Thursday, July 10, 2025

LEWAT DEPAN ORANG SHALAT

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Juhaim RA, Rasul SAW bersabda :

 لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ

“Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat itu tahu dosa yang akan ia dapatkan, niscaya lebih baik ia berdiam (menunggu selesai shalat) selama 40 (masa) daripada ia berjalan di depan orang yang shalat”. [HR. Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Alkisah satu ketika Qais ibnul mulawwah yang terkenal dengan julukan “Majnun Layla” (orang yang menjadi gila karena cintanya ditolak pujaan hatinya, Layla) ia berjalan di depan orang-orang yang sedang shalat. Setelah mereka selesai shalat mereka mencela Qais dan mereka berkata : “Bagaimana kamu ini, kau berjalan di depan kami padahal kami sedang shalat?.” Qais berkata : Demi Allah, Aku tidak melihat kalian karena aku sibuk memikirkan Layla. Lalu ia berkata :

وَاللهِ، لَوْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ كَمَا أُحِبُّ لَيْلَى، لَمَا رَأَيْتُمُونِي، وَلَانْشَغَلْتُمْ بِهِ وَبِمُنَاجَاتِهِ عَنْ رُؤْيَتِي

“Demi Allah, jika kalian mencintai Allah sebagaimana aku mencintai Layla, niscaya kalian (ketika shalat) tidak akan melihatku, karena kalian sibuk dengan-Nya dan bermunajat kepada-Nya, hingga tidak memperhatikan keberadaanku.”

 

Pernahkah Anda melihat ada orang yang lewat di depan orang yang shalat seperti kisah di atas? Atau di depan Anda sendiri ketika shalat, atau jangan-jangan Anda sendiri orang yang lewat itu? Wah wah.. bahaya kalau begitu. Jangan pernah lakukan hal itu karena itu adalah dosa yang seandainya Anda tahu ukuran dosanya niscaya Anda akan memilih untuk menunggu meskipun dalam waktu yang lama. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits utama : “Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat itu tahu dosa yang akan ia dapatkan, niscaya lebih baik ia berdiam (menunggu selesai shalat) selama 40 masa daripada ia berjalan di depan orang yang shalat”. [HR. Bukhari]

 

Perawi hadits tersebut yaitu Abu Nadhar berkata : “Aku tidak tahu apakah sabdanya 40 hari, bulan, ataukah tahun.” Yang jelas apapun itu, mau 40 hari, bulan, ataukah tahun, itu adalah waktu yang sangat lama untuk menunggu namun demikian seseorang akan rela menunggu dalam waktu yang lama seperti itu seandainya dia tahu betapa celakanya ketika dia lewat di depan orang yang sedang shalat. Orang yang menerjang perlintasan kereta api lalu ia tewas tersambar kereta yang lewat, seandainya ia tahu dan yakin akan tersambar niscaya ia akan memilih menunggu walau dalam waktu yang lama. Maka ketika kita mengetahui ada orang yang hendak melakukan demikian niscaya kita akan mencegahnya supaya ia tidak celaka. Itulah kenapa lantas Nabi bersabda :

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ

“Jika salah seorang dari kalian shalat dengan menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah (penghalang, pembatas) terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yang mencoba lewat di antara ia dan sutrah tersebut, maka cegahlah. [HR Bukhari]

 

Untuk mempermudah orang yang hendak lewat di depan kita yang sedang shalat supaya itu tidak berdosa dengan menginjak tempat shalat kita maka hendaknya kita memasang jadikan sutrah (penghalang, pembatas). Syeikh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in berkata : “Disunnahkan bagi orang yang  shalat untuk menghadap ke dinding atau tiang, atau benda tegak lainnya yang tingginya minimal 40 CM, dan jarak antara benda tersebut dan tumitnya tidak lebih dari 180 CM. Jika tidak ada, gunakanlah semisal tongkat yang ditancapkan, atau koper. Jika tidak ada, gelarlah sajadah, jika tidak ada, buatlah garis di depannya dalam jarak 180 CM, baik secara melintang atau memanjang. Dan ini lebih utama karena ada hadits” :

