Thursday, October 9, 2025

MENJADI PELAYAN ULAMA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Rasul SAW Bersabda :

اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ

“Ya Allah, perbanyaklah harta (Anas) dan keturunannya.” [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Musibah runtuhnya musholla Ponpes di sidoarjo menimbulkan berbagai komen dan isu liar dari netizen. Mulai tuduhan korupsi dalam proses pembangunannya hingga sorotan terhadap tradisi kerja bakti santri dalam proses pengecoran yang dituduh sebagai bentuk perbudakan terhadap santri. Namun tidak sedikit yang menyangkal tuduhan tersebut. Ada yang berkomentar “Kalo santri yang kerja bakti disebut budak kyai, maka kalau ada kerja bakti di lingkungan RT jangan ikut, ntar disebut budak RT”. Selamat datang di penghujung zaman dimana ilmu mudah di dapat tapi keberkahan mulia dilupakan sehingga banyak orang pintar namun tidak benar. Sehat-sehat pejuang barokah!”. “Hanya zaman sekarang ngabdi dikira jadi budak kyai.”

 

Menanggapi hal ini, Gus Yusuf Magelang menjawab dengan lantang dalam sebuah pidato yang beredar di medsos : “ini terjadi karena pondok itu, santri dan bangunannya itu lebih dulu santrinya. Santri ada terlebih dahulu, baru kemudian bangun gedung. Tidak seperti gedung sekolah, SD inpres langsung jadi padahal belum ada muridnya. Itu bisa terjadi karena dibiayai negara. Tapi kalo pondok tidak dibiayai oleh negara, lillahi Ta’ala. Itu semua atas usaha kyainya. Kyai punya uang sedikit beli tanah sepetak. Kyai ada rizki lagi karena habis panen sawah maka beli semen. Ada wali santri bantu pasir, ada muhibbin bantu ini dan itu. Jadi bangunan pondok itu berdiri secara secara bertahap, tidak spontan langsung jadi. Ini yang harus dipahami masyarakat sehingga tidak menyalah-nyalahkan kyainya”.

 

Selanjutnya ketika kita berbicara tentang santri yang mendapatkan kehormatan untuk melayani gurunya, maka jangan langsung terbayang gambaran di benak kita gambaran

Mengenai para penjaga dan pelayan yang ada di rumah kebanyakan para pejabat atau hartawan.  Mereka menjadikan para pelayan sebagai pembatas antara diri mereka dan orang biasa bahkan tak jarang menjadi simbol keangkuhan. Semakin banyak penjaga dan pelayan, semakin dianggap tinggi kedudukan dan kemegahan sang majikan.

 

Memang keduanya serupa namun tidaklah sama, bahkan sangat jauh berbeda. Lihatlah para sahabat yang melayani Nabi SAW, mereka melayani secara suka rela dan merasa bangga bisa melayani beliau. Mereka yang berstatus para pelayan tidak menerima imbalan apa pun dari Baitul Mal (kas negara). Mereka itu datang secara sukarela, tanpa ada yang memaksa mereka. Masing-masing memilih tugas yang ingin ia lakukan dengan penuh cinta, hormat, dan penghargaan semata-mata mengharap ridla Allah Ta‘ala, doa terbaik dari Nabi SAW, disertai harapan untuk bisa dekat dengan beliau.

 

Satu ketika Ummu Anas (ibunya Anas), membawa anaknya yang masih kecil kepada Rasul SAW dengan memakai sarung berupa separuh kerudungnya dan memakai baju dengan separuhnya lagi. Lalu ia berkata :

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا أُنَيْسٌ ابْنِي أَتَيْتُكَ بِهِ يَخْدُمُكَ فَادْعُ اللَّهَ لَهُ

“Wahai Rasulullah, ini adalah Anas kecil, anakku. Aku membawanya kepadamu agar ia melayanimu. Maka mohonkanlah doa kebaikan kepada Allah untuknya.”

Maka Rasul SAW berdoa dengan hadits utama diatas, “Ya Allah, perbanyaklah harta dan keturunannya.” Dan benarlah dikemudian hari Anas berkata, “Demi Allah, hartaku sungguh banyak, dan anak-anakku serta cucu-cucuku kini berjumlah hampir seratus orang.” [HR Muslim] Dan Anas berkata :

خَدَمْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ سِنِينَ

Aku melayani Nabi SAW selama sepuluh tahun. [Shahih Bukhari]

Dan Anas juga berkata : Aku melayani Rasul SAW ketika berumur sepuluh tahun dan beliau wafat ketika aku berumur dua puluh tahun. [HR Thabrani]

 

Begitu pula Abdullah Ibnu Abbas, ia melayani Rasul SAW. Satu ketika beliau masuk ke tempat buang air, lalu Ibnu Abbas menyiapkan air wudlu untuk beliau. (lalu ketika keluar, beliau menemukan air wudlu telash tersedia). Maka beliau bertanya, “Siapa yang menyiapkan ini?” Lalu ada yang memberitahukan hal itu, Maka beliau berdoa,

