إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Monday, February 19, 2024

KEMULIAAN ANAK PEREMPUAN

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Nabi SAW bersabda :

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ

“Barangsiapa yang menanggung dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat, Aku dan dia (seperti keadaan jari-jari jemari yang dirapatkan)” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Membenci kelahiran anak perempuan merupakan tradisi jahiliyah. Dalam Islam, justru sebaliknya. Anak perempuan merupakan sarana bagi orang tuanya untuk mendapatkan kemuliaan bahkan ada orang shalih berkata : “Orang terbaik adalah yang memiliki anak pertama berupa anak perempuan”. Ada yang bertanya : “Mengapa demikian, Apa dalilnya?” Ia menjawab : “Bacalah firman Allah SWT” :

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ

Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, [QS Asy-Syura: 49]

“Pada Ayat ini, Allah mendahulukan (dalam penyebutan) anugerah anak perempuan dari pada anugerah anak laki-laki maka ini menjadi dalil bahwa orang yang dikedepankan oleh Allah dalam Al-Qur’an maka ia akan dikedepankan di hari kiamat di hadapan semua makhluk”. [Dalilus Sailin]

 

Watsilah ibnul Asqa’ berkata :

مِنْ يُمْنِ المَرْأَةِ تَبْكِيْرُهَا بِالْأُنْثَى قَبْلَ الذَّكَرِ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالىَ بَدَأَ بِذِكْرِ الْإِنَاثِ

Sebagian dari keberkahan seorang wanita adalah melahirkan anak perempuan terlebih dahulu sebelum anak laki-laki. Hal ini dikarenakan Allah SWT mendahulukan penyebutan anak perempuan (dalam ayat di atas) [Tafsir As-Tsa’aliby]

 

Rasul SAW sendiri dikaruniai empat anak perempuan terlebih dahulu (Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah) sebelum memiliki anak laki-laki. Ketika lahir anak ke empat maka ada yang berkata : “Ya Rasulallah, bayinya perempuan (lagi)”  Maka Rasul SAW menjawab dengan penuh keyakinan :

 

هِيَ رَيْحَانَةٌ أَشُمُّهَا

“Dia (anak perempuan) itu wangi, aku mencium baunya”. [Dalilus Sailin]

Dan dalam riwayat lain, Rasul SAW menambahkan perkataan : “Dan rizkinya menjadi tanggungan Allah” [Al-Iqdul farid]

 

Memiliki anak perempuan merupakan sarana bagi orang tuanya untuk mendapatkan kemuliaan sebagaimana ditegaskan dalam hadits utama di atas “Barangsiapa yang menanggung dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat Aku dan dia (seperti keadaan jari-jari jemari yang dirapatkan)” [HR Muslim]

 

Kata “Ala” dalam hadits tersebut yang diartikan dengan menanggung. Secara bahasa kata “Ala” artinya dekat. Sedangkan maksudnya dijelaskan oleh Imam Nawawi adalah :

قَامَ عَلَيْهِمَا بِالْمُؤْنَةِ وَالتَّرْبِيَةِ وَنَحْوِهِمَا

Memberikan kecukupan bagi mereka dalam urusan biaya hidup, pendidikan dan keperluan lainnya. [Al-Minhaj Syarah Muslim]

 

 

Tidak hanya kemuliaan pada hari kiamat, orang tua yang memiliki anak perempuan berpotensi besar masuk surga. Jabir bin Abdillah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ كَانَ لَهُ ثَلاَثُ بَنَاتٍ يُؤْوِيْهِنَّ وَيَكْفِيْهِنَّ وَيَرْحَمُهُنَّ فَقَدْ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةَ الْبَتَّةَ

“Barangsiapa yang memiliki tiga anak perempuan, ia mengayomi mereka, mencukupi mereka, dan menyayangi mereka maka wajib baginya surga”. [HR Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad]

