إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ
"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]
أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ
“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]
الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص
"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.
“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]
Wednesday, December 7, 2016
SHALAWAT ITU DAHSYAT
Monday, December 5, 2016
PAKETAN SHALAWAT
Tuesday, November 29, 2016
HARI SIAL
Wednesday, October 12, 2016
MAPAK & ZIARAH HAJI
Saturday, October 8, 2016
AMALAN ASYURA
Friday, October 7, 2016
FIKIH ASYURA
ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas RA, Ia berkata :
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى
غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ
Aku tidak
pernah melihat Nabi SAW menyengaja berpuasa di suatu hari yang beliau utamakan
dari hari lainnya melainkan hari ini yakni hari Asyura. [HR Bukhari]
Catatan Alvers
Hari ke 10 dari
bulan mulia Muharram atau yang kenal dengan hari Asyura menjadi hari yang
istimewa untuk berpuasa karena Rasul SAW sendiri menyengaja berpuasa pada hari
itu yang mana beliau utamakan dari hari lainnya. Hadits tersebut mengisyaratkan
bahwa hari asyura adalah hari terbaik setelah ramadhan untuk berpuasa.
Pemahaman ini sejalan dengan sabda Rasul SAW:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ
رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
”Puasa yang
paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan
Allah) yaitu Muharram.”[HR Muslim]
Jika memang
demikian maka apakah tidak terjadi kontradiksi dengan hadits berikut, Abu
Qatadah Al-Anshari berkata : “Nabi SAW
ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab “
يُكَفِّرُ السَّنَةَ
الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
”Puasa Arafah dapat menghapus dosa
setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”
Beliau juga
ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab :
يُكَفِّرُ السَّنَةَ
الْمَاضِيَةَ
”Puasa ’Asyura dapat menghapus dosa setahun
yang lalu.” [HR Muslim]
Hadits Abu
Qatadah ini mengisyaratkan hal sebaliknya yaitu puasa arafah lebih baik dari
pada puasa Asyura yang mana hal ini dipahami dari ukuran pahalanya. Dalam
hadits tersebut, puasa hari arafah lebih besar pahalanya (melebur dosa 2 tahun)
dari pada pahala puasa Asyura (melebur dosa 1 tahun).
Menjawab
kerancuan ini, Ibnu Hajar al-Atsqalani berkata :
إِنَّ يَوْمَ عَاشُورَاء
مَنْسُوبٌ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام وَيَوْمَ عَرَفَة مَنْسُوبٌ إِلَى
النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلِذَلِكَ كَانَ أَفْضَلَ .
Hari Asyura
dinisbatkan kepada Nabi Musa AS sedangkan hari Arafah dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad SAW maka dari itulah puasa Arafah lebih banyak pahalanya [Fathul Bari]
Dari mulianya
hari asyura, hari itu pernah diwajibkan berpuasa oleh Rasul SAW. Imam Haramain
dalam kitabnya, menuqil keterangan dari Muadz bin jabal RA yang berkata :
فُرِضَ صَوْمُ يَوْمِ
عَاشُورَاءَ، ثُمَّ نُسِخَ وُجُوبُهُ، وَفُرِضَ صِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ
كُلِّ شَهْرٍ، وَهِيَ الأَيَّامُ الْبِيضُ، ثُمَّ نُسِخَتْ فَرْضِيَّتُهَا
بِصَوْمِ رَمَضَانَ
Puasa hari
Asyura dahulu diwajibkan kemudian dihapus kewajiban itu dan diwajibkanlah puasa
tiga hari setiap bulan yakni pada ayyamul Bidl (13,14,15 Bulan Hijriyah)
kemudian dinasakh (hapus) dengan diwajibkannya puasa bulan ramadhan [Nihayatul
Mathlab]
Namun demikian
penting dan mulianya puasa hari asyura, bagi seorang istri haruslah mendapat
ijin dari suaminya sebab Rasul SAW bersabda :
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ
أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidaklah halal
bagi seorang wanita untuk berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya ada (tidak