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Ya Allah, pahamkan ia urusan agama.” [HR Bukhari]

 

Banyak sahabat yang berkhidmah kepada Nabi SAW. Ibnul Qayyim berkata : Di antara mereka adalah Anas bin Malik, yang mengurus berbagai keperluan beliau. Abdullah bin Mas’ud, yang membawa sandal dan siwak beliau. Uqbah bin Amir al-Juhani, yang bertugas membawa keledai beliau dalam perjalanan. Aslam bin Syarik, yang mengurus kendaraan beliau. Bilal bin Rabah, muadzin beliau... Ayman bin Ubaid bertugas mengurus air dan keperluan pribadi beliau. [Zadul Ma’ad]

 

Maka apa yang dilakukan para santri kepada kyainya itu tak ubahnya apa yang dilakukan oleh para sahabat kepada Nabi SAW. Para santri adalah cerminan para sahabat sedangkan ulama itu adalah “waratsatul Anbiya” (pewaris para Nabi). Tak terkecuali sepupu nabi, Ibnu Abbas. Ia ingin melayani Zaid bin Tsabit RA selaku ulama. Ketika ia hendak naik ke baghal-nya maka Ibnu Abbas menuntunkan tali hewannya untuknya. Meski dilarang, Ibnu Abbas bersikukuh melayaninya dan berkata :

هَكَذَا نَفْعَلُ بِالْعُلَمَاءِ لِأَنَّهُ كَانَ يَأْخُذُ عَنْهُ الْعِلْمَ

Beginilah perlakuan kami terhadap ulama karena ia telah berjasa memberikan ilmu. [Ghidza’ul Albab]

 

Hubungan santri dengan kyai bukanlah seperti hubungan pelayan dengan majikan namun seperti anak dengan orang tuanya. Syeikh Az-Zarnuji berkata :

فَإِنَّ مَنْ عَلَّمَكَ حَرْفًا وَاحِدًا مِمَّا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِى الدِّيْنِ فَهُوَ أَبُوْكَ فِى الدِّيْنِ

Orang yang telah mengajarimu satu huruf dari masalah agama yang engkau butuhkan maka sesungguhnya dialah bapakmu dalam urusan agama. [Ta’limul Muta’allim] Hal ini seperti maqalah yang berbunyi :

أباؤك ثَلاَثَةٌ: أَبُوْكَ الَّذِي وَلَدَكَ، وَالَّذِي زَوَّجَكَ إِبْنَتَهُ، وَالَّذِي عَلَّمَكَ

 “Bapakmu itu ada tiga. (1) bapak yang menyebabkan kelahiranmu. (2) bapak yang mengawinkanmu dengan putrinya (3), bapak yang mengajarkan ilmu kepadamu.” [Al-Mahaj al-Sawi]

 

Santri tak ubahnya seperti anak namun posisi anak itu ada yang menjadi raja dan ada yang menjadi budak. Anak menjadi raja karena ia menyuruh-nyuruh bapaknya, minta dilayani dan membentak-bentak bapaknya. Dan Anak menjadi budak karena ia melayani bapaknya dan membantu apapapun keperluan bapaknya. Dan selayaknya anak, ia tidak patut meminta imbalan kepada orang tuanya. Maka supaya tidak salah posisi, ditegaskan bahwa santri itu seperti anak yang budak, bukan raja oleh sayyidina Ali KW :

أَنَا عَبْدُ مَنْ عَلَّمَنِي حَرْفًا وَاحِدًا، إِنْ شَاءَ بَاعَ، وَإِنْ شَاءَ اِسْتَرَقَّ

“Saya adalah budak dari orang yang telah mengajariku satu huruf. Jika ia mau maka ia boleh menjualku, atau tetap menjadikanku sebagai budaknya. [Ta’limul Muta’allim]

Motivasi inilah yang menjadikan para santri melayani para kyai secara suka rela dan perlu diketahui, para kyai dulunya ketika menjadi santri, mereka juga melayani kyainya. Para anak kyai yang dikenal dengan sebutan “gus” juga menjadi pelayan kyainya di pesantren lain. Demikian pula yang kita kenal seorang da’i kondang dari blitar, Gus Iqdam Khalid. Ia dulunya juga berkhidmah dengan menjadi sopir di pesantren ploso kediri semasa ia mondok. Ketika di pesantren ia terbiasa melayani kyainya, maka santri ketika pulang akan terbiasa melayani bapak ibunya dengan penuh takdzim dan hormat.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk tidak mudah berkomentar negatif kepada fenomena yang terjadi tanpa kita mencari tahu terlebih dahulu duduk perkaranya. Semoga kita dijadikan oleh Allah sebagai orang yang selalu berpikiran positif. Amin.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

Pesan Buku ODOH :  0813-5715-0324

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

0 komentar:

Post a Comment