Dalam riwayat at-Thabrani disebutkan : Kami bertanya : “Kalau dua anak perempuan Ya Rasulullah?”. Nabi bersabda : “Watsintaini” (Dua anak perempuan juga). Kami bertanya lagi : “Kalau satu anak perempuan Ya Rasulullah?”. Nabi bersabda : “Wa Wahidatan” (Satu anak perempuan juga). [HR Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir]

 

Mengasuh anak perempuan itu beban dan tanggung jawabnya akan lebih berat dari pada mengasuh anak laki-laki. Boleh jadi dari sifatnya yang lebih manja, biaya keperluan seperti baju dan lainnya bisa lebih mahal serta pengawasannya harus lebih ekstra. Boleh jadi karena inilah pahala mengasuh anak peempuan lebih besar pahalanya sesuai dengan kaidah “Al-Ajru Biqadrit Ta’ab” yang artinya (Besar kecilnya) Pahala itu sesuai dengan kepayahan amalnya. [Hasyiyah As-Sindy]

 

Satu ketika Sayyidah Aisyah RA melihat ada seorang ibu yang hanya mendapati sebutir kurma. Ia membelahnya menjadi dua bagian lalu memberikannya kepada kedua putrinya sedangkan ia sendiri tidak makan dari kurma itu sedikitpun. Hal ini lalu diceritakan kepada baginda Nabi SAW lalu beliau bersabda :

إنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنْ النَّارِ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan surga bagi sang ibu atau Allah membebaskannya dari api neraka” [HR Muslim]

 

Jadi anak perempuan bisa menjadi sarana orang tua untuk masuk surga dan terbebas dari neraka. Poin kedua dipertegas lagi dalam hadits berikut :

مَنْ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنْ النَّارِ

“Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu (kesulitan) dari anak-anak perempuan (lalu ia berbuat baik kepada mereka) maka anak-anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari api neraka” [HR Bukhari]

 

Hadits ini juga menguatkan pendapat bahwa mengasuh anak perempuan itu memiliki kesulitan tersendiri. Mengomentari hadits tersebut, Imam Qurthubi berkata :

فَفِي هَذَا الْحَدِيثِ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْبَنَاتِ بَلِيَّةٌ، ثُمَّ أَخْبَرَ أَنَّ فِي الصَّبْرِ عَلَيْهِنَّ وَالْإِحْسَانِ إِلَيْهِنَّ مَا يَقِي مِنَ النَّارِ

“Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa anak-anak perempuan adalah ujian. Kemudian Nabi mengabarkan bahwa pada sikap sabar dan berbuat baik kepada anak-anak perempuan terdapat pencegahan dari api neraka” [Tafsiir Al-Qurthubi]

Tidak hanya bersabar dalam menghadapi wanita kecil yang merupakan kebaikan, bersabar menghadapi wanita dewasa yaitu istri juga merupakan kebaikan. Dalam hadits disebutkan :

إِنَّ الصَّبْرَ عَلَى سُوْءِ خُلُقِ الزَّوْجَةِ عِبَادَةٌ

“Sesungguhnya bersabar atas jeleknya perangan istri adalah Ibadah”. [At-tahrir Wat Tanwir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk lebih bersabar dalam membesarkan anak-anak perempuan dengan mengharap pahala dari Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

 

 

MEMBENCI ANAK PEREMPUAN

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah RA, Nabi SAW bersabda :

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الأُمَّهَاتِ وَوَأْدَ البَنَاتِ...

