Friday, February 16, 2024

NIKAHNYA PARA WALI

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hatim Al-Muzany RA, Nabi SAW bersabda :

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ

“Jika datang kepada kalian, seorang lelaki yang kalian ridloi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah puterimu dengannya. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi.” [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Di antara hamba-hamba Allah ada yang menikah karena Allah, menikahkan puterinya karena Allah dan jika ia menolak maka itupun karena Allah. Mereka adalah kekasih Allah yang memiliki iman yang sempurna. Dari Muadz bin Anas RA, Rasul SAW bersabda :

مَنْ نَكَحَ ِللهِ وَأَنْكَحَ ِللهِ اِسْتَحَقَّ وِلَايَةَ اللهِ

Barang siapa menikah karena Allah, menikahkan (puterinya) karena Allah maka dia berhak mendapatkan kewalian Allah. [Ihya Ulumiddin]

 

Dalam hadits lain disebutkan :

مَن أَعْطَى ِللهِ وَأَحبَّ ِللهِ وَأَبغَضَ ِللهِ وَأَنْكَحَ للهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ إِيْمَانَهَ

Barang siapa memberi karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, maka sungguh ia telah menyempurnakan imannya. [Al-Ifshah ‘An Ahaditsin Nikah]

 

Niat itu adalah urusan hati yang menjadi misteri namun demikian hal itu bisa terlihat di dalam perbuatan. Imam Ghazali berkata :

وَعَلَامَةُ صِدْقِ الْإِرَادَةِ فِي دَوَامِ النِّكَاحِ الْخُلُقُ

Tanda akan kesungguhan niat seseorang dalam menikah karena Allah itu bisa terlihat dalam perilakunya selama pernikahan. [Ihya Ulumiddin]

 

Orang yang menikah karena Allah ia akan memperlakukan istrinya dengan cara yang baik sesuai perintah Allah dalam firman-Nya :

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Dan pergaulilah istri kalian dengan cara yang baik. Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. [QS An-Nisa : 19]

 

Orang yang menikah karena Allah ia akan ingat bahwa istrinya itu adalah amanat dari Allah, sehingga jika ia menyia-nyiakannya maka ia akan berhadapan dengan Allah. Nabi SAW bersabda :

فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ

“Bertakwalah kepada Allah dalam perihal wanita. Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan dihalalkan atas kalian kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” [HR Muslim]

 

Ada seorang lelaki menikah dan ia senantiasa melayani istrinya dengan baik sampai-sampai istrinya merasa malu karena hal itu dan iapun menceritakannya kepada sang ayah. Wanita itu berkata : “Sungguh aku bingung (dengan kebaikan suami), aku bertahun-tahun ikut di rumahnya namun tidaklah aku pergi ke WC kecuali suamiku yang membawakan air untuk aku bersuci”. [Ihya]

Ada juga kisah seorang lelaki yang hendak menikahi wanita cantik namun ketika dekat dengan hari pernikahan si wanita terkena cacar di sekujur tubuhnya yang membuat dia dan keluarganya malu dan  khawatir kalau nanti calon suami berubah fikiran dan menjadi tidak suka padanya ketika mengetahui cacatnya. Tidak berselang lama, si lelaki mengalami sakit mata yang membuatnya kehilangan penglihatannya. Mendengar kabar ini, si wanita dan keluarganya menjadi lega karena calon suami tidak akan melihat cacat fisik calon istri akibat cacar di sekujur tubuhnya. Pernikahanpun itupun berlangsung hingga dua puluh tahun hingga sang istri meninggal. Ketika itu, orang-orang heran dengan kondisi sang suami yang kembali bisa melihat dengan normal. Iapun berkata : Sebenarnya aku tidak buta, aku sengaja berpura-pura buta agar istriku dan keluarganya tidak khawatir dan sedih sebab penyakit cacar yang dideritanya. [Ihya Ulumiddin]

 

Ada juga suami yang pura-pura menjadi tuli setelah istrinya kentut tidak sengaja dihadapannya dan sang istri sangat malu dibuatnya. Hal itu dilakukan agar istrinya tidak malu padanya dan Hal ini dilakukan selama dua puluh tahun hingga istrinya meninggal dunia. [Ithafus Sadatil Muttaqin] Dan dalam kisah yang lain, terdapat lelaki sufi yang menikahi wanita yang buruk perangainya. Namun demikian sang lelaki terus bersabar dengan perlakuan buruk istrinya itu. Orang-orangpun berkata “Kenapa kamu tidak ceraikan saja istrimu?”. Ia menjawab :

