ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA,
Bahwasannya Rasul SAW dalam keadaan berdiri tatkala Allah Azza Wa Jalla menurunkan
ayat :
وَأَنْذِرْ
عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat [QS Asy-Syu’ara’ : 124], Beliau
kemudian bersabda :
يَا
مَعْشَرَ قُرَيْشٍ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي
عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ
مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ
مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لَا أُغْنِي عَنْكِ
مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ
مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا
“Wahai
orang Quraisy (atau kalimat semacam itu), selamatkanlah diri kalian karena aku
tidak dapat menolong kalian sedikit pun dari Allah. Wahai Bani ‘Abdi Manaf, aku
tidak dapat menolong kalian sedikit pun dari Allah. Wahai ‘Abbas bin ‘Abdul
Muthollib, aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah. Wahai Shafiyah
bibi Rasulullah, aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah. Wahai
Fatimah puteri Muhammad, mintalah padaku apa yang engkau mau dari hartaku,
sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah.” [HR. Bukhari dan
Muslim].
Catatan Alvers
Nasab atau keturunan adalah salah satu
perkara yang dibanggakan manusia. Hal ini terbukti, jika seseorang hendak
menikah maka ia akan mempertimbangkan perihal nasab bahkan di kalangan tertentu
nasab menjadi pertimbangan nomor satu dari faktor lainnya. Perkara-perkara
tersebut disinggung oleh Nabi SAW dengan sabda beliau :
تُنْكَحُ
الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا
فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Wanita itu dinikahi
karena empat faktor; hartanya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya, Maka
pilihlah karena faktor agamanya niscaya engkau beruntung” [HR Bukhari]
Hadits ini bukanlah berarti anjuran untuk
menikahi wanita karena faktor- faktor tersebut selain faktor agama, sebagaimana
sering disalah pahami oleh sebagian orang. Hal ini ditegaskan oleh Imam Nawawi dengan
komentarnya:
" الصحيح
في معنى هذا الحديث أن النبي صلى الله عليه وسلم أخبر بما يفعله الناس في العادة
فإنهم يقصدون هذه الخصال الأربع ، وآخرها عندهم ذات الدين ، فاظفر أنت أيها المسترشد
بذات الدين ، لا أنه أمر بذلك
Yang benar dalam memaknai hadits tersebut adalah bahwasannya Nabi SAW
mengabarkan apa yang dilakukan oleh masyarakat dalam adat kebiasaannya. Mereka
sengaja mencari 4 faktor tersebut. Dan faktor terakhir adalah faktor agama,
maka carilah wanita yang memiliki agama kuat, wahai pencari nasehat. Hadits ini
bukan berarti Nabi SAW memerintahkan untuk mencari faktor- faktor tersebut selain faktor agama
[Syarah Muslim]
Nasab juga merupakan salah satu dari lima
maqasid al-syariah Ad-Dlaruriyat yaitu (agama (ad-din); jiwa (an-nafs); akal (al-‘aql);
keturunan (an-nasl); harta (al-mal). Hal ini terbukti bahwa Islam telah mengharamkan untuk menyebut nama
ayah angkat di belakang nama seseorang sebagaimana disebutkan dalam [QS
Al-Ahzab :5]
Nasab juga dianggap penting dalam islam,
terbukti Nabi SAW memerintahkan kita untuk mempelajarinya. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah RA, Rasul SAW bersabda :
تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا
تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ
مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ
Pelajarilah dari silsilah nasab kalian, agar
kalian mengenali tali darah kalian, sebab menyambung tali darah dapat menambah
kasih sayang dalam keluarga, menambah harta dan dapat menambah usia. [HR
Turmudzi]
Namun demikian perlu disadari bahwa nasab saja
tidak cukup menjadikan seseorang mulia di sisi Allah SWT. Bahkan nasab akan
tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi oleh Akhlak terpuji seperti yang
dimiliki oleh nenek moyangnya. Hal inilah yang dipesankan oleh Nabi SAW kepada
Sayyidah Fathimah RA dalam hadits utama di atas. “Wahai Fatimah puteri
Muhammad, mintalah padaku apa yang engkau mau dari hartaku, sesungguhnya aku
tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Ketahuilah alvers, Kedudukan mulia di akhirat
nanti adalah timbal balik dari amal shalih dari seseorang, bukan hasil ongkang-ongkang
kaki dari nasabnya. Allah SWT berfirman :
فَإِذَا
نُفِخَ فِي الصُّورِ فَلَا أَنْسَابَ بَيْنَهُمْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَتَسَاءَلُونَ
“Apabila sangkakala sudah ditiup maka
tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada
pula mereka saling bertanya.” (QS. Al Mu’minun: 101)
Senada dengan ayat ini, Baginda Nabi SAW
bersabda:
وَمَنْ بَطَّأَ
بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang lamban
amalnya, maka nasabnya tidak bisa mengejarnya” [HR Muslim]
Imam Nawawi menjelaskan Hadits ini, Beliau
berkata :
معناه : من كان عمله ناقصا ، لم يلحقه
بمرتبة أصحاب الأعمال ، فينبغي ألا يتكل على شرف النسب ، وفضيلة الآباء ، ويقصر في
العمل .
