إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Tuesday, October 7, 2025

DITERIMA NGGAK YA?

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW Bersabda :

مَنْ خَافَ أَدْلَجَ وَمَنْ أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ

"Barangsiapa yang takut (akan bahaya), ia akan berangkat lebih awal. Dan siapa yang berangkat lebih awal, ia akan sampai di tujuan." [HR Turmudzi]

 

Catatan Alvers

 

Diterima nggak ya? pertanyaan yang terlontar saat seseorang melamar pekerjaan ataupun melamar gadis. Pertanyaan itu timbul dari rasa takut tidak diterima. Perasaan takut ini dan itu seringkali menjadi perihal negatif yang merugikan seseorang namun takut dalam ibadah, takut amal tidak diterima itu merupakan satu kebaikan yang akan memacu banyak kebaikan yang lain. Jika ada orang bepergian lalu ia takut ada perampok, maka ia akan segera berangkat di awal malam agar aman dari mereka. Sabda Nabi SAW di atas : “Barangsiapa yang takut, ia akan berangkat lebih awal. Dan siapa yang berangkat lebih awal, ia akan sampai di tujuan." Ini merupakan perumpamaan dari orang yang takut kepada Allah maka ia akan segera beramal, menjauhi maksiat, dan tidak menunda-nunda ketaatan. Jika ketakutan akan perampok itu bisa memacu seseorang mempercepat jalannya tanpa henti maka demikian pula takut akan neraka dapat membuat seseorang terus beribadah dan tidak menunda-nunda amal kebaikannya.

 

At-Tiby berkata : (hadits utama) Ini adalah perumpamaan yang dibuat oleh Nabi SAW bagi orang yang menempuh jalan menuju akhirat. Sesungguhnya setan berada di jalannya, dan hawa nafsu serta angan-angan palsunya adalah para pembantu setan. Maka jika ia waspada dalam perjalanannya dan mengikhlaskan niat dalam amalnya, ia akan selamat dari setan dan tipu dayanya, serta dari para pembantu yang memutus jalan. Kemudian beliau SAW mengarahkan bahwa menempuh jalan akhirat itu sulit, dan meraih akhirat itu tidak mudah tidak bisa diperoleh hanya dengan usaha yang ringan."[Tuhfatul Ahwadzi]

 

Hadits "Barangsiapa yang takut (akan bahaya), ia akan berangkat lebih awal” itu selaras dengan penjelasan Nabi SAW ketika Aisyah  RA bertanya tentang ayat :

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ

 ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut’ [QS. Al-Mu’minun: 60].

Apakah mereka ini orang-orang yang minum khamr dan mencuri (lalu takut siksa Allah)?  Rasul SAW menjawab : “Tidak wahai putri As-Shiddiq, tapi mereka adalah orang yang puasa, shalat, bersedekah, tapi mereka takut amalan-amalan mereka tidak diterima.

أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ

Mereka itulah orang-orang yang senantiasa bersegera mengerjakan kebaikan.”  [HR Tirmidzi]

 

Perasaan takut demikian bukan hanya harus dimiliki oleh orang-orang seperti kita, Perasaan takut seperti itu dialami oleh orang yang terbaik setelah Nabi. Amru bin Al-‘Ash RA bertanya : “Siapakah orang yang paling engkau cintai? Beliau SAW menjawab, ‘Aisyah.’ Amru bertanya lagi : ‘(Maksudku) dari kaum laki-laki?’ Beliau pun menjawab :  ‘Ayahnya (yaitu Abu Bakar)’.  Muhammad Ibnul Hanafiyah (putra dari pasangan sayyidina Ali dan Hanafiyyah) bertanya kepada ayahnya : “Siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah SAW ?” Sayyidina Ali KW menjawab: “Abu Bakr.” [Shahih Bukhari] bahkan Rasul SAW sendiri bersabda :

أَمَا إِنَّكَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي

Adapun kamu, sesungguhnya kamu wahai Abu Bakr adalah orang yang pertama masuk surga dari umat ini. [HR Abu Dawud]

 

Orang sekaliber Sayyidina Abu bakar RA saja masih takut, ia berkata :

لَوْ كَانَتْ إِحْدَى قَدَمَيَّ دَاخِلَ الْجَنَّةِ وَالْأُخْرَى خَارِجَهَا، مَا أَمِنْتُ مَكْرَ اللَّهِ.

“Seandainya satu kakiku sudah di surga dan satu lagi di luar, aku belum merasa aman dari makar Allah." [Kitab Ad-Daril Akhirah]

 

Begitu pula sayyidina ‘Umar RA, manusia terbaik setelah Abū Bakr RA yang dikatakan oleh sayyidina Ali ketika ditanya putranya, Muhammad Ibnul Hanafiyah pada atsar di atas. Ia juga telah diberi kabar gembira oleh Rasul SAW bahwa ia akan masuk surga namun ia tetap bertanya kepada Ḥudzayfah (sahabat yang dipercaya menyimpan rahasia Rasul SAW) :

يَا حُذَيْفَةُ هَلْ أَنَا مِنَ الْمُنَافِقِيْنَ

'Wahai Ḥudzayfah, apakah aku termasuk orang-orang munafik?'