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian ; durhaka kepada ibu dan memendam anak-anak perempuan hidup-hidup.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Ada seorang ibu hamil yang mengandung untuk kali ke lima. Keempat anak sebelumnya adalah perempuan semua. Ibu ini bertekad untuk hamil lagi dan tidak berhenti sebelum ia memiliki anak laki-laki. Selama masa kehamilan ia senantiasa berharap agar janin yang dikandungnya adalah kali-laki. Iapun sengaja tidak melakukan USG karena khawatir hasilnya tidak sesuai harapan. Ketika proses kelahiran, setelah ia mengalami susah payah maka sang bayi berhasil dilahirkan dengan selamat. Sang ibu itupun segera bertanya kepada bidan mengenai jenis kelamin sang bayi. Sang bidan memberi selamat karena bayi lahir dengan sehat dan selamat lalu bidan memberitahukan bahwa bayinya adalah perempuan. Mendengar jawaban ini sang ibu langsung lemas lunglai karena bayi yang lahir tidak sesuai harapannya. Bayipun seakan-akan tidak dikehendaki lahir oleh sang ibu bahkan keluarga.

 

Kemalangan ini terjadi dikarenakan ibu atau bapak membeda-bedakan jenis kelamin anak padahal jenis kelamin anak yang akan dilahirkan itu tidak bisa ditentukan oleh mereka karena yang menentukannya adalah Allah SWT. Bersusah hati dengan lahirnya anak perempuan itu berarti tidak menerima hadiah dari Allah SWT dengan tulus ikhlas. Maka dari itulah seyogyanya bapak ibu tidak menitik beratkan kepada jenis kelamin anak yang akan dilahirkan. Cukuplah keberadaan sang bayi lahir dengan selamat dan ibunya pun juga dalam keadaan selamat dan sehat sebagai motivasi keluarga bersyukur kepada Allah SWT.

 

Mengantisipasi hal ini, Imam Ghazali menjelaskan bahwa ada lima tatakrama ketika memiliki anak di antaranya adalah :

أَنْ لَا يُكْثِرَ فَرَحَهُ بِالذَّكَرِ وَحُزْنَهُ بِالْأُنْثَى، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي الْخَيْرَةَ لَهُ فِي أَيِّهِمَا

Hendaknya sang ayah tidak lebih bergembira dengan memiliki anak laki-laki dan lebih bersedih jika dikaruniai anak perempuan karena ia tidak tahu kebaikan itu nantinya ada pada anak laki-laki ataukah perempuan. [Ihya]

 

Bersusah hati dengan memiliki anak perempuan adalah perbuatan jahiliyah. Allah SWT berfirman :

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. [QS An-Nahl : 58]

Orang jahiliyah sangat tidak menyukai anak perempuan bahkan mereka beranggapan bahwa memiliki anak perempuan dianggap sebagai aib dan kehinaan. Dalam lanjutan ayat disebutkan :

يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”. [QS An-Nahl : 59]

Karena saking dari malunya mereka memiliki anak perempuan maka orang jahiliyah dahulu memendam bayi perempuan mereka dalam keadaan hidup atau yang dikenal dengan istilah “Wa’dul Banat”. Ibnu Hajar Al-Asqalany menjelaskan bahwa tradisi membunuh anak perempuan tersebut pertama kali dilakukan oleh seseorang yang bernama Qays bin Ashim At-Tamimy. Suatu ketika ada musuh menyerangnya dan berhasil mengambil putrinya sebagai tawanan kemudian dinikahinya. Setelah beberapa lama terjadilah perdamaian di antara mereka. Sang putri tadi disuruh memilih antara kembali ke ayahnya atau ia tetap hidup bersama suaminya lalu sang putri tanpa diduga memilih tetap hidup bersama suaminya yang tak lain adalah (mantan) musuh ayahnya. Sang Ayahpun murka dan merasa dipermalukan oleh putrinya sendiri maka sejak saat itu sang ayah yaitu Qays bersumpah jika sampai punya anak perempuan lagi maka ia akan menguburnya hidup-hidup. Lalu perbuatan ini menjadi tradisi turun temurun dikalangan orang-orang arab jahiliyah. [Fathul Bari]

 

Ada dua cara yang dilakukan oleh orang jahiliyah untuk Wa’dul Banat. Pertama, sang ayah menggali lubang di suatu tempat kemudian ia menyuruh istrinya ketika hendak melahirkan agar mendekat pada lubang tersebut. Ketika bayi keluar dan dilihat bahwa bayinya adalah perempuan maka sang ayah langsung membuangnya kedalam lubang dan segera memendamnya hidup-hidup. Jika bayinya laki-laki maka ia akan merawatnya.

