Saturday, October 19, 2024

RESIKO PENCERAMAH

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid RA, Rasul SAW bersabda :

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى

“Terdapat seseorang didatangkan pada hari kiamat kemudian ia dilemparkan ke neraka hingga ususnya terburai keluar dan iapun berputar-putar di neraka seperti keledai berputar-putar mengitari alat penumbuk gandumnya...” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Ceramah kini menjadi profesi yang menggiurkan sampai-sampai menjadi sorotan pajak. Menurut Kring Pajak, pengkotbah seperti Ulama masuk sebagai subjek pajak. Yaitu kategori jasa pekerjaan bebas. Sesuai Pasal 56 ayat (4) huruf d Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022”. terang @kring_pajak. [Belasting id]

 

Honor penceramah menjadi sorotan dan menuai pro kontra. Yang kontra beralasan bahwa ceramah lebih condong kepada tugas seorang nabi kepada kaumnya sehingga tidak layak menerima imbalan, sebagaimana para nabi tidak tidak pernah meminta imbalan. Adapun yang pro mereka beralasan bahwa jika seorang artis saja yang kerjanya menebar maksiat dan cuma menghadirkan kebahagiaan sesaat, bisa menerima honor ratusan juga rupiah. Masak seorang ustadz yang sebenarnya juga diminati oleh khalayak, kok cuma disampaikan ucapan terima kasih alias syukron? Bahkan seharusnya honor pak ustadz lebih tinggi dari honor para artis. Sebab yang diberikan pak ustadz itu adalah kebenaran hakiki, sedangkan para artis hanya bisa memberikan hiburan sesaat.  Di zaman Nabi saja, seorang tawanan yang bisa mengajarkan 10 orang untuk bisa sekedar membaca dan menulis akan mendapat imbalan berupa dibebaskan padahal harga tebusan untuk itu sangatlah tinggi.

 

Terlepas dari honor dan profesi, memberikan ceramah kepada orang lain akan memiliki konsekwensi yang sangatlah berat jika yang bersangkutan tidak mengamalkan apa yang ia sampaikan. Dalam hadits utama di atas disebutkan, Nabi SAW bersabda : “Seseorang didatangkan pada hari kiamat kemudian dilemparkan ke neraka hingga ususnya terburai keluar dan ia berputar-putar di neraka seperti keledai berputar-putar mengitari alat penumbuk gandumnya, kemudian penduduk neraka mengerumuninya dan bertanya: ‘Hai fulan! Apa yang menimpamu?, bukankah dulu kau menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari yang kemungkaran?’ Ia menjawab:

بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ

“Benar, dulu aku menyuruh kepada kebaikan tapi aku meninggalkannya dan aku mencegah kemungkaran tapi aku melanggarnya.” [HR Muslim]

 

As-Sya’bi meriwayatkan bahwa ada penduduk surga melihat penduduk neraka. Penduduk surga bertanya : Kenapa kalian masuk neraka padahal kami masuk surga sebab apa yang telah kau ajarkan dahulu? Mereka menjawab :

إِنَّا كُنَّا نَأْمُرُ النَّاسَ الْخَيْرَ وَلَا نَفْعَلُهُ

Dahulu kami mengajarkan kebaikan kepada manusia namun kami sendiri tidak melakukannya. [Fi Ulumil Qur’an, Abdus salam Kafafy]

 

Dalam hadits lain, disebutkan :

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللهُ بِعِلْمِهِ

Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya di ahri kiamat adalah orang alim yang mana Allah tidak menjadikan ilmunya bermanfaat. [HR Al-Baihaqi]

 

Jundab bin Abdillah Albajaly berkata :

إِنَّ مَثَلَ الَّذِي يَعِظُ النَّاسَ وَيَنْسَى نَفْسَهُ كَالْمِصْبَاحِ يَحْرِقُ نَفْسَهُ وَيُضِيءُ لِغَيْرِهِ

Perumpamaan orang yang menasehati orang lain semenatara ia melupakan dirinya sendiri, itu seperti lentera. Ia membakar dirinya untuk menerangi lainnya.

 

Malik Bin Dinar menemukan tulisan dalam kitab-kitab terdahulu, yaitu :

مَا مِنْ خَطِيْبٍ إِلَّا وَتُعْرَضُ خُطْبَتُهُ عَلَى عَمَلِهِ

“Tidak ada penceramah melainkan nantinya materi khutbahnya akan diperlihatkan kepada amaliahnya”.