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا فَإِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ عَصًا فَلْيَخْطُطْ خَطًّا ثُمَّ لَا يَضُرُّهُ مَا مَرَّ أَمَامَهُ

"Jika salah seorang dari kalian shalat, maka hendaklah ia meletakkan sesuatu di hadapannya. Jika tidak ada, maka tancapkan tongkat. Jika tidak ada tongkat, maka buatlah garis. Setelah itu, apa pun yang lewat di depannya tidak akan membahayakannya." [HR Abu Daud]

 

Dari hadits ini dipahami bahwa sutrah itu berfungsi untuk penanda area shalat sehingga orang akan lewat di depan kita, tidak menginjak area shalat kita sehingga ia berdosa. Dan yang demikian itu tidak akan mengganggu kekhusu’an kita karena orang yang shalat dianjurkan untuk mengarahkan pandangannya ke tempat sujud atau area shalat tersebut. Dan sebagian ulama berpendapat sutrah tidak harus berupa benda khusus, namun benda apapun yang bisa dipahami sebagai pembatas area shalat seperti kopyah. Hal ini dipahamai dari teks hadits di atas disebutkan “Syai’an” (sesuatu) secara umum. [Hasyiyah As-Sindy]

 

Dalam lanjutan hadits Bukhari mengenai perintah mencegah orang yang lewat di depan orang yang shalat, Nabi Bersabda :

فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ

“Jika ia enggan dicegah maka cegahlah dengan lebih keras, karena sesungguhnya ia telah melakukan perbuatan terlarang seperti setan” [HR Bukhari]

 

Selanjutnya, perlu diketahui bahwa tempat shalat kita yang kita jaga seperti di atas adalah tempat yang mulia dan ia akan menangis ketika kita wafat. Ibnu Abbas berkata : “Setiap orang memiliki satu pintu di langit, untuk jalan turun rezeki dan naiknya amalan. Apabila seorang mukmin meninggal, maka pintu langit itu akan menangisinya.

وَإِذَا فَقَدَهُ مَقْعَدُهُ مِنَ الْأَرْضِ الَّتِي كَانَ يُصَلِّي فِيهَا وَيُذْكُرُ اللهَ فِيهَا بَكَتْ عَلَيْهِ

Dan ketika tempat duduk yang dipakai shalat dan berzikir itu kehilangan dia maka tempatnya itu menangisinya. [Syu’abul Iman]

 

Terakhir, apa yang dikatakan Majnun Layla “Demi Allah, jika kalian mencintai Allah sebagaimana aku mencintai Layla, niscaya kalian (ketika shalat) tidak akan melihatku” itu tidak berarti orang yang shalat itu kemudian lupa segalanya dan tidak merasakan apa yang terjadi di sekelilingnya, tidak begitu. Nabi sendiri ketika shalat masih mendengar tangisan bayi. Beliau bersabda : “Sesungguhnya aku berdiri dalam shalat dengan niat ingin memperpanjangnya, tetapi kemudian aku mendengar tangisan bayi, maka aku pun mempercepat shalatku, karena aku tidak ingin memberatkan ibunya.” [HR Bukhari] Nabi juga memperlama sujudnya dan ketika ditanya beliau menjawab : “Sesungguhnya cucuku ini menaiki (punggung)ku (ketika aku sujud), maka aku tidak ingin menyudahinya terlalu cepat sampai ia selesai dari hajatnya.” [HR Nasa’i]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita agar menjadi muslim sejati dengan menjauhi perilaku yang merugikan orang lain, berlebih-lebihan lagi menimbulkan kerusakan dalam segala urusan.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

WA Auto Respon :  0858-2222-1979

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

 

 

0 komentar:

Post a Comment