 

Cara kedua adalah menunggu sampai anak perempuan berusia enam tahun. Ketika sampai waktunya maka Ibu memakaikan pakaian yang bagus kepada anak perempuan itu untuk dibawa pergi ayahnya (dengan alasan akan berkunjung ke rumah kerabat). Sebelumnya sang ayah telah menyiapkan lubang di satu tempat. Ketika sampai di sana maka sang ayah berhenti lalu memerintahkan anak perempuan itu melihat isi lubang tersebut. Dan saat itulah secara tiba-tiba sang ayah mendorong tubuh anak perempuan dari belakang hingga ia jatuh ke dalam lubang dan sang ayahpun segera menimbunnya dengan tanah dan pasir. [Dalilus Sailin]

 

Tidak berhenti disitu, mereka juga membenci istri yang melahirkan anak perempuan. Abu Hamzah Ad-Dlabby menikah dendan seorang wanita yang melahirkan beberapa anak perempuan dan tidak melahirkan anak laki-laki. Karena alasan ingin punya anak laki-laki maka Abu Hamzah menikah lagi dengan wanita lainnya dan iapun dikaruniai anak laki-laki. Dan sejak itu, Abu hamzah meninggalkan istri pertamanya. Dan pada suatu hari, Istri pertama bertemu dengan Abu Hamzah lalu ia mengungkapkan isi hatinya dalam sya’ir. “Kenapa Abu hamzah tidak mendatangiku dan ia memilih masuk rumah lainnya. Ia marah karena aku tidak melahirkan anak laki-laki. Demi Allah, melahirkan anak perempuan bukanlah aib bagiku,  Karena ... ”.

فَنَحْنُ كَاْلأَرْضِ لِزَارِعِيْنَا :: نُنْبِتُ مَا قَدْ وُضِعَ فِيْنَا

“Kami (wanita) seperti tanah sawah bagi petani. Kami menumbuhkan tanaman yang berasal dari benih yang telah ditaburnya”. [Dalilus Sailin]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk menyayangi anak-anak kita, baik laki-laki maupun perempuan sebagai anugerah dari Allah yang tidak semua orang mendapatkannya.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Friday, February 16, 2024

NIKAHNYA PARA WALI

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hatim Al-Muzany RA, Nabi SAW bersabda :

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ

“Jika datang kepada kalian, seorang lelaki yang kalian ridloi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah puterimu dengannya. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi.” [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Di antara hamba-hamba Allah ada yang menikah karena Allah, menikahkan puterinya karena Allah dan jika ia menolak maka itupun karena Allah. Mereka adalah kekasih Allah yang memiliki iman yang sempurna. Dari Muadz bin Anas RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ نَكَحَ ِللهِ وَأَنْكَحَ ِللهِ اِسْتَحَقَّ وِلَايَةَ اللهِ

Barang siapa menikah karena Allah, menikahkan (puterinya) karena Allah maka dia berhak mendapatkan kewalian Allah. [Ihya Ulumiddin]

 

Dalam hadits lain disebutkan :

مَن أَعْطَى ِللهِ وَأَحبَّ ِللهِ وَأَبغَضَ ِللهِ وَأَنْكَحَ للهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ إِيْمَانَهَ

Barang siapa memberi karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, maka sungguh ia telah menyempurnakan imannya. [Al-Ifshah ‘An Ahaditsin Nikah]

 

Niat itu adalah urusan hati yang menjadi misteri namun demikian hal itu bisa terlihat di dalam perbuatan. Imam Ghazali berkata :

