ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah RA, Rasulullah ﷺ bersabda
:
مَا مِنَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ
قَدْ أُعْطِيَ مِنَ الْآيَاتِ مَا مِثْلُهُ آمَنَ عَلَيْهِ الْبَشَرُ
“Tidak
ada seorang nabi pun, kecuali diberi bukti-bukti (mukjizat) yang dengan semisal
itu manusia beriman.” [HR. Muslim]
Catatan
Alvers
Tidak
dipungkiri bahwa Al-Quran diturunkan dengan berbahasa Arab, Allah SWt berfirman
:
إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا
لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya
Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya.” [QS. Yusuf: 2]
Pernahkah terbesit dalam pikiran anda, Kenapa
Al-qur'an diturunkan dalam bahasa arab? Menjawab pertanyaan ini, Allah SWT
berfirman : "Kami tidak mengutus seorang utusan-pun, melainkan dengan
bahasa kaumnya" [QS Ibrahim : 4]. Pikiran yang kritis akan terus akan
mengejar, boleh jadi ada pertanyaan lanjutan. Bukankah Nabi Muhammad SAW diutus
tidak hanya untuk orang arab, namun untuk semua alam dan golongan. Lantas
kenapa bahasa Arab yang digunakan? Mengenai hal ini Imam As-Syafi'i
Rahimahullah berkata: Jika bahasa-bahasa itu berlainan sehingga sebagian
golongan tidak bisa memahami bahasa golongan yang lain, maka sebagian dari
mereka mau tak mau harus mengikuti sebagian yang lain, dan bahasa yang diikuti
haruslah lebih baik dari bahasa yang mengikuti. Orang yang paling layak
memperoleh keutamaan dalam hal ini adalah orang yang berbahasa seperti bahasa
Nabi Muhammad SAW. Tidak mungkin orang yang berbahasa sama dengan bahasa Nabi
mengikuti bahasa lainnya meskipun satu huruf. Namun sebaliknya, setiap bahasa
mengikuti bahasa Nabi, dan setiap umat harus mengikuti agamanya. [Ar-risalah]. Ibnu
Katsir berkata :
لأن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها، وأكثرها تأدية للمعاني
التي تقوم بالنفوس
“Karena bahasa
Arab adalah bahasa yang paling fasih, paling jelas, paling luas (kosakatanya),
dan paling banyak mengandung makna yang menentramkan jiwa.” [Tafsir Ibnu
Katsir]
Berdasar kepada
statement tadi maka bahasa Arab adalah bahasa terbaik? Benarkah demikian?.
Sulit menjelaskan keadaan ini karena kita tidak menguasai banyak bahasa lainnya
sebagai perbandingan. Namun sebagai bahan perenungan, saya paparkan beberapa
hal berikut.
Untuk
menunjukkan perempuan, biasanya dalam bahasa arab dipakai kata “Imra’atun”.
Dalam prakteknya bahasa Al-Quran membedakan penulisan kata “Imra’atun” antara perempuan yang bersuami dan
disebut nama suaminya ditulis dengan “ta’ terbuka” adapun perempuan yang tidak
bersuami maka ditulis dengan “ta’ tertutup” (marbuthah). Perhatikan ta’ pada kata
“Imra’atun” ditulis dengan “ta’ tertutup” (marbuthah) dalam ayat berikut :
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ
امْرَأَةٌ
Jika
seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah
dan tidak meninggalkan anak, tetapi .... [QS An-Nisa : 12]
إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ
وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya
aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala
sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.[QS An-Naml : 23]
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ
بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا
Dan
jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya...[QS
An-Nisa :128]
Semua
kata “imra’ah” diatas menunjuk kepada perempuan yang tidak bersuami. Dan Khusus
dalam ayat terakhir, meskipun “imra’ah” pada ayat tersebut berarti perempuan
yang bersuami namun ia berada di jurang perpisahan dengan suaminya sehingga tidak
ada lagi hubungan suami-istri dan itulah kenapa kata “imra’ah” pada ayat
tersebut ditulis dengan ta’ tertutup.