Maka ia menjawab: 'Tidak, demi Allah, engkau bukan termasuk mereka, wahai Amīrul-Mu’minīn.'  Meskipun demikian, ‘Umar tetap merasa takut bahwa jiwanya telah menipunya dan menutupi aibnya dari dirinya sendiri. Hal itu sangat berat baginya, hingga ia menganggap bahwa kabar gembira tersebut mungkin saja bersyarat, dan ia khawatir belum memenuhi syarat-syarat itu. Maka ia tidak tertipu oleh kabar gembira tersebut." [Az-Zawajir] Dan Sayyidina Umar RA berkata : "Seandainya ada penyeru berseru: 'Seluruh manusia akan masuk neraka kecuali satu orang,' maka aku berharap akulah orang itu.

وَلَوْ نُودِيَ لِيَدْخُلِ الْجَنَّةَ كُلُّ النَّاسِ إِلَّا رَجُلًا وَاحِدًا، لَخَشِيتُ أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ الرَّجُلَ.

Dan seandainya ada penyeru berseru: 'Seluruh manusia akan masuk surga kecuali satu orang,' maka aku takut akulah orang itu." [Ihya Ulumiddin]

 

Sayyidina Ali KW menasehati putranya agar ia takut, Ali KW berkata :

يَا بُنَيَّ، خَفِ اللَّهَ خَوْفًا تَرَى أَنَّكَ لَوْ أَتَيْتَهُ بِحَسَنَاتِ أَهْلِ الْأَرْضِ لَمْ يَتَقَبَّلْهَا مِنْكَ

"Wahai anakku, takutlah kepada Allah dengan rasa takut yang membuatmu merasa bahwa jika engkau datang kepada-Nya dengan membawa semua amal baik penduduk bumi, engkau tetap khawatir amal itu tidak diterima.

Dan berharaplah kepada Allah dengan harapan yang membuatmu merasa bahwa jika engkau datang kepada-Nya dengan membawa semua dosa penduduk bumi, Dia tetap akan mengampunimu."

[Ihya Ulumiddin]

 

Perasaan takut yang demikian semestinya dimiliki oleh orang mukmin mengiringi setiap amal shalihnya. Syeikh Hasan al-Bashri berkata :

ٱلْمُؤْمِنُ جَمَعَ إِحْسَانًا وَخَشْيَةً، وَٱلْمُنَافِقُ جَمَعَ إِسَاءَةً وَأَمْنًا.

Orang beriman menggabungkan amal yang baik dan rasa takut kepada Allah. Sedangkan orang munafik menggabungkan keburukan dan merasa aman dari siksa Allah. [Tafsir Lubabut Ta’wil]

 

Ada orang saleh datang menjenguk seorang guru mereka yang sedang sakit menjelang wafat. Mereka mendapati beliau menangis. Maka mereka berkata kepadanya: "Mengapa engkau menangis, padahal Allah telah memberimu taufik untuk melakukan berbagai amal saleh? Betapa banyak engkau telah salat, berpuasa, bersedekah, berhaji, dan berumrah." Syekh itu menjawab:

وَمَا يُدْرِيْنِي أَنَّ شَيْئًا مِنْ هَذَا قَدْ قُبِلَ

"Lalu, bagaimana aku tahu bahwa semua amalan itu diterima? Bukankah Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah hanya akan menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” [QS al-Mā’idah: 27]

"Dan bagaimana aku tahu bahwa aku termasuk orang-orang yang bertakwa?"

[Al-Mawsuah Al-Khuthab wad Durus Ar-Ramadlaniyah]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk takut kepada Allah dan takut akan amal baik kita tidak diterima-Nya sehingga kita terus semangat beribadah dan tidak menyombongkan amal kebaikan di hadapan manusia.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

Pesan Buku ODOH :  0813-5715-0324

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Monday, October 6, 2025

SISI BAIK JAHILIYAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasul SAW Bersabda :

فَخِيَارُكُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِي الْإِسْلَامِ إِذَا فَقُهُوا

"Sebaik-baik kalian di masa jahilliyah adalah sebaik-baik kalian di dalam Islam, jika mereka fakih (paham Islam)." [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

Ketika mendengar kata Jahiliyah maka dibenak kita terbayang perbuatan-perbuatan yang tak terpuji dan jauh dari kebaikan seperti menyembah berhala, mencuri, pergaulan bebas, meminum minuman keras, memendam bayi perempuan hidup-hidup, menistakan wanita, wanita mengumbar aurat, mendatangi dukun dan peramal. Ibnu Abbas RA berkata : Termasuk dari kebiasaan jahiliyah adalah mencela nasab (keturunan), meratapi kematian, dan meminta hujan kepada bintang-bintang.” [Shahih Bukhari] 

 

Hal lainnya adalah menolak dakwah para rasul, menyekutukan Allah dan membuat hukum sendiri, membunuh anak-anak karena keyakinan sesat seperti takut miskin dan menjadikannya sebagai tumbal, Mengharamkan dan menghalalkan sesuatu sekehendak mereka sendiri. Ini yang dimaksudkan oleh Ibnu Abbas dalam perkataannya :

إِذَا سَرَّكَ أَنْ تَعْلَمَ جَهْلَ الْعَرَبِ فَاقْرَأْ مَا فَوْقَ الثَّلَاثِينَ وَمِائَةٍ فِي سُورَةِ الْأَنْعَامِ

“Jika engkau ingin tahu kejahiliyahan orang-orang Arab, maka bacalah ayat 130 ke atas dari surat Al-An‘am.” [Shahih Bukhari]

 

Namun demikian ternyata orang-orang di masa jahiliyah juga mengakui perilaku- perilaku yang baik meskipun mayoritas mereka tidak melakukannya. Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa sayyidina Ali KW berkata : Di antara tawanan dari kabilah Ṭayyi’ terdapat seorang wanita yang cantik fisiknya dan sangat fasih bicaranya (bernama Saffanah binti Hatim). Ia berkata : "Wahai Muhammad, mohon engkau berkenan membebaskan kami dan tidak membuat kami menjadi bahan ejekan bagi orang-orang Arab, karena aku adalah putri dari pemimpin kaumku. Ayahku dahulu melindungi kehormatan, membebaskan tawanan, memberi makan orang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, memuliakan tamu, menyebarkan kedamaian, dan tidak pernah menolak orang yang datang meminta. Aku adalah putri Hātim Ṭayyi’. Maka Nabi SAW bersabda: “Wahai gadis, itu adalah sifat orang-orang beriman yang sejati. Seandainya ayahmu seorang Muslim, niscaya kami akan mendoakannya.

خَلُّوا عَنْهَا فَإِنَّ أَبَاهَا كَانَ يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ وَاللَّهُ يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ.

Bebaskanlah dia, karena ayahnya mencintai akhlak mulia, dan Allah pun mencintai akhlak mulia."

 

Mendengar sabda ini, maka Abu Burdah bin Niyār bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah Allah ‘azza wa jalla mencintai akhlak mulia?” Rasul SAW menjawab: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan masuk surga seseorang kecuali dengan akhlak yang baik.” [Dala’ilun Nubuwwah]

 

Dinyatakan pula oleh putranya, Adi bin Hatim. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku dahulu menyambung silaturahmi, menyuguhi tamu dan melakukan berbagai kebaikan.” Rasul SAW menjawab:

إِنَّ أَبَاكَ أَرَادَ شَيْئًا فَأَدْرَكَهُ

"Sesungguhnya ayahmu menginginkan sesuatu, dan ia pun meraihnya (nama baik)." [HR Ahmad]

 

Dan benarlah Hatim At-thayyi’ tenar dengan kedermawannnya sehingga ia dijadikan sebagai perumpamaan dalam hal itu. Ibnu abdi rabbih Al-Andalusi berkata : Orang Arab berkata (ketika memuji kedermanan seseorang) “Askha Min Hatim” (ia lebih dermawan dari Hatim). [Al-Iqdul Farid] Suatu ketika Hātim At-Thayyi’ melewati wilayah kabilah ‘Anzah (yang berada diluar daerahnya). Ada seorang tawanan berseru:

يَا أَبَا سَفَانَةَ، أَكَلَنِيَ الْقَدُّ وَالْقَمْلُ

‘Wahai Abā Safanah (Hātim), aku terbelenggu dan dimakan kutu!’ Hātim menjawab: ‘Engkau telah menyusahkanku dengan menyebut namaku sedangkan aku tidak berada di negeri kaumku, dan aku tidak memiliki sesuatu pun ( di sini) untuk menebusmu.’ Ia kemudian membeli tawanan itu (dengan tempo) dari penduduk ‘Anzah untuk dimerdekakan. Selama menunggu uangnya dikirim dari negerinya, Hatim tinggal bersama tawanan itu dalam keadaan terbelenggu. [Jamharatul Amtsal]

 