وَعَلَامَةُ صِدْقِ الْإِرَادَةِ فِي دَوَامِ النِّكَاحِ الْخُلُقُ

Tanda akan kesungguhan niat seseorang dalam menikah karena Allah itu bisa terlihat dalam perilakunya selama pernikahan. [Ihya Ulumiddin]

 

Orang yang menikah karena Allah ia akan memperlakukan istrinya dengan cara yang baik sesuai perintah Allah dalam firman-Nya :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Dan pergaulilah istri kalian dengan cara yang baik. Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [QS An-Nisa : 19]

 

Orang yang menikah karena Allah ia akan ingat bahwa istrinya itu adalah amanat dari Allah, sehingga jika ia menyia-nyiakannya maka ia akan berhadapan dengan Allah. Nabi SAW bersabda :

فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ

“Bertakwalah kepada Allah dalam perihal wanita. Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” [HR Muslim]

 

Ada seorang lelaki menikah dan ia senantiasa melayani istrinya dengan baik sampai-sampai istrinya merasa malu karena hal itu dan iapun menceritakannya kepada sang ayah. Wanita itu berkata : “Sungguh aku bingung (dengan kebaikan suami), aku bertahun-tahun ikut di rumahnya namun tidaklah aku pergi ke WC kecuali suamiku yang membawakan air untuk aku bersuci”. [Ihya]

Ada juga kisah seorang lelaki yang hendak menikahi wanita cantik namun ketika dekat dengan hari pernikahan si wanita terkena cacar di sekujur tubuhnya yang membuat dia dan keluarganya malu dan  khawatir kalau nanti calon suami berubah fikiran dan menjadi tidak suka padanya ketika mengetahui cacatnya. Tidak berselang lama, si lelaki mengalami sakit mata yang membuatnya kehilangan penglihatannya. Mendengar kabar ini, si wanita dan keluarganya menjadi lega karena calon suami tidak akan melihat cacat fisik calon istri akibat cacar di sekujur tubuhnya. Pernikahanpun itupun berlangsung hingga dua puluh tahun hingga sang istri meninggal. Ketika itu, orang-orang heran dengan kondisi sang suami yang kembali bisa melihat dengan normal. Iapun berkata : Sebenarnya aku tidak buta, aku sengaja berpura-pura buta agar istriku dan keluarganya tidak khawatir dan sedih sebab penyakit cacar yang dideritanya. [Ihya Ulumiddin]

 

Ada juga suami yang pura-pura menjadi tuli setelah istrinya kentut tidak sengaja dihadapannya dan sang istri sangat malu dibuatnya. Hal itu dilakukan agar istrinya tidak malu padanya dan Hal ini dilakukan selama dua puluh tahun hingga istrinya meninggal dunia. [Ithafus Sadatil Muttaqin] Dan dalam kisah yang lain, terdapat lelaki sufi yang menikahi wanita yang buruk perangainya. Namun demikian sang lelaki terus bersabar dengan perlakuan buruk istrinya itu. Orang-orangpun berkata “Kenapa kamu tidak ceraikan saja istrimu?”. Ia menjawab :

أَخْشَى أَنْ يَتَزَوَّجَهَا مَنْ لَا يَصْبِرُ عَلَيْهَا فَيَتَأَذَّى بِهَا

Aku khawatir nanti setelah aku ceraikan, ia dinikahi oleh lelaki yang tidak mampu bersabar menghadapi perangai buruknya sehingga si lelaki itu sengsara dibuatnya. [Ihya Ulumiddin]

 

Tidak hanya menikah, menikahkan juga karena Allah sebagaimana dalam hadits utama di atas, Rasul SAW bersabda : “Jika datang kepada kalian, seorang lelaki yang kalian ridloi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah puterimu dengannya. Jika tidak maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi.” [HR Tirmidzi] Dalam lanjutan hadits para sahabat bertanya “Bagaimana jika ia memiliki sesuatu (kekurangan)? Maka Nabi SAW menjawab :

