ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Anas Bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ
يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa
yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia menjalin
silaturahim”. [HR Bukhari]
Catatan
Alvers
Sering
kali kita mendengar ungkapan “Alhamdulillah, Rizki Anak Shalih” ketika
seseorang mendapat rizki yang tak terduga. Yang menjadi pertanyaan, benarkah
keshalihan akan mendatangkan tambahan rizki untuk seseorang?. Apa benar
demikian?. Sudah maklum bagi kita bahwa silaturahim itu dapat menambah rizki.
Dalam hadits utama disebutkan : “Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan
dipanjangkan usianya, hendaklah ia menjalin silaturahim”. [HR Bukhari]. Inilah
yang menjadi kunci jawaban pertanyaan tadi. Silaturrahmi merupakan perilaku
kebaikan untuk menyambung hubungan dengan sanak kerabat. Berbicara sanak
kerabat maka tidak ada sanak kerabat yang utama melainkan dari jalur kedua
orang tua. Maka dari itu orang tua adalah inti dari kerabat itu sendiri
sehingga silaturahmi yang utama adalah silaturahmi kepada orang tua. Syeikh
Badruddin Al-Ayni berkata :
بِرُّ الْوَالِدَيْنِ مِنْ
أَعْظَمِ صِلَةِ الرَّحِمِ
Berbakti
kepada kedua orang tua adalah termasuk silaturrahim yang paling agung (utama).
[Umdatul Qari]
Jika
silaturahmi dengan kerabat bisa menjadi sebab diluaskannya rizki seseorang maka
tentulah bisa dikatakan pula bahwa berbakti kepada orang tua itu dapat
meluaskan rizki seseorang, bahkan itu adalah yang utama. Berikut ini beberapa
kisah yang menguatkan kesimpulan bahwa berbakti kepada orang tua itu dapat
meluaskan rizki.
Al-Baghawi
dalam tafsirnya menceritakan tentang seorang shalih dari kalangan Bani Israil
yang mempunyai anak laki-laki kecil. Ia mempunyai seekor anak sapi betina yang
dibawanya ke dalam hutan. Ia berkata,
“Ya Allah! Aku titipkan anak sapi ini kepada-Mu untuk anakku kelak jika dia
dewasa.” Dan tidak lama kemudian orang shaleh itu meninggal dunia.
Singkat
cerita, sang anak tadi tumbuh dewasa menjadi pemuda yang berbakti kepada
ibunya. Pada suatu hari sang ibu menyuruhnya untuk pergi ke hutan untuk mencari
anak sapi betina warisan ayahnya. Iapun masuk ke dalam hutan untuk mencarinya
dan dengan izin Allah SWT iapun mendapatkannya. Ketika hendak dibawa pulang, ia
terkejut melihat sapi itu berbicara agar ia menaikinya. Pemuda itu menolak
dengan alasan sang ibu tidak memerintahkan untuk menaikinya. Setibanya di
rumah, sang ibu menyuruhnya untuk menjual sapi tersebut dengan harga tiga dinar
seperti harga pasarannya dengan catatan melapor kepada ibunya.
Ada
calon pembeli yang bersedia membayar enam dinar, dengan syarat dijual langsung
tanpa pemuda itu lapor kepada ibunya terlebih dahulu. Pemuda itu berkata:
لَوْ أَعْطَيْتَنِي
وَزْنَهَا ذَهَبًا لَمْ آخُذْهُ إِلَّا بِرِضَى أُمِّي
“Seandainya
engkau memberiku emas seberat sapi ini pun, saya tidak akan mengambilnya
melainkan dengan ridla ibuku.”
Pemuda
itu pulang untuk melapor kepada ibunya dan sang ibu menyetujui harga tersebut.
Namun sekembalinya, calon pembeli bersedia membelinya dengan harga dua belas
dinar asal tidak melapor kepada ibunya. Namun pemuda itu lagi-lagi menolaknya.
Iapun kembali lagi ke rumah dan ibunya berkata : “Calon pembeli tadi adalah malaikat yang
menyamar sebagai manusia untuk mengujimu, tanyakanlah kepadanya apakah sapi ini
jadi dijual ataukah tidak”. Pemuda itu pun melakukan perintah ibunya. Sang
malaikat berkata : “Kembalilah kepada
ibumu. Biarkanlah sapi ini, jangan dijual dulu
karena nanti Nabi Musa AS akan menyuruh bani Israil membelinya darimu
sebagai satu syarat untuk mengungkap kasus pembunuhan misterius di kalangan
mereka. Saat itu, jangan kau jual kecuali dengan kepingan uang dinar yang
memenuhi kulitnya”.
Lalu
terjadilah apa yang dikatakan oleh malaikat tadi sebagaimana tersebut dalam
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 67-73. Lalu pemuda itu memiliki banyak harta
berkat penjualan sapi tersebut. Al-Baghawi lantas berkata :
مُكَافَأَةً لَهُ عَلَى
بِرِّهِ بِوَالِدَتِهِ فَضْلًا مِنْهُ وَرَحْمَةً
(Rizki
Uang dinar itu) sebagai imbalan bagi pemuda shalih atas kebaktiannya kepada
ibunya, dan sebagai wujud anugerah serta rahmat dari Allah SWT. [Tafsir
Al-Baghawi]
Tidak
hanya rizki berupa harta, anak yang shalih juga diberikan doa yang mustajabah.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mengisahkan tiga orang yang terjebak
di dalam gua karena ada batu besar yang jatuh dari atas gunung dan menutup
pintu gua. Satu persatu berdoa dengan menyebut amal kebaikan mereka sehingga
Allah membuka batu yang menyumbat gua tersebut. Salah seorang dari mereka yang
merupakan anak shalih berkata : “Ya
Allah, dahulu aku memiliki kedua orang tua yang sudah renta. Aku tidak memberi
minuman untuk keluargaku atau hewan ternakku, sebelum aku memberi minuman untuk keduanya. Suatu saat Aku telat
kembali ke rumah hingga larut malam, maka aku segera membuatkan minuman untuk
mereka, namun ternyata kedua orang tuaku telah tertidur. Akupun menunggu mereka
terbangun dari tidur sambil aku pegangi gelas minuman tersebut hingga terbit
fajar dan mereka terbangun lalu mereka meminumnya”. Dibagian akhir, anak shalih
itu bermunajat :
اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ
فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ
هَذِهِ الصَّخْرَةِ
“Ya
Allah, jika aku melakukan hal itu karena mengharap ridla-Mu, maka lepaskanlah
kami dari batu ini.” [HR Bukhari]
Demikianlah
balasan amal shalih. Dan Allah SWT menegaskan hal itu dalam firman-Nya :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ
ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik ...”
[QS An-Nahl: 97].
Yang
dimaksud dengan kehidupan yang baik pada ayat ini menurut Ibnu Abbas adalah rizki
yang baik semasa di dunia dan kebahagiaan. [Tafsir At-Thabari]
Dan
sebaliknya, amal kejelekan dan maksiat akan menyebabkan terhalangnya rizki
seseorang. Nabi SAW bersabda :
وَإِنَّ الرَّجُلَ
لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ
“Sesungguhnya
seseorang akan terhalang rizkinya karena dosa yang dia lakukan." [HR Ibnu
Majah]
Maksud rizki di sini
adalah rizki khusus yang berada di luar takdir umum. Atau merupakan bagian dari
rizki yang ditetapkan dalam takdir “muallaq” yaitu takdir yang pelaksanaannya
sangat dipengaruhi oleh usaha manusia. Dengan kata lain, takdir muallaq ini bisa
berubah-ubah sesuai dengan usaha maupun doa seseorang.
Lantas bagaimana
dengan ungkapan “Alhamdulillah, Emang Rizki Anak Shalih”, Apakah boleh
diucapkan? karena banyak postingan menyebut hal itu terlarang karena penyataan
itu berarti menyanjung dan mensucikan dirinya sendiri. [viva co id] Sementara Prof
Qurais Shihab memaknai perkataan itu sebagai gambaran dari optimisme dan harapan
seseorang sehingga diperbolehkan. [narasi tv] Maka menurut hemat saya, jika seseorang
mengatakannya dengan tujuan bersyukur kepada Allah atas rizki yang didapatkan pasca
melakukan amal shalih dan sebagai pengakuan akan kebenaran janji Allah dan nabi-Nya
serta sebagai motivasi kepada orang lain untuk berbuat amal shalih maka ucapan
demikian tentulah bagian dari perilaku yang terpuji.
Wallahu A’lam.
Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus beramal shalih lillahi
ta’ala dan tidak menghapuskannya dengan sifat ujub dan sombong serta terus
berbaik sangka kepada orang lain sebagai wujud penerapan amal shalih kita.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren
Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Ngaji dan Belajar
Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok
Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni
Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya
sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan
menjadi amal jariyah kita semua.