Makna hadits ini adalah barang siapa yang
amalnya kurang, maka ia tidak akan menemui kedudukan mulia orang-orang yang
beramal. Maka hendaknya orang tidak mengandalkan nasab yang mulia dan keutamaan
nenek moyangnya namun ia sembrono dalam beramal. [Syarah Muslim]
Dengan demikian, hadits ini menunjukkan bahwa
amalanlah yang menaikkan derajat hamba menjadi mulia di akhirat. Hal ini
selaras dengan firman Allah Ta’ala :
وَلِكُلٍّ
دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا
“Dan bagi masing-masing mereka derajat
menurut apa yang telah mereka kerjakan” [QS Al-An’am: 132]
Bahkan nasab akan terputus di sisi Allah jika
seseorang berprilaku yang tidak sesuai dengan ahlak terpuji dari nenek moyangnya.
Lihatlah, tatkala Nabi Nuh ingin menyelamatkan anaknya karena Nabi nuh
memperhatikan hubungan nasabnya. Allah SWT menceritakan hal ini:
وَنَادَى نُوحٌ
رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي
Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil
berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku" [QS
Hud : 45]
Namun lihat apa jawaban Allah SWT :
قَالَ يَانُوحُ
إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ
Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya
dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang
tidak baik. [QS Hud : 46]
Orang yang membanggakan nasab dan garis
keturunannya yang mulia namun prilakunya
kontras dengan akhlaqul karimah ayahnya atau nenek moyangnya maka mereka adalah
oatng yang tertipu.
Imam Ghazali mengingatkan hal ini :
وَمَنْ ظَنَّ
أَنَّهُ يَنْجُو بِتَقْوَى أَبِيهِ كَمَنْ ظَنَّ أَنَّهُ يَشْبَعُ بِأَكْلِ
أَبِيهِ، وَيَرْوَى بِشُرْبِ أَبِيهِ، وَيَصِيرُ عَالِمًا بِعِلْمِ أَبِيهِ،
وَيَصِلُ إِلَى الْكَعْبَةِ وَيَرَاهَا بِمَشْيِ أَبِيهِ.
Barang siapa yang menyangka bahwa ia akan
selamat karena ketaqwaan ayahnya maka sama halnya ia menyangka akan menjadi kenyang
sebab ayahnya makan, Segar sebab ayahnya minum, menjadi alim sebab ilmu yang
dimiliki ayahnya, bisa mencapai ka’bah dan melihatnya sebab ayahnya pergi
kesana. [Ihya Ulumuddin]
Maka dari itu berprilakulah seperti prilaku
nenek moyangmu yang mulia suapaya nasab ini tetap diakui di akhirat kelak. Jika
Sayyidah Fatimah RA saja puteri Nabi SAW -manusia paling mulia di muka bumi- tidak
bisa ditolong oleh ayahnya sendiri, lantas bagaimanakah dengan keturunan selainnya?
Maka Nasab itu relatif, Orang yang mulia perangainya maka nasab akan menambah
kemuliaan dirinya namun jika seseorang jelek perilakunya maka jangan harapkan
nasabnya akan bermanfaat baginya. Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran
kita untuk senantiasa menjaga perilaku baik dan selalu beramal shalih sehingga
setiap kita akan mulia di sisi Allah SWT.
Salam Satu
Hadith,
DR.H.Fathul
Bari, Malang, Ind
ONE DAY ONE
HADITH
Kajian
Hadits Sistem SPA
(Singkat,
Padat, Akurat)
READY STOCK
BUKU ONE DAY#1
OPEN INDENT BUKU
ONE DAY#2
Distributor
: 081216742626