bepergian) kecuali dengan izin suaminya.”[HR Bukhari]
Mayoritas ulama
memahami larangan hadits ini sebagai keharaman. Maka haram hukumnya seorang
istri berpuasa tanpa ijin suaminya jika suaminya ada di rumah dan ia tidak
berpuasa hari itu. Jika si istri bersikukuh untuk berpuasa tanpa ijin maka
puasanya tetap sah namun tidak mendapat pahala. Rasul SAW bersabda :
وَمِنْ حَقِّ الزَّوْجِ
عَلَى زَوْجَتِهِ أَنْ لَا تَصُومَ تَطَوُّعًا إِلَّا بِإِذْنِهِ، فَإِنْ فَعَلَتْ
لَمْ يُقْبَلْ مِنْهَا
Termasuk hak
suami atas istrinya adalah si istri tidak berpuasa sunnah kecuali mendapat ijin
darinya, jika sang istri tetap berpuasa tanpa ijinnya maka puasanya tidak
diterima (oleh Allah SWT) [HR Thabrani]
Mengapa
demikian?, Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata :
وَفِي
الْحَدِيثِ أَنَّ حَقَّ الزَّوْجِ آكَدُ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنَ التَّطَوُّعِ
بِالْخَيْرِ، لِأَنَّ حَقَّهُ وَاجِبٌ، وَالْقِيَامَ بِالْوَاجِبِ مُقَدَّمٌ عَلَى
الْقِيَامِ بِالتَّطَوُّعِ
“Dalam hadits
tersebut terdapat pemahaman bahwa menunaikan hak suami itu lebih utama daripada
menjalankan kebaikan yang hukumnya sunnah. Karena menunaikan hak suami adalah
suatu kewajiban sedangkan menjalankan perkara wajib tentunya didahulukan dari
menjalankan ibadah sunnah.” [Fathul Bari]
Selanjutnya,
Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : dipahami (secara mafhum mukhalafah) dari
hadits tersebut bahwa seorang istri boleh berpuasa sunnah tanpa ijin jika
suaminya bepergian. Dan Jika suami datang di siang hari maka boleh sang istri
membatalkan puasanya tanpa makruh. [Fathul Bari]
Boleh juga
membatalkan puasa sunnah ketika bertamu dan disuguhi makanan bahkan sunnah
baginya membatalkan puasanya jika seandainya ia tidak memakan suguhan tersebut
dapat menyinggung perasaan tuan rumahnya. Bahkan menurut Imam Syafi'i secara
muthlaq sunnah membatalkan puasa sunnahnya tanpa pertimbangan ada atau tidaknya
ketersinggungan tuan rumah. [I’anatut Thalibin] dalam faidah disebutkan :
مَنْ تَلَبَّسَ بِصَوْمِ
تَطَوُّعٍ أَوْ صَلَاتِهِ فَلَهُ قَطْعُهُمَا
Barang siapa
melakukan puasa sunnah atau sholat sunnah maka boleh baginya untuk memutuskan
puasa atau shalatnya
tersebut. [Fathul Mu’in] Wallahu A’lam.
Wallahu A’lam.
Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk melakukan ibadah
sesuai ilmu dan ajaran-Nya.
Salam Satu
Hadits,
Dr. H. Fathul
Bari, SS., M.Ag
Pondok
Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang
Jatim
Sarana Santri
ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok!
Mondok itu Keren!
WA Auto Respon
: 0858-2222-1979
NB.
Thursday, October 6, 2016
SEJARAH PUASA ASYURA
Tuesday, October 4, 2016
MENGUSAP KEPALA YATIM
ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah RA, bahwa seorang laki-laki mengeluhkan hatinya yang keras
kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda:
امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ
وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ
“Usaplah kepala
anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” [HR Ahmad] Hadits ini dinilai oleh
ibnu hajar al-atsqalani sebagai hadits hasan. [Fathul Bari]
Catatan Alvers
Alvers, Betapa
malang seseorang yang ditinggal wafat ayahnya, tulang punggung keluarga, orang
yang menjadi tumpuan hidup sekeluarga, orang yang menjadi pemimpin dalam rumah
tangganya bahkan yang menyayanginya, memperhatikannya, menghiburnya dan
menasehatinya tanpa pamrih. Jangankan anak kecil, orang dewasa sekalipun
apabila ditinggal wafat oleh ayah pastilah merasa tergoncang jiwanya, duka dan
kesedihan akan menyelimutinya. Lantas bagaimana perasaan anak-anak yang masih
kecil, yang belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, tapi ditinggal
pergi oleh Bapaknya untuk selama-lamanya. Boleh jadi, jika boleh memilih maka
tak seorangpun mau kehilangan ayahnya.
Ajaran Islam
yang dibawa oleh seorang nabi yang sangat paham akan perasaan seorang yatim
bahkan beliau sendiri mengalaminya, wajar saja memberikan perhatian khusus
melebihi anak-anak lainnya. Alvers, Wahyu Ilahi telah memerintahkan
kepada kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, berbuat baik
dan menyayangi mereka. Rasul SAW bersabda :
مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ
لَمْ يَمْسَحْهُ إِلَّا لِلَّهِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا
يَدُهُ حَسَنَاتٌ وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمَةٍ أَوْ يَتِيمٍ عِنْدَهُ كُنْتُ
أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ وَفَرَّقَ بَيْنَ أُصْبُعَيْهِ
السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
“Barang siapa
mengusap kepala anak yatim yang semata-mata karena Allah maka dengan setiap
rambut yang dilewati tangnnya, Allah berikan beberapa kebaikan, dan barangsiapa
memperbaiki anak yatim perempuan atau laki-laki yang ada sisinya niscaya aku
dan dia di surga bersanding seperti dua jari ini (Nabi merenggangkan jari
telunjuk dan jari tengah)” [HR Ahmad]
“Mengusap
kepala anak yatim” dalam hadits ini adalah bermakna hakiki (sebenarnya)
sebagaimana Ibnu Hajar al-Haitami berkata:
وَالْمُرَادُ مِنَ الْمَسْحِ فِي الْحَدِيثِ
الثَّانِي حَقِيقَتُهُ
“Maksud dari
mengusap dalam hadits yang kedua adalah makna sebenarnya”...
Kepala disebut
secara khusus, dikarenakan mengusap kepala berarti menghargai, mengasihi,
cinta, dan mengobati kegundahannya. [al-Fatawa al-Haditsiyah]
Berikut adalah tutorial mengelus kepala
anak yatim yaitu dengan menaruh telapak tangan di atas kepala bagian depan,
kemudian dijalankan ke bagian tengah kepala lalu kembali ke awalnya atau simpelnya
mengusap dengan dua arah. Sedangkan mengelus kepala anak kecil yang bukan yatim
adalah dengan menaruh telapak tangan di atas kepala bagian depan, kemudian dijalankan
sampai ke bagian belakang kepala, atau mengusap dengan satu arah saja. Hal ini
sebagaimana sabda Nabi SAW :
إِذَا كَانَ الْغُلَامُ يَتِيمًا فَامْسَحُوا
رَأْسَهُ هَكَذَا إِلَى قُدَّامٍ، وَإِذَا كَانَ لَهُ أَبٌ فَامْسَحُوا بِرَأْسِهِ
هَكَذَا إِلَى خَلْفٍ مِنْ مُقَدَّمِهِ
"Jika anak itu yatim, usaplah
kepalanya seperti ini — ke arah depan, dan jika dia memiliki ayah, maka usaplah
kepalanya seperti ini — ke arah belakang dari bagian depannya." [HR
Thabrani]
Namun bisa juga
bermakna kiasan, Alvers. Syeikh Mulla Al-Qari mengutip pendapat Abu
Thayyib :
مَسْحُ رَأْسِ الْيَتِيمِ كِنَايَةٌ عَنِ
الشَّفَقَةِ وَالتَّلَطُّفِ إِلَيْهِ
“Mengusap
kepala anak yatim adalah sebuah kinayah tentang kasih sayang dan sikap lemah
lembut (kepadanya)”.
Makna kinayah
ini tidak bertentangan dengan makna hakiki, karena keduanya bisa dipadukan”.
[Mirqatul Mafatih]
Dari pendapat
ini Alvers, dipahami bahwa seyogyanya seseorang tidak mencukupkan
diri dengan hanya mengusap kepala anak yatim namun juga haruslah menyantuninya
baik dalam hal sandang, pangan, papan, maupun pendidikannya. Tentunya sesuai
kadar kemampuannya, namun jika tidak mampu maka hendaknya ia tidak
menghardiknya. Allah swt berfirman:
أَرَأَيْتَ الَّذِي
يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ
عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3).
“Tahukah kamu
orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan
tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin “ [QS Al-Ma’un
: 1-3]
Tidak hanya
berpahala besar, mengusap kepala anak yatim dan bersedekah makanan kepada orang
miskin merupakan salah satu cara mengobati hati yang keras sebagaimana hadits
utama di atas.
Manfaat
ini Alvers, menurut Mulla Al-Qari dikarenakan dengan mengusap kepala
yatim, seseorang akan teringan kematian (almarhum ayah yatim) sehingga ia pun
berpikiran mengalami hal yang sama yaitu mati. Dengan demikian ia menggunakan
kesempatan hidupnya dengan baik (untuk ibadah) karena kerasnya hati bersumber
dari kelalaian. Adapun memberi makan fakir miskin, bertujuan untuk mensyukuri
nikmat Allah sehingga seseorang sadar bahwa ia beruntung sekiranya diberi
kelebihan atas anak yatim tersebut. Dari sinilah akhirnya kerasnya hati sirna
dan hatinya menjadi penyayang. [Mirqatul Mafatih]
Selanjutnya Alvers,,
siapakah anak yatim itu?. Secara bahasa “yatim” berarti orang yang sedih atau
sendiri. Al-Jurjani berkata : Yatim adalah
anak yang menyendiri atau terpisah (karena ditinggal wafat) ayahnya karena
nafkah itu tanggungan ayahnya bukan ibunya sementara untuk hewan, istilah yatim
dikenal untuk anak hewan yang menyendiri (karena ditinggal mati) ibunya karena
air susu dan makanan itu berasal dari ibunya. [At-Ta’rifat]
Syeikh
al-Fayyumi AL-Muqri berkata :
فَإِنْ مَاتَ الأَبَوَانِ، فَالصَّغِيرُ
لَطِيمٌ، وَإِنْ مَاتَتْ أُمُّهُ فَقَطْ، فَهُوَ عَجِيٌّ.
Jika bapak
ibunya meninggal, maka anaknya disebut dengan “lathim” dan jika yang meninggal
ibunya saja maka disebut dengan “ ajiy” [Al-Mishbah Al-Munir]
Lantas Alvers, sampai
kapan seorang anak menyandang predikat yatim?. Ibnu Abbas RA pernah menerima
surat dari Najdah bin Amir Al-Haruri yang berisi beberapa pertanyaan, salah
satunya tentang batasan seorang anak disebut yatim, Ibnu Abbas menjawab:
وَإِنَّهُ لَا يَنْقَطِعُ
عَنْهُ اسْمُ الْيُتْمِ حَتَّى يَبْلُغَ وَيُؤْنَسَ مِنْهُ رُشْدٌ
Sesungguhnya
nama (hukum) yatim itu tidak terputus sehingga ia mencapai baligh dan menjadi
dewasa. [HR Muslim]
Dari batasan
ini Alvers, maka menyantuni anak yatim dan keutamaannya akan terus
berlaku setiap hari sepanjang tahun sehingga santunan anak yatim tidak cukup
dilakukan pada tanggal 10 Muharram (Asyura) saja. Wallahu A’lam. Semoga Allah
al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk care terhadap anak yatim dan
membantu meringankan beban hidupnya.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok itu Keren!
WA Auto Respon :
0858-2222-1979
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka
sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
Friday, September 30, 2016
MARHABAN SYAHRULLAH
Wednesday, September 28, 2016
SEJARAH HIJRIYAH
Tuesday, September 13, 2016
“GARANSI REPLACE”