ONE DAY ONE HADITH
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, Rasul SAW bersabda :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا
لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ
Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berhentilah puasa (berhari
raya) karena melihat hilal dan jika terhalang mendung maka sempurnakanlah
hitungan bulan 30 hari. [HR An-Nasa’i]
Catatan Alvers
Terjadi kebingungan berjamaah, kesimpang siuran massal. Ya, banyak orang
bertanya-tanya, mengapa tanggal 9 Dzulhijjah atau hari Arafah di Indonesia berlainan
hari dengan wukufnya jamaah haji di padang Arafah, Mekkah? Mengapa pula Hilal permulaan
dzulhijjah 2023 ini di Indonesia lebih akhir dari saudi padahal waktu sholat di
Indonesia lebih awal?
Persoalan pertama. mengapa kita di Indonesia tidak ikut saudi dalam penetapan
awal bulan dzulhijjah? Jawabnya karena ada hadits yang populer dikenal dengan hadits
kuraib. Beragama itu pakai dogma (wahyu), bukan pakai logika ansich. Hadits
kuraib yang dimaksud adalah hadits yang diriwayatkan oleh Kuraib dengan nama
lengkap yaitu Abu Rusydain, Kuraib bin Abi Muslim Al-Hasyimiy, maula Ibnu
'Abbas, Seorang tabi'in yang lahir di madinah dan wafat pada tahun 98 H. Hadits
kuraib ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahih Muslim tepatnya
pada bab :
بَاب بَيَانِ أَنَّ لِكُلِّ بَلَدٍ
رُؤْيَتَهُمْ وَأَنَّهُمْ إِذَا رَأَوْا الْهِلَالَ بِبَلَدٍ لَا يَثْبُتُ حُكْمُهُ
لِمَا بَعُدَ عَنْهُمْ
Bab menerangkan bahwasannya setiap negara memiliki rukyah
sendiri-sendiri dan jika penduduk di satu negeri telah melihat hilal maka hukum
rukyatnya tidak dapat ditetapkan untuk penduduk (negeri lain) yang jauh.
Dari judul yang ditulis oleh Imam Muslim ini saja, permasalahan tersebut
sudah jelas jawabannya. Imam Muslim mengemukakan bahwa setiap negara itu
memiliki rukyat yang bisa jadi berbeda dengan negara lain yang jauh sehingga
tidak harus satu tanggal itu bersamaan seluruh dunia sebagaimana terjadi perbedaan
dalam penetapan hari arafah dan idul adha tanun ini.
Berikut ini adalah haditsnya. “Diriwayatkan dari Kuraib : Sesungguhnya
Ummu Fadl binti Al-Harits telah mengutusnya menemui Mu’awiyah di Syam. Kuraib berkata:
Lalu aku datang ke Syam, terus aku selesaikan semua keperluannya. Dan tampaklah
olehku (bulan) Ramadlan, sedang aku masih di Syam, dan aku melihat hilal
(Ramadlan) pada malam Jum’at. Kemudian aku datang kembali ke Madinah pada akhir
bulan (Ramadlan), lalu Abdullah ibnu Abbas bertanya kepadaku (tentang beberapa
hal), kemudian ia menyebutkan tentang hilal, lalu ia (ibnu Abbas) bertanya ;
“Kapan kamu melihat hilal (Ramadlan) ? Jawabku : “Kami melihatnya pada malam
Jum’at”. Ia (ibnu Abbas) bertanya lagi : “Engkau melihatnya (sendiri) ?” Jawabku
: “Ya ! Dan orang banyak juga melihatnya, lalu mereka puasa dan Mu’awiyah (gubernur
syiria mulai tahun 693 M di masa khalifah Umar bin Khattab) juga berpuasa”. Ia (ibnu
Abbas) berkata : “Tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka kami akan terus
berpuasa sampai sempurna tiga puluh hari atau sampai kami melihat hilal (bulan
Syawwal) “. Aku (Kuraib) bertanya :
أَلَا تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ
“Apakah tidak cukup engkau berpedoman dengan mengikuti ru’yatul hilalnya
Mu’awiyah (negeri syam) dan puasanya?
(ibnu Abbas) menjawab :
لَا، هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Tidak (Kami di madinah tidak mengikuti rukyatnya penduduk Syam) !
Begitulah Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami”. [HR Muslim]
Keterangan Ibnu Abbas menegaskan bahwa rukyat negeri syam ( saat ini
mejadi beberapa negara meliputi Palestina, Yordania, Lebanon dan Suriah), itu
tidak otomatis berlaku di madinah yang berjarak kurang lebih 1,200 KM dari negeri
syam (suriah). Jika demikian maka rukyatul hilalnya madinah atau mekkah tidak
otomatis berlaku di negeri kita Indonesia yang jaraknya lebih jauh dari syam, yaitu
nya sekitar 12.000 KM (Via Darat Goggle Map) yakni 10 Kali lipatnya jarak madinah
ke Syam.
Jadi perbedaan hari arafah dan idul adha antara Indonesia dan saudi itu bukanlah
sesuatu yang patut dipermasalahkan. Mungkin kita berpikir bahwa orang islam itu
hidup di zaman ini dimana dengan medsos dan internet sehingga kita dengan mudah
mengetahui kapan hari arafah di mekkah. Namun coba bayangkan kalau kita hidup
1000 tahun sebelumnya, dimana belum ada teknologi komunikasi seperti sekarang, bagaimana
bisa kita mengetahui dengan cepat bahwa hari ini adalah hari arafah jika harus
disamakan dengan hari wukufnya jamaah haji? Boleh jadi hari arafah sudah lewat
sebulan baru informasi itu sampai kepada kita di Indonesia. Lantas, kapan
puasanya kalo begitu?
Hal yang sama juga ditegaskan oleh ulama saudi terkemuka dari kalangan
wahaby yaitu Syeikh M Shalih Al-Utsaymin. Ulama yang wafat di jeddah pada tahun
2001 yang dikenal sebagai ahli dalam Fiqh juga sains, Murid dari Ulama wahabi ternama
yaitu Syeikh Abdurrahman As Sa’di dan Syeikh Abdul Aziz bin Baz. Syeikh Utsaymin
berkata “maka dari itu berpuasalah kalian dan berhari rayalah sesuai dengan
penduduk negeri dimana kalian berada saat itu, baik itu bersamaan dengan negeri
asal kalian ataukah berbeda”. Dan beliau
melanjutkan :
وَكَذَلِكَ يَوْمُ عَرَفَةَ اِتَّبِعُوا
الْبَلَدَ الَّذِي أَنْتُمْ فِيْهِ
“Begitu
pula penetapan hari Arafah, Ikutilah negeri dimana kalian berada saat itu”. [Majmu
Fatawa Wa Rasail Al-Utsaymin]
Itu artinya kalau seseorang sedang berada di Indonesia maka ikutilah
hasil rukyat di Indonesia untuk berpuasa hari Arafah, meskipun ia bukan orang
asli kelahiran indonesia. Jadi penetapan hari Arafah bukan dengan mengikuti
penetapan hilal negera Saudi Arabia.
Pertanyaan kedua, mengapa pula Hilal permulaan dzulhijjah di Indonesia lebih akhir dari saudi padahal waktu sholat di Indonesia lebih awal dari saudi sekitar 4 jam? Alvers. Hal ini dikarenakan bahwa acuan waktu sholat itu berbeda dengan acuan penetapan tanggal. Sholat itu ditetapkan waktu-waktunya berdasarkan kepada posisi matahari, misalnya ketika matahari telah bergeser dari tengah langit menuju ke arah tenggelamnya (barat) menandakan masuk waktu zhuhur. Ketika matahari telah tenggelam menandakan masuk waktu maghrib, terbitnya matahari menandakan habisnya waktu sholat subuh. Sementara penetapan tanggal itu berdasarkan kepada posisi bulan. Bulan sabit atau dikenal pula dengan hilal yang terlihat itu menandakan awal bulan atau tanggal 1 dari setiap bulannya sebagaimana hadits utama di atas. Dan kita tahu bahwa matahari dan bulan memiliki karakteristik yang berbeda.
Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka
hati dan fikiran kita untuk beribadah dengan berpedoman ilmu para Ulama yang
bersumber dari ajaran Nabi SAW dan tidak menjadikan perbedaan pendapat sebagai adzab
akan tetapi sebagai rahmat.
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!
NB.
“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share
sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata :
_Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka
sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]