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ (ثَلَاثَ مَرَّاتٍ)

“Jika datang kepada kalian, seorang lelaki yang kalian ridlo atas agama dan akhlaknya maka nikahkanlah, nikahkanlah, nikahkanlah”

 

Abdillah bin Abi Wada’ah, ia adalah salah satu murid dari Said ibnul Musayyab. Setelah isterinya meninggal dunia maka Sa’id bertanya : “Apakah engkau sudah menikah lagi?” Abdillah berkata : “Semoga Allah SWT merahmatimu, siapakah yang mau menikahkan putrinya dengan duda miskin sepertiku yang hanya memiliki uang (mahar) dua atau tiga dirham? (@ Rp.60.000,- = 120 ribu atau 180 ribu). Sa’id menjawab : “Aku, ya aku akan menikahkanmu dengan putriku”.  Lalu di tempat tersebut Sa’id melangsungkan akad nikah putrinya. Akad dadakan tersebut selesai dan Abdillah pulang ke rumahnya sendiri. Pada malam hari, Abdillah mendengar ketukan pintu dan ia bertanya : Siapakah di luar?. Orang yang diluar menjawab : ”Sa’id”.   Abdillah menerka-nerka setiap orang yang bernama sa’id selain Said ibnul Musayyab karena selama 40 tahun ia tidak terlihat di suatu tempat melainkan antara di rumah atau di masjid. Dan betapa kagetnya ternyata said yang datang adalah said ibnul Musayyab, ia mengantarkan puterinya yang telah dinikahkan dengannya dan ternyata ia adalah wanita yang sangat cantik lagi hafal Qur’an dan hadits serta ia adalah wanita yang paling memahami hak-hak suami yang mana sebelumnya ia pernah dilamar oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk anaknya namun Sa’id menolaknya. [Ihya Ulumiddin]

 

Tidak hanya menikah karena Allah, tetapi jika harus menolak maka menolaknyapun juga karena Allah. Dikisahkan bahwa Muhammad bin Sulaiman Al-Hasyimi (bin Ali bin Abdillah ibnu Abbas 122-173 H) Ia adalah seorang wali kota di Bashrah dan seorang millioner di zamannya. Ia hendak menikahi Rabiah adawiyah, wanita yang sangat cantik lagi beragama kuat.  Iapun menulis surat kepada Rabiah yang isinya “Bismillahirrahanirrahim. Sungguh Allah telah memberikan anugerah kepadaku berupa penghasilan perhari sebesar 80.000-100.000 Dirham ( @Rp. 60.000,- = Rp. 4.8 – 6 Milyar). Dan aku akan memberikan untukmu sebesar itu jika kau mau menikah denganku”. Rabiah membalas suratnya yang isinya “Bismillahirrahanirrahim. Ketahuilah bahwa Zuhud dalam dunia merupakan sumber kebahagiaan hati dan badan, dan sebaliknya cinta dunia adalah sumber kesumpekan dan kesedihan. Jika surat ini telah sampai kepadamu maka segera persiapkanlah bekalmu untuk masa depan (akhirat)mu. Bagikanlah hartamu sebelum orang-orang membagi-bagikannya sebagai harta warisanmu. Berpuasalah mulai sekarang  dan jadikan kematian sebagai buka puasanya. Adapun aku seandainya Allah memberikan harta dunia seperti yang Ia berikan kepadamu atau berkali lipatnya maka sama sekali hal itu tidak membuat aku senang sesuatu yang dapat memalingkan aku dari Allah walau sekejap mata”. [Ihya Ulumiddin]

 

Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk meluruskan niat untuk menikah dan senantiasa mengawal niat baik pernikahan dengan berbuat baik kepada pasangan kita karena hakikatnya ia adalah amanat dari Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]