أَخْشَى أَنْ يَتَزَوَّجَهَا مَنْ لَا يَصْبِرُ عَلَيْهَا فَيَتَأَذَّى بِهَا

Aku khawatir nanti setelah aku ceraikan, ia dinikahi oleh lelaki yang tidak mampu bersabar menghadapi perangai buruknya sehingga si lelaki itu sengsara dibuatnya. [Ihya Ulumiddin]

 

Tidak hanya menikah, menikahkan juga karena Allah sebagaimana dalam hadits utama di atas, Rasul SAW bersabda : “Jika datang kepada kalian, seorang lelaki yang kalian ridloi agama dan akhlaknya maka nikahkanlah puterimu dengannya. Jika tidak maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi.” [HR Tirmidzi] Dalam lanjutan hadits para sahabat bertanya “Bagaimana jika ia memiliki sesuatu (kekurangan)? Maka Nabi SAW menjawab :

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ (ثَلَاثَ مَرَّاتٍ)

“Jika datang kepada kalian, seorang lelaki yang kalian ridlo atas agama dan akhlaknya maka nikahkanlah, nikahkanlah, nikahkanlah”

 

Abdillah bin Abi Wada’ah, ia adalah salah satu murid dari Said ibnul Musayyab. Setelah isterinya meninggal dunia maka Sa’id bertanya : “Apakah engkau sudah menikah lagi?” Abdillah berkata : “Semoga Allah SWT merahmatimu, siapakah yang mau menikahkan putrinya dengan duda miskin sepertiku yang hanya memiliki uang (mahar) dua atau tiga dirham? (@ Rp.60.000,- = 120 ribu atau 180 ribu). Sa’id menjawab : “Aku, ya aku akan menikahkanmu dengan putriku”.  Lalu di tempat tersebut Sa’id melangsungkan akad nikah putrinya. Akad dadakan tersebut selesai dan Abdillah pulang ke rumahnya sendiri. Pada malam hari, Abdillah mendengar ketukan pintu dan ia bertanya : Siapakah di luar?. Orang yang diluar menjawab : ”Sa’id”.   Abdillah menerka-nerka setiap orang yang bernama sa’id selain Said ibnul Musayyab karena selama 40 tahun ia tidak terlihat di suatu tempat melainkan antara di rumah atau di masjid. Dan betapa kagetnya ternyata said yang datang adalah said ibnul Musayyab, ia mengantarkan puterinya yang telah dinikahkan dengannya dan ternyata ia adalah wanita yang sangat cantik lagi hafal Qur’an dan hadits serta ia adalah wanita yang paling memahami hak-hak suami yang mana sebelumnya ia pernah dilamar oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk anaknya namun Sa’id menolaknya. [Ihya Ulumiddin]

 

Tidak hanya menikah karena Allah, tetapi jika harus menolak maka menolaknyapun juga karena Allah. Dikisahkan bahwa Muhammad bin Sulaiman Al-Hasyimi (bin Ali bin Abdillah ibnu Abbas 122-173 H) Ia adalah seorang wali kota di Bashrah dan seorang millioner di zamannya. Ia hendak menikahi Rabiah adawiyah, wanita yang sangat cantik lagi beragama kuat.  Iapun menulis surat kepada Rabiah yang isinya “Bismillahirrahanirrahim. Sungguh Allah telah memberikan anugerah kepadaku berupa penghasilan perhari sebesar 80.000-100.000 Dirham ( @Rp. 60.000,- = Rp. 4.8 – 6 Milyar). Dan aku akan memberikan untukmu sebesar itu jika kau mau menikah denganku”. Rabiah membalas suratnya yang isinya “Bismillahirrahanirrahim. Ketahuilah bahwa Zuhud dalam dunia merupakan sumber kebahagiaan hati dan badan, dan sebaliknya cinta dunia adalah sumber kesumpekan dan kesedihan. Jika surat ini telah sampai kepadamu maka segera persiapkanlah bekalmu untuk masa depan (akhirat)mu. Bagikanlah hartamu sebelum orang-orang membagi-bagikannya sebagai harta warisanmu. Berpuasalah mulai sekarang  dan jadikan kematian sebagai buka puasanya. Adapun aku seandainya Allah memberikan harta dunia seperti yang Ia berikan kepadamu atau berkali lipatnya maka sama sekali hal itu tidak membuat aku senang sesuatu yang dapat memalingkan aku dari Allah walau sekejap mata”. [Ihya Ulumiddin]

 

Wallahu A’lam Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk meluruskan niat untuk menikah dan senantiasa mengawal niat baik pernikahan dengan berbuat baik kepada pasangan kita karena hakikatnya ia adalah amanat dari Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment