ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW Bersabda :
فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ
خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُوا
"Sebaik-baik kalian di masa jahilliyah adalah
sebaik-baik kalian di dalam Islam, jika mereka fakih (paham Islam)." [HR
Bukhari]
Catatan Alvers
Ketika mendengar kata Jahiliyah maka dibenak kita
terbayang perbuatan-perbuatan yang tak terpuji dan jauh dari kebaikan seperti
menyembah berhala, mencuri, pergaulan bebas, meminum minuman keras, memendam
bayi perempuan hidup-hidup, menistakan wanita, wanita mengumbar aurat,
mendatangi dukun dan peramal. Ibnu Abbas RA berkata : Termasuk dari kebiasaan
jahiliyah adalah mencela nasab (keturunan), meratapi kematian, dan meminta
hujan kepada bintang-bintang.” [Shahih Bukhari]
Hal lainnya adalah menolak dakwah para rasul,
menyekutukan Allah dan membuat hukum sendiri, membunuh anak-anak karena
keyakinan sesat seperti takut miskin dan menjadikannya sebagai tumbal,
Mengharamkan dan menghalalkan sesuatu sekehendak mereka sendiri. Ini yang
dimaksudkan oleh Ibnu Abbas dalam perkataannya :
إِذَا سَرَّكَ أَنْ تَعْلَمَ
جَهْلَ الْعَرَبِ فَاقْرَأْ مَا فَوْقَ الثَّلَاثِينَ وَمِائَةٍ فِي سُورَةِ
الْأَنْعَامِ
“Jika engkau ingin tahu kejahiliyahan orang-orang Arab,
maka bacalah ayat 130 ke atas dari surat Al-An‘am.” [Shahih Bukhari]
Namun demikian ternyata orang-orang di masa jahiliyah
juga mengakui perilaku- perilaku yang baik meskipun mayoritas mereka tidak
melakukannya. Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa sayyidina Ali KW berkata : Di
antara tawanan dari kabilah Ṭayyi’ terdapat seorang wanita yang cantik fisiknya
dan sangat fasih bicaranya (bernama Saffanah binti Hatim). Ia berkata :
"Wahai Muhammad, mohon engkau berkenan membebaskan kami dan tidak membuat
kami menjadi bahan ejekan bagi orang-orang Arab, karena aku adalah putri dari
pemimpin kaumku. Ayahku dahulu melindungi kehormatan, membebaskan tawanan,
memberi makan orang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, memuliakan
tamu, menyebarkan kedamaian, dan tidak pernah menolak orang yang datang
meminta. Aku adalah putri Hātim Ṭayyi’. Maka Nabi SAW bersabda: “Wahai gadis,
itu adalah sifat orang-orang beriman yang sejati. Seandainya ayahmu seorang
Muslim, niscaya kami akan mendoakannya.
خَلُّوا عَنْهَا فَإِنَّ أَبَاهَا
كَانَ يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ وَاللَّهُ يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ.
Bebaskanlah dia, karena ayahnya mencintai akhlak mulia,
dan Allah pun mencintai akhlak mulia."
Mendengar sabda ini, maka Abu Burdah bin Niyār bertanya :
“Wahai Rasulullah, apakah Allah ‘azza wa jalla mencintai akhlak mulia?” Rasul
SAW menjawab: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan masuk
surga seseorang kecuali dengan akhlak yang baik.” [Dala’ilun Nubuwwah]
Dinyatakan pula oleh putranya, Adi bin Hatim. Ia berkata
: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku dahulu menyambung silaturahmi,
menyuguhi tamu dan melakukan berbagai kebaikan.” Rasul SAW menjawab:
إِنَّ
أَبَاكَ أَرَادَ شَيْئًا فَأَدْرَكَهُ
"Sesungguhnya ayahmu menginginkan sesuatu, dan ia
pun meraihnya (nama baik)." [HR Ahmad]
Dan benarlah Hatim At-thayyi’ tenar dengan kedermawannnya
sehingga ia dijadikan sebagai perumpamaan dalam hal itu. Ibnu abdi rabbih
Al-Andalusi berkata : Orang Arab berkata (ketika memuji kedermanan seseorang)
“Askha Min Hatim” (ia lebih dermawan dari Hatim). [Al-Iqdul Farid] Suatu ketika
Hātim At-Thayyi’ melewati wilayah kabilah ‘Anzah (yang berada diluar
daerahnya). Ada seorang tawanan berseru:
يَا أَبَا سَفَانَةَ، أَكَلَنِيَ
الْقَدُّ وَالْقَمْلُ
‘Wahai Abā Safanah (Hātim), aku terbelenggu dan dimakan
kutu!’ Hātim menjawab: ‘Engkau telah menyusahkanku dengan menyebut namaku
sedangkan aku tidak berada di negeri kaumku, dan aku tidak memiliki sesuatu pun
( di sini) untuk menebusmu.’ Ia kemudian membeli tawanan itu (dengan tempo)
dari penduduk ‘Anzah untuk dimerdekakan. Selama menunggu uangnya dikirim dari
negerinya, Hatim tinggal bersama tawanan itu dalam keadaan terbelenggu.
[Jamharatul Amtsal]
Pernah ada yang bertanya : "Wahai Hātim, apakah ada
seseorang yang mengalahkanmu dalam hal kedermawanan?" Hātim menjawab:
"Ya, seorang anak yatim dari kabilah Ṭhayyi’. Aku bertamu ke rumahnya, dan
ia memiliki sepuluh ekor kambing. Ia menyembelih satu ekor, mengolah dagingnya,
dan menyuguhkannya kepadaku. Di antara hidangan itu ada bagian otak kambing.
Aku mencicipinya dan berkata, 'Enak sekali, demi Allah.' Lalu ia keluar dan
menyembelih satu demi satu kambingnya, untuk menyuguhkan bagian otaknya
kepadaku, tanpa aku tahu. Ketika aku hendak pergi, aku melihat darah yang
sangat banyak di sekitar rumahnya, dan ternyata ia telah menyembelih seluruh
kambingnya. Aku bertanya kepadanya: "Mengapa kau lakukan itu?" Ia
menjawab: "Engkau menyukai sesuatu yang aku miliki, lalu aku pelit
terhadapmu? Itu adalah aib besar bagi orang Arab." Lalu ditanyakan kepada
Hātim:
"Apa yang kau berikan sebagai balasan?" Ia
menjawab: "Tiga ratus ekor unta merah dan lima ratus ekor kambing."
Mereka berkata: "Kalau begitu, engkau lebih dermawan darinya." Hātim
menjawab:
بَلْ هُوَ أَكْرَمُ، لِأَنَّهُ
جَادَ بِكُلِّ مَا يَمْلِكُهُ، وَإِنَّمَا جُدْتُ بِقَلِيلٍ مِنْ كَثِيرٍ
"Tidak, justru dia lebih dermawan. Karena dia
memberikan seluruh yang ia miliki, sedangkan aku hanya memberi sedikit dari
banyak." [Al-Mustajad min Fi’latil Ajwad]
Maka perilaku-perilaku terpuji seperti itu tetap diakui
kemuliaannya oleh Nabi SAW sekiranya dalam hadits utama beliau Bersabda : "Sebaik-baik
kalian di masa jahilliyah adalah sebaik-baik kalian di dalam Islam, jika mereka
fakih (paham Islam)." [HR Bukhari] Maka perhatikan kata “menyempurnakan”
dalam hadits yang sering kita dengar yaitu :
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ
مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak terpuji. [HR Baihaqi]
Dipahami dari hadits ini bahwa akhlak terpuji itu sudah
ada sebelumnya dan Nabi menjadikannya sempurna. Menurut At-Tiby, akhlak mulia itu
seperti sebuah istana yang telah dibangun dengan indahnya, namun masih ada
bagian yang belum sempurna dan masih ada celah (lubang yang belum terpasang
dengan batu bata) sehingga perlu ditutup. Maka Nabi SAW datang untuk menutup celah itu, dan meninggikan bangunan istana
tersebut. [Mirqatul Mafatih]
Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan
pikiran kita untuk selalu memperbaiki diri dengan akhlak mulia dan ilmu agama
sehingga kita menjadi orang-orang yang mulia di sisi Allah SWT.
Salam Satu Hadits,
Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani
Ayo Mondok! Mondok itu Keren!
Pesan Buku ODOH :
0813-5715-0324
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah
ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 komentar:
Post a Comment