Baihaqi]

 

Dengan pertanyaan yang sama, dalam riwayat lain Nabi SAW menjawab :

إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

"Memberikan makan dan menyebarkan salam." [HR Ahmad]

 

Dan ada syarat yang utama yang tak boleh terlupakan untuk mencapai haji mabrur yaitu harta yang dipergunakan untuk haji berasal dari harta yang halal. Rasul SAW bersabda: “Jika seseorang pergi berhaji dengan nafkah yang baik lalu ia menginjakkan kakinya di tanah suci seraya mengucapkan: “Labbaik Allahumma Labbaik” (Aku memenuhi panggilan-Mu), maka dijawab oleh penyeru dari arah langit :

لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ زَادُكَ حَلالٌ وَرَاحِلَتُكَ حَلالٌ وَحَجُّكُ مَبْرُورٌ غَيْرُ مَأْزُورٍ

“Selamat datang, bekal yang engkau gunakan untuk berhaji adalah halal, kendaraanmu juga halal dan hajimu mabrur tidak tercela”. 

 

Dan jika seseorang pergi berhaji dengan nafkah yang haram lalu ia menginjakkan kakinya di tanah suci seraya mengucapkan: “Labbaik Allahumma Labbaik” (Aku memenuhi panggilan-Mu), maka dijawab oleh penyeru dari arah langit:

لَا لَبَّيْكَ وَلَا سَعْدَيْكَ زَادُكَ حَرَامٌ وَنَفَقَتُكَ حَرَامٌ وَحَجُّكَ غَيْرُ مَبْرُورٍ

Aku tidak sudi menerima kedatanganmu. Bekal yang engkau gunakan untuk berhaji adalah haram, biaya yang engkau belanjakan juga haram dan hajimu pun tidak mabrur”. [HR Thabrani]

 

Baik, uraian itu semua mengenai haji mabrur lantas bagaimana dengan umrah mabrur? Apakah umrah yang diterima juga diistilahkan dengan “mabrur” seperti dalam haji?. Menjawab hal ini, pertama perlu diketahui bahwa haji mabrur itu juga bermakna umrah  mabrur sebab umrah secara bahasa juga disebut dengan istilah haji. Hal ini terbukti dengan dibacanya doa thawaf putaran ke empat yang berbunyi :

اللهم اجْعَلْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَشْكُوْرًا....

“Ya Allah, jadikahlah haji (-ku sebagai haji) mabrur dan sa’i yang diterima”

 

Dalam buku tuntunan manasik umrah teks di atas tetap dibaca “hajjan mabrura”, meskipun thawaf yang dilaksanakan berupa umrah. Ini menguatkan keberadaan umrah yang juga disebut haji. Ya memang demikian, menurut as-shaydalani bahwa umrah secara syariat juga disebut haji karena adanya hadits yang berbunyi :

اَلْعُمْرَةُ هِيَ الْحَجُّ الْأَصْغَرُ

“Umrah itu adalah haji kecil” [Hasyiyah Syarhil Idlah]

 

Kedua, istilah “umrah mabrur(ah)” juga terdapat di dalam hadits. Sebagaimana Rasul SAW bersabda :   

ثُمَّ عَمَلَانِ هُمَا مِنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ إِلَّا مَنْ عَمِلَ بِمِثْلِهِمَا حَجَّةٌ مَبْرُورَةٌ أَوْ عُمْرَةٌ مَبْرُورَةٌ

Ada dua amal ibadah yang terbaik, (tidak ada yang lebih baik) melainkan orang yang mengerjakan seperti kedua hal tersebut, yaitu haji mabrur atau umrah mabrurah.” [HR Baihaqi]

 

Wallahu A’lam, semoga Allah Al-Bari membuka hati kita untuk melakukan ibadah haji dan umrah tidak hanya sebagai ritual ceremonial belaka namun ibadah haji dan umrah sebagai haji dan umrah yang mabrur.