Jika sesuai maka ia dibenarkan namun jika (tidak sesuai) ia bohong maka kedua bibirnya digunting dengan gunting api. Setiap kali kedua bibirnya dipotong maka akan tumbuh lagi. [Ihya]

 

Hal ini sebagaimana kejadian ketika Isra’, Rasul SAW bertemu dengan segolongan orang yang mana bibir mereka digunting dengan gunting dari api. Rasul SAW bertanya siapakah mereka. Mereka menjawab :

خُطَبَاءُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا كَانُوا يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا يَعْقِلُونَ

Mereka itu adalah tukang ceramah ketika di dunia. Mereka memerintahkan orang lain untuk melakukan kebaikan namun mereka sendiri melupakannya padahal mereka membaca Al-Qur’an. Tidakkah mereka berpikir? [HR Ahmad]

 

Maka Abul Aswad Ad-Du’aly memberikan nasehat kepada para penceramah, Beliau berkata :

لا تَنْهَ عَنْ خُلُقٍ وتأتِيَ مِثلَهُ :: عَارٌ علَيْكَ إذَا فَعَلْتَ عَظِيمُ

Janganlah engkau melarang sesuatu sementara engkau sendiri melakukannya. Sebab itu adalah aib yang sangat besar jika engkau melakukannya. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Dengan berbagai pertimbangan di atas maka banyak para ulama yang berat hati kalau harus memberikan ceramah. Al-Qurtubi meriwayatkan bahwa Ibrahim An-Nakha’i berkata : “Aku tidak senang untuk berceramah karena pertimbangan adanya tiga ayat”, Yaitu : Ayat Pertama :

أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab? Maka tidakkah kamu berpikir?” [QS Al-Baqarah : 44]

 

Ayat Kedua :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ :: كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفْعَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” [QS Ash-Shaf :2-3]

 

Ayat Ketiga :

وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ

Aku (sebenarnya) tidak ingin berbeda sikap denganmu (lalu melakukan) apa yang aku sendiri larang... [QS Hud : 88]  [Tafsir Al-Qurtubi]

 

Kisah lain sebagaimana disampaikan oleh Abu Amr bin Mathar. Ia bercerita bahwa ia pernah menghadiri majelisnya Syeikh Abu Ustman Al-Hayri Az-Zahid. Syeikh datang lalu duduk di tempat ceramahnya namun syeikh terdiam lama sekali sehingga ada orang berkata “kenapa engkau terdiam, apakah ada sesuatu yang terjadi?” Maka  Abu Ustman berkata :

وَغَيْرُ تَقِيٍّ يَأْمُرُ النَّاسَ بِالتُّقَى :: طَبِيْبٌ يُدَاوِي وَالطَّبِيْبُ مَرِيْضُ

Orang yang tidak bertaqwa jika ia memerintahkan orang lain untuk bertaqwa itu sama halnya dengan dokter yang mengobati pasien sementara dokter tersebut sedang sakit”.

Maka setelah mendengar jawaban itu para jamaah yang hadir menjadi gaduh dengan suara tangisan. [Tafsir Al-Qurtubi]

 

Namun demikian ada pertimbangan lain ketika seorang ulama tetap menjalankan tugasnya memberikan ceramah dan nasehat meskipun dengan berat hati. Satu ketika Al-Hasan menyuruh Mutharrif bin Abdillah untuk berceramah di hadapan para sahabatnya maka Mutharrif tidak mau berceramah dengan  alasan takut termasuk golongan orang yang berkata atas apa yang tidak dikerjakan. Al-Hasan berkata :

يَرْحَمُكَ اللهُ! وَأَيُّنَا يَفْعَلُ مَا يَقُوْلُ! وَيَوَدُّ الشَّيْطَانُ أَنَّهُ قَدْ ظَفَرَ بِهَذَا، فَلَمْ يَأْمُرْ أَحَدٌ بِمَعْرُوْفٍ وَلَمْ يَنْهَ عَنْ مُنْكَرٍ

Semoga Allah merahmatimu. Siapa sih dianatara kita yang bisa melakukan apa yang ia ucapkan. Setan ingin mencegah kita dengan statement tersebut sehingga tidak ada seorangpun yang mau memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. [Tafsir Al-Qurtubi]

 

Dan senada dengan hal ini, Sa’id bin Jubayr berkata :

لَوْ كَانَ الْمَرْءُ لَا يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا يَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ حَتَّى لاَ يَكُوْنَ فِيْهِ شَيْءٌ مَا أَمَرَ أَحَدٌ بِمَعْرُوْفٍ وَلَا نَهَى عَنْ مُنْكَرٍ

Seandainya seseorang itu tidak boleh amar ma’ruf nahi mungkar sehingga orang itu bersih tanpa dosa maka tidak akan ada orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. [Tafsir Al-Qurtubi]

 

Ketika hal tersebut sampai kepAda Imam Malik maka beliau berkata :

صَدَقَ، مَنْ ذَا الَّذِي لَيْسَ فِيْهِ شَيْءٌ

Benarlah apa yang ia katakan, siapa sih yang tidak punya dosa dalam dirinya? . [Tafsir Al-Qurtubi]

 

Ada hal lain yang memotivasi supaya seorang ulama terus mengajarkan kebaikan yaitu mengharap ampunan dari Allah SWT. Nabi SAW bersabda :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الخَيْرَ

"Sesungguhnya Allah, para Malaikat-Nya, penduduk langit-langit dan bumi-bumi, hingga semut-semut yang ada di lubangnya, hingga ikat-ikan, benar-benar semuanya bershalawat (memintakan ampun) untuk orang yang mengajari kebaikan kepada manusia." [HR Tirmidzi]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk terus menjalankan tugas tabligh, menyampaikan ilmu Nabi SAW dengan disertai introspeksi diri supaya kita sendiri juga selamat di dunia dan akhirat.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment