Wednesday, September 25, 2019

CERAI KARENA ORTU?


ONE DAY ONE HADITH

Diriwayatkan dari Abud Darda’ RA, Rasul SAW bersabda :
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوْ احْفَظْهُ
Orang tua itu adalah pintu surga paling tengah. Jika kau mau, Silahkan sia-siakan pintu itu, atau kau menjaganya [HR Turmudzi]

Catatan Alvers

Problematika keluarga yang sering terjadi bermuara dari ketidakcocokan antara kemauan anak dan kemauan orang tua. Tidak jarang suami istri cekcok karena urusan orang tua atau mertua. Baca edisi odoh sebelumnya dengan judul “Menantu VS Mertua”. Tidak hanya sekarang, bahkan hal ini telah terjadi di zaman Nabi dan para sahabat beliau.


Ada seorang lelaki datang meminta petunjuk atas masalah yang menimpanya. Ia berkata :
إِنَّ لِيَ امْرَأَةً وَإِنَّ أُمِّي تَأْمُرُنِي بِطَلَاقِهَا
Aku punya istri dan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya.


Maka Abud Darda’ menjawab dengan mengemukakan hadits utama di atas :  “Orang tua itu adalah pintu surga paling tengah. Jika kau mau, Silahkan sia-siakan pintu itu, atau kau menjaganya” [HR Turmudzi]

Bahkan lebih jauh lagi terjadi di zaman Nabi Ibrahim AS. Dimana Saat itu Nabi Ibrahim mengunjungi rumah putranya, namun Nabi ismail tidak ada di tempat. Nabi Ibrahim bertanya tentang kehidupan keluarganya, Maka istri Ismail menjawab:   “Kami mengalami banyak keburukan, hidup kami sempit dan penuh penderitaan yang berat.” Istri Ismail mengadukan kehidupan yang dijalaninya bersama suaminya kepada Ibrahim. Nabi Ibrahim berkata :
فَإِذَا جَاءَ زَوْجُكِ فَاقْرَئِى عَلَيْهِ السَّلاَمَ ، وَقُولِى لَهُ يُغَيِّرْ عَتَبَةَ بَابِهِ
“Jika suamimu datang sampaikan salam dariku dan katakan kepadanya agar mengubah palang pintu rumahnya.”
Setelah Nabi Ismail mendengar hal ini maka beliau berkata :
ذَاكِ أَبِى وَقَدْ أَمَرَنِى أَنْ أُفَارِقَكِ الْحَقِى بِأَهْلِكِ
“Dia adalah ayahku dan sungguh dia telah memerintahkan aku untuk menceraikanmu, maka kembalilah ke keluargamu (karena engkau telah aku ceraikan).” [HR Bukhari]

Lantas mungkin dibenak anda masih bertanya-tanya, apakah si anak wajib menuruti kehendak orang tua yang menyuruh untuk menceraikan istri anaknya? Atau dia akan dianggap sebagai anak durhaka dan melawan orang tua jika menolaknya?

Hal serupa pernah dialami oleh Abdullah putra sahabat Umar RA. Ia  berkata :  
كَانَتْ تَحتِى اِمْرَأَةٌ وَكُنْتُ أُحِبُّهَا، وَكَانَ عُمَرُيَكْرَهُهَا، فَقَالَ لِى :طَلِّقْهَا، فَأَبَيْتُ
“Aku mempunyai seorang istri dan akupun mencintainya namun Umar (ayahku) tidak menyukainya. Umar berkata kepadaku: “Ceraikanlah istrimu”.
Namun aku tidak mau menceraikannya (karena sangat mencintainya), maka sahabat Umarpun datang kepada Nabi SAW untuk mengadukan permasalahan ini, Maka Nabi SAW berkata kepadaku: “Ceraikan istrimu'” [HR Tirmidzi]

