Friday, November 7, 2025

LARANGAN TIDUR DI DALAM MASJID

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Nafi’ (bin Abi Nuaim), Ibnu Umar RA menyatakan :

كَانَ يَنَامُ وَهُوَ شَابٌّ أَعْزَبُ لاَ أَهْلَ لَهُ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

”Bahwa dirinya (Ibnu Umar) ketika masih muda, bujangan, dan belum berkeluarga, ia tidur di masjid Nabawi.” [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Nahas menimpa seorang pria bernama Arjuna (21) pada Jumat, 31 Oktober 2025 pagi hari. Ia tewas usai dianiaya sekelompok orang di Masjid Agung Sibolga, Sumut. Selain menendang korban, para pelaku juga melempar korban menggunakan kelapa dan mengambil uangnya. Awalnya korban hendak beristirahat di masjid tersebut. Saat itu, pelaku ZP (57) melarangnya dan meminta korban untuk tidak tidur di areal masjid itu. Beberapa saat kemudian, ZP melihat korban tetap beristirahat di dalam masjid, tanpa izinnya. Merasa tersinggung, ZP kemudian memanggil empat (pelaku) lainnya. [detik com] Terungkap fakta baru di balik aksi pembunuhan yang viral di media sosial tersebut, korban sempat difitnah mencuri kotak infak oleh seorang penjual sate sebelum dianaya hingga tewas. [tribunnews com]

 

Terlepas dari kasus tersebut, bagaimanakah sebenarnya hukum tidur di dalam masjid?. Masjid adalah tempat yang suci dan dimuliakan oleh kaum muslimin. Dengan kemuliaan tersebut maka menjadi rancu jika masjid digunakan seseorang untuk tidur. Namun benarkah demikian? Imam Bukhari dalam shahihnya membuat satu bab berjudul :

بَاب نَوْمِ الرِّجَالِ فِي الْمَسْجِدِ

“Bab tidurnya orang-orang laki di dalam masjid”.

Di dalam bab tersebut imam bukhari mengemukakan tiga buah hadits. Yang pertama sebagaimana dalam hadits utama diatas, Nafi menceritakan bahwa Ibnu Umar menyatakan : ”Bahwa dirinya ketika masih muda, bujangan, dan belum berkeluarga, ia tidur di masjid Nabawi.” [HR Bukhari]

 

Pada hadits kedua, diriwayatkan bahwa pada satu siang hari, Rasul SAW mengunjungi rumah Fatimah namun tidak menemukan Ali bin Abi Thalib. Hal itu terjadi karena terjadi masalah keluarga sehingga Ali tidur siang tidak di rumah. Setelah dicari ternyata Ali tidur di masjid. Rasul SAW pun mendatanginya dan menemukannya tidur dengan terkena debu. Sambil membersihkan, beliau membangunkannya :

قُمْ أَبَا تُرَابٍ قُمْ أَبَا تُرَابٍ

”Bangunlah! wahai Abu Thurab (Bapaknya debu). Bangunlah! wahai Abu Thurab.” [HR Bukhari]

 

Pada hadits ketiga, Abu hurairah menemukan Ahlus Shuffah sebanyak tujuh puluh orang dengan pakaian seadanya karena kefakiran mereka. [HR Bukhari] Dalam lain riwayat, Abdurrahman bertanya kepada Sulaiman bin yasar mengenai hukum tidur di dalam masjid. Sulaiman berkata :

كَيْفَ تَسْأَلُوْنَ عَنْ هَذَا وَقَدْ كاَنَ أَهْلُ الصُّفَّةِ يَنَامُوْنَ فِيْهِ وَيُصَلُّوْنَ فِيْهِ

Bagaimana bisa kau bertanya tentang hal ini, sedang Ahlus Shuffah tidur di masjid dan sholat disana.[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah]

 

Mensyarahi hadits di atas, Ibnu Hajar al-Asqalani berkata : Maksudnya adalah bolehnya hal itu (tidurnya orang-orang laki di dalam masjid) dan ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasannya hal itu makruh kecuali bagi orang yang hendak melakukan shalat. Dan menurut Ibnu Mas’ud hukumnya makruh secara mutlaq. Dan menurut Imam Malik, hukumnya ditafsil. Jika orang itu memiliki rumah maka hukumnya makruh tidur di dalam masjid dan jika ia tidak memiliki rumah maka hukumnya mubah. [Fathul Bari]

 

Sebelum itu, Imam Bukhari juga membuat bab yaitu :

بَاب نَوْمِ الْمَرْأَةِ فِي الْمَسْجِدِ

“Bab tidurnya perempuan di Masjid”.

Di dalam bab tersebut, Imam Bukhari mengemukakan riwayat mengenai wanita berkulit hitam dari kalangan Arab yang dimerdekakan lalu tinggal bersama keluarga mereka. Satu ketika terdapat anak perempuan kecil kehilangan “Wi-syah” (selendang merah berbahan kulit). Wanita itupun dituduh mencurinya hingga ia digeledah sampai pada bagian kemaluannya namun seketika ada burung hudayyah terbang dan menjatuhkan selendang yang dicari di tengah-tengah mereka. Burung itu mengambilnya karena dikira daging. Setelah itu, wanita itu meninggalkan kampungnya dan datang kepada nabi untuk menyatakan keislamannya. Dan setiap bertemu dengan Aisyah, wanita itu berkata :

وَيَوْمَ الْوِشَاحِ مِنْ أَعَاجِيبِ رَبِّنَا

Hari selendang itu adalah di antara keajaiban tuhan kita.

 

Aisyah RA berkata : Wanita itu memiliki khiba’ (tenda kecil) di dalam masjid.  [Shahih Bukhari]

 

Ibnu Hajar berkata : Dalam hadits ini terdapat kebolehan bermalam dan beristirahat siang di masjid bagi muslim yang tidak memiliki tempat tinggal, baik laki-laki maupun perempuan, selama aman dari fitnah. Juga terdapat kebolehan untuk berteduh di dalam masjid dengan menggunakan kemah atau semisalnya. [Fathul Bari]

 

Mengenai tidur di masjid, Rasul SAW sendiri pernah melakukannya. Anas bin malik meriwayatkan bahwa pada malam Rasul SAW di-isra'kan dari Masjid Ka'bah, beliau didatangi oleh tiga orang (malaikat) sebelum beliau menerima wahyu,

وَهُوَ نَائِمٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

Dan ketika itu beliau sedang tidur di Masjidil Haram. [Shahih Bukhari]

 

Namun demikian di sisi lain, kita harus memahami kewajiban kita untuk menjaga kenyamanan dan kebersihan masjid. Jika bermalam di masjid bisa menyebabkan gangguan bagi jamaah lain seperti dapat mendatangkan kotoran, bau, atau gangguan seperti nyamuk maka hal itu harus dihindari karena Nabi SAW sendiri melarang orang yang makan bawang untuk masuk masjid karena baunya bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Dan Sayyidah Aisyah RA berkata:

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِبِنَاءِ الْمَسَاجِدِ فِي الدُّورِ وَأَنْ تُنَظَّفَ وَتُطَيَّبَ

Rasul SAW memerintahkan untuk membangun masjid-masjid di pemukiman-pemukiman dan hendaknya masjid-masjid itu dibersihkan dan diberi wewangian. [HR Tirmidzi]

 

Dengan pertimbangan tersebut, banyak takmir melarang tidur di dalam masjid. Ashabus Syafi‘i berkata : Tidak mengapa menutup masjid di luar waktu salat, demi menjaga kebersihannya atau melindungi peralatan yang ada di dalamnya. Dan Sebagian dari mereka berkata : Ini berlaku jika dikhawatirkan masjid akan direndahkan atau barang-barang di dalamnya hilang, dan tidak ada kebutuhan untuk membukanya.

فَأَمَّا إِذَا لَمْ يُخَفْ مِنْ فَتْحِهِ مَفْسَدَةٌ وَلَا انْتِهَاكُ حُرْمَةٍ، وَكَانَ فِيهِ رِفْقٌ بِالنَّاسِ، فَالسُّنَّةُ فَتْحُهُ، كَمَا لَمْ يُغْلَقْ مَسْجِدُ النَّبِيِّ ﷺ فِي زَمَنِهِ وَلَا بَعْدَهُ

Namun jika tidak dikhawatirkan ada kerusakan atau pelanggaran kehormatan dari membukanya, dan ada kemaslahatan bagi orang-orang, maka sunnahnya adalah membukanya sebagaimana Masjid Nabi SAW tidak pernah ditutup pada zamannya maupun sesudahnya. [Fathul Bari Libni Rajab]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk memahami fungsi-fungsi masjid di satu sisi dan kewajiban untuk menjaga kebersihan dan kemuliaan masjid di sisi yang lain.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

0 komentar:

Post a Comment