إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Friday, October 10, 2025

MAHAR 3 MILYAR

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir RA, Rasul SAW bersabda :

خَيْرُ النِّكَاحِ أَيْسَرُهُ

Pernikahan yang terbaik adalah yang paling murah (maharnya). [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Pernikahan di Pacitan pada (8/10/2025) bikin heboh warganet. Seorang pria berusia 74 tahun menikahi gadis 24 tahun dengan mahar fantastis berupa seperangkat alat shalat dan cek senilai Rp 3 miliar. Momen akad inipun viral di medsos.[detik com] Menurut kepala KUA nilai mahar yang dituliskan saat pendaftaran adalah Toyota Camry dan uang sebesar Rp 1 miliar. Namun dua hari sebelum akad, nilai mahar dinaikkan menjadi Rp 3 miliar. Dan mobil Camry yang sebelumnya disebut sebagai bagian dari mahar, kemudian dijadikan sebagai hadiah.

 

Pasca viral, muncul dugaan bahwa cek mahar Rp 3 miliar itu (diduga) palsu, dan mobil Toyota Camry yang digunakan dalam prosesi akad merupakan mobil rental. Dan beredar kabar pengantin kabur membawa sepeda motor milik keluarga pengantin perempuan. Polisipun turun tangan dan mendapat informasi bahwa mempelai pria yang dulunya berprofesi sopir bis memiliki rekam jejak negatif namun kita harus tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Dan ibu mempelai wanita meluruskan bahwa pengantin berdua tengah pergi untuk bulan madu dan ia mengaku tidak mengetahui tentang keaslian mahar cek Rp 3 miliar karena sampai saat ini (10/10/2025) belum dicairkan. [kompas com]

 

Mahar didefinisikan sebagai suatu  benda (barang, uang, maupun jasa) yang wajib diberikan oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang disebut  dalam akad nikah sebagai  pernyataan persetujuan antara pria dan wanita itu untuk hidup bersama sebagai suami istri.[ al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah] Dalam Islam, mahar itu tidak harus banyak dan mahal bahkan sebaliknya Rasul SAW menganjurkan agar calon mempelai wanita tidak menuntut mahar tinggi. Beliau bersabda :

أَعْظَمُ النِّسَاءِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُنَّ صَدَاقًا

"Sesungguhnya wanita yang paling banyak berkahnya adalah wanita yang paling murah maskawinnya."[HR Al-Hakim]

 

Pada zaman Rasul terdapat seorang perempuan dari Bani Fazarah yang secara suka rela dinikahkan dengan mahar sepasang sandal. [HR Tirmidzi] dan ada lelaki yang hendak menikah namun ia tidak memiliki mahar selain baju yang sedang dipakainya maka Nabi SAW bersabda :

اِلْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ

“Carilah (maskawin), meskipun berupa cincin dari besi”.

Lalu karena ia tetap tidak mendapatkannya maka menikahkannya dengan beberapa surat ia miliki dari Al-Qur’an . [HR Bukhari]

 

Namun demikian, sebaiknya besar kecilnya mahar itu sesuai range ketentuan. Apa itu? al-Mahalli berkata : Dalam memberikan mahar itu di sunnahkan tidak kurang dari 10 dirham murni (uang perak), karena menurut Abu Hanifah mahar tidak boleh kurang dari 10 dirham itu,

 

 

 

وَأَنْ لَا يُزَادَ عَلَى خَمْسِمِائَةِ دِرْهَمٍ خَالِصَةٍ صَدَاقِ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لِأَزْوَاجِهِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ عَائِشَةَ

dan disunnahkan tidak melebihi 500 dirham murni, yaitu mahar Rasulullah untuk istri-istrinya sebagaimana yang ada dalam hadits riwayat Imam Muslim dari Sayyidah 'Aisyah. [Al-Mahalli]

 

Mahar bukanlah merupakan rukun nikah sehingga tetaplah dinilai sah jika dalam akad tidak ada penyebutan tentang mahar, namun demikian makruh hukumnya akad nikah yang di dalamnya tidak menyebutkan mahar. [Mughnil Muhtaj] meskipun tidak disebutkan, mahar tetap wajib ditunaikan dengan berupa mahar mitsil (mahar standar umum). Dan sunnah untuk tidak berhubungan suami istri hingga si suami membayar maskawinnya. Syeikh Syamsuddin As-Syarbini berkata:

وَيُسَنُّ أَنْ لَا يَدْخُلَ بِهَا حَتَّى يَدْفَعَ إلَيْهَا شَيْئًا مِنْ الصَّدَاقِ خُرُوجًا مِنْ خِلَافِ مَنْ أَوْجَبَهُ

Sunnah untuk tidak berhubungan suami istri hingga si suami membayar sesuatu dari maskawinnya, hal ini dikarenakan keluar dari khilaf ulama’ yang mewajibkannya. [Mughnil Muhtaj]

 

Dalam kasus mahar 3 milyar diatas, suami wajib membayar sesuai jumlah yang disebut saat akad namun jika istri karena satu alasan tertentu kemudian menggugurkan sebagian atau membebaskan mahar 3 milyar tersebut maka gugurlah maharnya sebagaimana firman Allah SWT :

وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْساً فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَّرِيئاً

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. [QS An-Nisa : 4]

 

Menafsiri ayat ini, Ibnu Katsir berkata :

فَإِنْ طَابَتْ هِيَ لَهُ بِهِ بَعْدَ تَسْمِيَتِهِ أَوْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ فَلْيَأْكُلْهُ حَلَالًا طَيِّبًا

Jika istri kemudian merelakan mahar tersebut kepada suami, baik seluruhnya atau sebagian setelah mahar disebutkan besarannya, maka bolehlah suami memakannya (mengambilnya) dengan halal dan baik. [Tafsir Ibnu Katsir]

 

Dalam kasus mahar 3 milyar di atas, seumpama terjadi dua kali akad. Akad pertama dilaksanakan dengan mahar 3 Juta, lalu beberapa hari kemudian di akadkan legi di hadapan para undangan dengan mahar 3 milyar maka yang wajib dibayarkan suami adalah mahar dari akad yang pertama. Syeikh Zainuddin Al-Malibari berkata :

وَإِذَا عُقِدَ سِرًّا بِأَلْفٍ ثُمَّ أُعِيدَ جَهْرًا بِأَلْفَيْنِ تَجَمُّلًا لَزِمَ أَلْفٌ

"Jika akad nikah dilakukan secara “sirri” (rahasia) dengan mahar seribu, lalu akad nikahnya diulangi secara terang-terangan dengan mahar dua ribu dengan tujuan bergaya, maka mahar yang wajib dibayarkan adalah seribu." [Fathul Muin]

 

Sayyid Abu Bakar Syatha menjelaskan : "Jika terjadi kesepakatan (sebelum akad) atas mahar sebesar dua ribu, lalu akad dilakukan atas mahar sebesar seribu, maka yang wajib adalah seribu. Dan jika terjadi kesepakatan atas mahar seribu, lalu akad dilaksanakan atas mahar dua ribu, maka yang wajib adalah dua ribu. Seperti ini berlaku jika akad tidak diulang, alias terlaksana satu kali. Namun jika akadnya diulang, maka yang wajib adalah mahar yang disebut pada akad pertama, baik sedikit maupun banyak, baik saksi akad rahasia dan akad terbuka itu sama atau berbeda orang.

وَذٰلِكَ لِأَنَّ العِبْرَةَ بِالعَقْدِ الأَوَّلِ، وَأَمَّا الثَّانِي فَهُوَ لَاغٍ لَا عِبْرَةَ بِهِ

Hal itu dikarenakan yang menjadi patokan adalah akad pertama, sedangkan akad kedua itu sia-sia dan tidak dianggap." [I’anatut Thalibin]

 

Dengan uraian di atas kita mengetahui bahwa pernikahan tersebut tetaplah sah. Mahar yang belum dibayarkan tidaklah mengganggu keabsahan sebuah pernikahan namun demikian yang sunnah adalah tidak berhubungan suami istri hingga si suami membayar maskawinnya. Dan mahar 3 milyar akan gugur jika istri memberikan kepada suami atau menggugurkannya. Al-Malibari berkata : "Sah bagi wanita (istri) yang telah mukallaf (baligh dan berakal) untuk merelakan maharnya dengan lafaz: pengguguran, pemaafan, pengguguran, penghalalan, pembolehan, atau pemberian, meskipun tanpa disertai adanya qabul (penerimaan dari suami)."[Fathul Muin]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan fikiran kita untuk tidak menjadikan mahar sebagai sarana kebanggaan namun sebagai sumber keberkahan sehingga rumah tangga kita menjadi barokah dan sakinah mawaddah wa rahmah.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi  menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Thursday, October 9, 2025

MENJADI PELAYAN ULAMA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Rasul SAW Bersabda :

اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ

“Ya Allah, perbanyaklah harta (Anas) dan keturunannya.” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Musibah runtuhnya musholla Ponpes di sidoarjo menimbulkan berbagai komen dan isu liar dari netizen. Mulai tuduhan korupsi dalam proses pembangunannya hingga sorotan terhadap tradisi kerja bakti santri dalam proses pengecoran yang dituduh sebagai bentuk perbudakan terhadap santri. Namun tidak sedikit yang menyangkal tuduhan tersebut. Ada yang berkomentar “Kalo santri yang kerja bakti disebut budak kyai, maka kalau ada kerja bakti di lingkungan RT jangan ikut, ntar disebut budak RT”. Selamat datang di penghujung zaman dimana ilmu mudah di dapat tapi keberkahan mulia dilupakan sehingga banyak orang pintar namun tidak benar. Sehat-sehat pejuang barokah!”. “Hanya zaman sekarang ngabdi dikira jadi budak kyai.”

 

Menanggapi hal ini, Gus Yusuf Magelang menjawab dengan lantang dalam sebuah pidato yang beredar di medsos : “ini terjadi karena pondok itu, santri dan bangunannya itu lebih dulu santrinya. Santri ada terlebih dahulu, baru kemudian bangun gedung. Tidak seperti gedung sekolah, SD inpres langsung jadi padahal belum ada muridnya. Itu bisa terjadi karena dibiayai negara. Tapi kalo pondok tidak dibiayai oleh negara, lillahi Ta’ala. Itu semua atas usaha kyainya. Kyai punya uang sedikit beli tanah sepetak. Kyai ada rizki lagi karena habis panen sawah maka beli semen. Ada wali santri bantu pasir, ada muhibbin bantu ini dan itu. Jadi bangunan pondok itu berdiri secara secara bertahap, tidak spontan langsung jadi. Ini yang harus dipahami masyarakat sehingga tidak menyalah-nyalahkan kyainya”.

 

Selanjutnya ketika kita berbicara tentang santri yang mendapatkan kehormatan untuk melayani gurunya, maka jangan langsung terbayang gambaran di benak kita gambaran

Mengenai para penjaga dan pelayan yang ada di rumah kebanyakan para pejabat atau hartawan.  Mereka menjadikan para pelayan sebagai pembatas antara diri mereka dan orang biasa bahkan tak jarang menjadi simbol keangkuhan. Semakin banyak penjaga dan pelayan, semakin dianggap tinggi kedudukan dan kemegahan sang majikan.

 

Memang keduanya serupa namun tidaklah sama, bahkan sangat jauh berbeda. Lihatlah para sahabat yang melayani Nabi SAW, mereka melayani secara suka rela dan merasa bangga bisa melayani beliau. Mereka yang berstatus para pelayan tidak menerima imbalan apa pun dari Baitul Mal (kas negara). Mereka itu datang secara sukarela, tanpa ada yang memaksa mereka. Masing-masing memilih tugas yang ingin ia lakukan dengan penuh cinta, hormat, dan penghargaan semata-mata mengharap ridla Allah Ta‘ala, doa terbaik dari Nabi SAW, disertai harapan untuk bisa dekat dengan beliau.

 

Satu ketika Ummu Anas (ibunya Anas), membawa anaknya yang masih kecil kepada Rasul SAW dengan memakai sarung berupa separuh kerudungnya dan memakai baju dengan separuhnya lagi. Lalu ia berkata :

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا أُنَيْسٌ ابْنِي أَتَيْتُكَ بِهِ يَخْدُمُكَ فَادْعُ اللَّهَ لَهُ

“Wahai Rasulullah, ini adalah Anas kecil, anakku. Aku membawanya kepadamu agar ia melayanimu. Maka mohonkanlah doa kebaikan kepada Allah untuknya.”

Maka Rasul SAW berdoa dengan hadits utama diatas, “Ya Allah, perbanyaklah harta dan keturunannya.” Dan benarlah dikemudian hari Anas berkata, “Demi Allah, hartaku sungguh banyak, dan anak-anakku serta cucu-cucuku kini berjumlah hampir seratus orang.” [HR Muslim] Dan Anas berkata :

خَدَمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِينَ

Aku melayani Nabi SAW selama sepuluh tahun. [Shahih Bukhari]

Dan Anas juga berkata : Aku melayani Rasul SAW ketika berumur sepuluh tahun dan beliau wafat ketika aku berumur dua puluh tahun. [HR Thabrani]

 

Begitu pula Abdullah Ibnu Abbas, ia melayani Rasul SAW. Satu ketika beliau masuk ke tempat buang air, lalu Ibnu Abbas menyiapkan air wudlu untuk beliau. (lalu ketika keluar, beliau menemukan air wudlu telash tersedia). Maka beliau bertanya, “Siapa yang menyiapkan ini?” Lalu ada yang memberitahukan hal itu, Maka beliau berdoa,

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Ya Allah, pahamkan ia urusan agama.” [HR Bukhari]

 

Banyak sahabat yang berkhidmah kepada Nabi SAW. Ibnul Qayyim berkata : Di antara mereka adalah Anas bin Malik, yang mengurus berbagai keperluan beliau. Abdullah bin Mas’ud, yang membawa sandal dan siwak beliau. Uqbah bin Amir al-Juhani, yang bertugas membawa keledai beliau dalam perjalanan. Aslam bin Syarik, yang mengurus kendaraan beliau. Bilal bin Rabah, muadzin beliau... Ayman bin Ubaid bertugas mengurus air dan keperluan pribadi beliau. [Zadul Ma’ad]

 

Maka apa yang dilakukan para santri kepada kyainya itu tak ubahnya apa yang dilakukan oleh para sahabat kepada Nabi SAW. Para santri adalah cerminan para sahabat sedangkan ulama itu adalah “waratsatul Anbiya” (pewaris para Nabi). Tak terkecuali sepupu nabi, Ibnu Abbas. Ia ingin melayani Zaid bin Tsabit RA selaku ulama. Ketika ia hendak naik ke baghal-nya maka Ibnu Abbas menuntunkan tali hewannya untuknya. Meski dilarang, Ibnu Abbas bersikukuh melayaninya dan berkata :

هَكَذَا نَفْعَلُ بِالْعُلَمَاءِ لِأَنَّهُ كَانَ يَأْخُذُ عَنْهُ الْعِلْمَ

Beginilah perlakuan kami terhadap ulama karena ia telah berjasa memberikan ilmu. [Ghidza’ul Albab]

 

Hubungan santri dengan kyai bukanlah seperti hubungan pelayan dengan majikan namun seperti anak dengan orang tuanya. Syeikh Az-Zarnuji berkata :

فَإِنَّ مَنْ عَلَّمَكَ حَرْفًا وَاحِدًا مِمَّا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِى الدِّيْنِ فَهُوَ أَبُوْكَ فِى الدِّيْنِ

Orang yang telah mengajarimu satu huruf dari masalah agama yang engkau butuhkan maka sesungguhnya dialah bapakmu dalam urusan agama. [Ta’limul Muta’allim] Hal ini seperti maqalah yang berbunyi :

أباؤك ثَلاَثَةٌ: أَبُوْكَ الَّذِي وَلَدَكَ، وَالَّذِي زَوَّجَكَ إِبْنَتَهُ، وَالَّذِي عَلَّمَكَ

 “Bapakmu itu ada tiga. (1) bapak yang menyebabkan kelahiranmu. (2) bapak yang mengawinkanmu dengan putrinya (3), bapak yang mengajarkan ilmu kepadamu.” [Al-Mahaj al-Sawi]

 

Santri tak ubahnya seperti anak namun posisi anak itu ada yang menjadi raja dan ada yang menjadi budak. Anak menjadi raja karena ia menyuruh-nyuruh bapaknya, minta dilayani dan membentak-bentak bapaknya. Dan Anak menjadi budak karena ia melayani bapaknya dan membantu apapapun keperluan bapaknya. Dan selayaknya anak, ia tidak patut meminta imbalan kepada orang tuanya. Maka supaya tidak salah posisi, ditegaskan bahwa santri itu seperti anak yang budak, bukan raja oleh sayyidina Ali KW :

أَنَا عَبْدُ مَنْ عَلَّمَنِي حَرْفًا وَاحِدًا، إِنْ شَاءَ بَاعَ، وَإِنْ شَاءَ اِسْتَرَقَّ

“Saya adalah budak dari orang yang telah mengajariku satu huruf. Jika ia mau maka ia boleh menjualku, atau tetap menjadikanku sebagai budaknya. [Ta’limul Muta’allim]

Motivasi inilah yang menjadikan para santri melayani para kyai secara suka rela dan perlu diketahui, para kyai dulunya ketika menjadi santri, mereka juga melayani kyainya. Para anak kyai yang dikenal dengan sebutan “gus” juga menjadi pelayan kyainya di pesantren lain. Demikian pula yang kita kenal seorang da’i kondang dari blitar, Gus Iqdam Khalid. Ia dulunya juga berkhidmah dengan menjadi sopir di pesantren ploso kediri semasa ia mondok. Ketika di pesantren ia terbiasa melayani kyainya, maka santri ketika pulang akan terbiasa melayani bapak ibunya dengan penuh takdzim dan hormat.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk tidak mudah berkomentar negatif kepada fenomena yang terjadi tanpa kita mencari tahu terlebih dahulu duduk perkaranya. Semoga kita dijadikan oleh Allah sebagai orang yang selalu berpikiran positif. Amin.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

Pesan Buku ODOH :  0813-5715-0324

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]