Mengomentari hadits tersbut, Imam Muhammad bin Ali As-Syawkani dalam kitabnya, Nailul Awthar berkata :
قَوْلُهُ : ( طَلِّقْ امْرَأَتَكَ ) هَذَا دَلِيلٌ صَرِيحٌ يَقْتَضِي أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الرَّجُلِ إذَا أَمَرَهُ أَبُوهُ بِطَلَاقِ زَوْجَتِهِ أَنْ يُطَلِّقَهَا وَإِنْ كَانَ يُحِبُّهَا فَلَيْسَ ذَلِكَ عُذْرًا فِي الْإِمْسَاكِ . وَيَلْحَقُ بِالْأَبِ الْأُمُّ
Perkataan Nabi “Ceraikan istrimu”, ini merupakan dalil yang jelas yang menunjukkan bahwa wajib bagi seseorang untuk menceraikan istrinya jika diperintah oleh ayahnya meskipun ia mencintainya, maka cintanya tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak menceraikannya. Dan (perintah) ibu dalam hal ini statusnya disamakan dengan bapak. [Nailul Awthar]

Namun dalam hal ini bukanlah suatu kesepakatan karena masih ada pendapat pendapat yang lain. Suatu ketika, Ada orang bertanya kepada Al-Hasan Al-Bashri:  “Ibuku menyuruhku untuk menceraikan istriku?” Beliau menjawab :
ليس الطلاق من برها في شيء
Menceraikan istri sama sekali bukan termasuk perilaku berbakti kepada ibu (Birrul Walidain) [Husein bin Harb, Al-Birr Was-Shilah]

Ada juga riwayat dimana ada orang bertanya kepada Imam Ahmad:  “Ayahku menyuruhku untuk menceraikan istriku, (Apakah aku harus menceraikannya)?” Imam Ahmad berkata: “Jangan kamu talaq”. Orang tersebut bertanya lagi, “Tetapi bukankah Umar pernah menyuruh sang anak menceraikan istrinya ?”

Imam Ahmad menjawab:
حتى يكون أبوك مثل عمر رضي الله عنه
“(Jangan kamu menceraikan istrimu), Sehingga Ayahmu seperti Umar (Umar memutuskan sesuatu tidak dengan hawa nafsu) [Muhammad bin Muflih Al-Maqdisy, Al-Adab As-Syar’iyyah]

Maka dengan demikian, Imam Syihabuddin Mahmud bin Abdillah Al-Husaini Al-Alusi, memberikan batasannya :
لو كان الوالد مثلاً في غاية الحمق أو سفاهة العقل فأمر أو نهى ولده بما لا يعد مخالفته فيه في العرف عقوقاً لا يفسق ولده بمخالفته حينئذٍ لعذره وعليه فلو كان متزوجاً بمن يحبها فأمره بطلاقها ولو لعدم عفتها فلم يمتثل لأمره لا إثم عليه ، نعم الأفضل طلاقها امتثالاً لأمر والده
Jika sang ayah misalnya mengalami gangguan akal (tidak normal) lalu ia menyuruh atau melarang anaknya dengan sesuatu yang secara adat istiadat anak tidak dianggap durhaka maka anak tersebut tidak menjasi fasiq karena ia melanggarnya karena adanya udzur tersebut. Bahkan jika ia menikah dengan wanita yang dicintainya lalu ayahnya menyuruh menceraikannya –meskipun dengan alasan sang istri tidak pandai menjaga diri- kemudian sang anak tidak menurutinya maka anak tersebut tidak berdosa. Ya demikian, namun yang lebih baik adalah menceraikannya karena patuh kepada perintah (baik) orang tuanya. [Tafsir Ruhul Ma’ani]. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari menjadikan kita sebagai orang tua yang bijak dan sebagai anak yang birrul walidain.

Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari Alvers

NB.
Hak Cipta berupa Karya Ilmiyah ini dilindungi oleh Allah SWT. Mengubah dan menjiplaknya akan terkena hisab di akhirat kelak. *Silahkan Share tanpa mengedit artikel ini*. Sesungguhnya orang yang copas perkataan orang  lain tanpa menisbatkan kepadanya maka ia adalah seorang pencuri atau peng-ghosob dan keduanya adalah tercela [Imam Abdullah Alhaddad]

Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Nggak Mondok Nggak Keren!

0 komentar:

Post a Comment