Selanjutnya,
Perhatikan ta’ pada kata “Imra’atun” ditulis dengan “ta’ terbuka” yang mana
semuanya menunjukkan makna perempuan yang bersuami dalam ayat-ayat berikut :
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا
امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ
Allah
membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir.
[QS At-Tahrim :10]
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي
نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا
(Ingatlah),
ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan
kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh [QS Ali
Imran : 35]
قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ الْآنَ حَصْحَصَ
الْحَقُّ
isteri
Al-Aziz Berkata: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, [QS Yusuf: 51]
Dalam
kasus lainnya, Masih mengenai ta’ pada kata “jannatun” yang berarti surga. Al-qur’an
membedakan penulisan kata “jannatun” (surga yang belum pernah dilihat) dengan kata
“jannatun” (surga yang dilihat). Kata “jannatun” (surga yang belum pernah
dilihat) ditulis “ta’ tertutup” dalam 18 ayat diantaranya :
فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ
(Mereka berada) di surga yang tinggi (High Class) [QS Al-Ghasyiyah
: 10]
Adapun kata “jannatun” (surga yang dilihat) maka ditulis dengan
“ta’ terbuka” seperti terdapat dalam firman Allah :
فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّتُ
نَعِيمٍ
maka
dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta surga kenikmatan.[QS
Al-Waqiah : 89]
Ayat
ini adalah lanjutan dari ayat ke 83 yang menceritakan kondisi seseorang nyawa
sampai di kerongkongan. Maka Ruh orang mukmin tidak akan keluar sebelum ia
melihat tempatnya di surga. Artinya kata “jannah” pada ayat tersebut adalah surga
yang terlihat.
Selanjutnya,
Keberadaan bahasa Arab yang banyak mengandung makna yang menentramkan jiwa
dapat saya contohkan pada ayat panggilan kepada anak dan ayah berikut.
Rasul ﷺ memerintahkan anak menghormati
orang tua dan orang tua menyayangi anak-anak. Dalam Hadits disebutkan “Tidaklah termasuk golongan kami, orang yang tidak belas kasih
terhadap orang kecil kita dan tidak memulyakan orang tua kita [HR Turmudzi].
Secara tersirat al-quran memberi contoh
kongkritnya: Simaklah panggilan seorang ayah kepada anak, kebanyakan
menggunakan “yaa bunayya” dengan bentuk tashghir yang menunjukkan kecintaan
ayah terhadap anak pada ayat berikut.
قَالَ يَابُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ
عَلَى إِخْوَتِكَ
Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu
ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, [QS Yusuf : 5]
يَابُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا
"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami [QS Hud: 42]
Sebaliknya panggilan anak terhadap ayahnya,
tidak menggunakan nama ayah secara langsung (jambal :jawa), dan tidak
menggunakan Ya Abi, akan tapi menggunakan shighat yang menunjukkan ta'dhim (perhormatan)
yaitu Ya Abati. Sebagaimana dijelaskan dalam ilmu nahwu. Kurang lebih ada 8
Ayat yang didalamnya terdapat kata Ya Abati, Simak diantaranya :
قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar." [QS As-Shaffat: 102] Wallahu
A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk semakin
meyakini kemukjizatan Al-Quran Kalam ilahi.
Salam Satu Hadith,
DR.H.Fathul Bari
Alvers
PP Annur2.net Malang,
Ind
Temukan Artikel lainnya
dalam
BUKU ONE DAY ONE
HADITH
Harga Promo, hub.:
081216742626
UMRAH PLUS TURKI 12 hari Langsung Madinah 8
Mei 2017 pullman Zam Zam / Ilyas silver/Istanbul : hotel bintang 5 Hanya Rp. 25,9
Juta. WA : 08125214321






0 komentar:
Post a Comment