Pernah ada yang bertanya : "Wahai Hātim, apakah ada seseorang yang mengalahkanmu dalam hal kedermawanan?" Hātim menjawab: "Ya, seorang anak yatim dari kabilah Ṭhayyi’. Aku bertamu ke rumahnya, dan ia memiliki sepuluh ekor kambing. Ia menyembelih satu ekor, mengolah dagingnya, dan menyuguhkannya kepadaku. Di antara hidangan itu ada bagian otak kambing. Aku mencicipinya dan berkata, 'Enak sekali, demi Allah.' Lalu ia keluar dan menyembelih satu demi satu kambingnya, untuk menyuguhkan bagian otaknya kepadaku, tanpa aku tahu. Ketika aku hendak pergi, aku melihat darah yang sangat banyak di sekitar rumahnya, dan ternyata ia telah menyembelih seluruh kambingnya. Aku bertanya kepadanya: "Mengapa kau lakukan itu?" Ia menjawab: "Engkau menyukai sesuatu yang aku miliki, lalu aku pelit terhadapmu? Itu adalah aib besar bagi orang Arab." Lalu ditanyakan kepada Hātim:

"Apa yang kau berikan sebagai balasan?" Ia menjawab: "Tiga ratus ekor unta merah dan lima ratus ekor kambing." Mereka berkata: "Kalau begitu, engkau lebih dermawan darinya." Hātim menjawab:

بَلْ هُوَ أَكْرَمُ، لِأَنَّهُ جَادَ بِكُلِّ مَا يَمْلِكُهُ، وَإِنَّمَا جُدْتُ بِقَلِيلٍ مِنْ كَثِيرٍ

"Tidak, justru dia lebih dermawan. Karena dia memberikan seluruh yang ia miliki, sedangkan aku hanya memberi sedikit dari banyak." [Al-Mustajad min Fi’latil Ajwad]

 

Maka perilaku-perilaku terpuji seperti itu tetap diakui kemuliaannya oleh Nabi SAW sekiranya dalam hadits utama beliau Bersabda : "Sebaik-baik kalian di masa jahilliyah adalah sebaik-baik kalian di dalam Islam, jika mereka fakih (paham Islam)." [HR Bukhari] Maka perhatikan kata “menyempurnakan” dalam hadits yang sering kita dengar yaitu :

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak terpuji. [HR Baihaqi]

Dipahami dari hadits ini bahwa akhlak terpuji itu sudah ada sebelumnya dan Nabi menjadikannya sempurna. Menurut At-Tiby, akhlak mulia itu seperti sebuah istana yang telah dibangun dengan indahnya, namun masih ada bagian yang belum sempurna dan masih ada celah (lubang yang belum terpasang dengan batu bata) sehingga perlu ditutup. Maka Nabi SAW datang untuk menutup celah itu, dan meninggikan bangunan istana tersebut. [Mirqatul Mafatih]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk selalu memperbaiki diri dengan akhlak mulia dan ilmu agama sehingga kita menjadi orang-orang yang mulia di sisi Allah SWT.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

Pesan Buku ODOH :  0813-5715-0324

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]

Friday, October 3, 2025

SYAHIDNYA SANTRI YANG TERTIMPA

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Rasul SAW Bersabda :

مَنْ خَرَجَ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِي سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ

“Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu, maka dia berada di jalan Allah hingga pulang”. [HR Thabrani]

 

Catatan Alvers

 

Musibah itu datang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ketika para santri sedang melaksanakan shalat ashar tiba-tiba gedung mushola di salah satu pondok pesantren di sidoarjo ambruk. Beberapa santri dinyatakan meninggal dunia dan lainnya luka-luka. Peristiwa yang tidak diinginkan itu terjadi pada Senin (29/9/2025) sore. Kami turut berduka cita sedalam-dalamnya atas musibah tersebut dan para santri di Pesantren Wisata An-Nur 2 malang telah melakukan shalat ghaib untuk para santri yang menjadi korban meninggal, pada jumat (3/10/2025).

 

Dalam hadits utama tadi, Rasul SAW bersabda : “Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu, maka dia berada di jalan Allah hingga pulang”. [HR Thabrani] Hadits ini dinyatakan oleh Imam Tirmidzi sebagai hadits hasan dan menurut Albani sebagai hasan lighairih. [Shahihut Targhib wat Tarhib] dengan demikian santri ketika berada di pesantren itu statusnya seperti berada di medan perang sebagai mujahid, orang yang sedang berjihad.

 

Lantas jika seorang santri yang meninggal demikian itu seperti orang yang jihad, apakah mereka termasuk mati syahid? Dari pemahaman hadits tersebut mestinya demikian dan hal ini selaras dengan hadits yang berbunyi :

إِذَا جَاءَ الْمَوْتُ لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَهُوَ عَلَى هَذِهِ الْحَالِ، مَاتَ وَهُوَ شَهِيدٌ.

"Jika kematian datang kepada penuntut ilmu dalam keadaan seperti ini, maka ia mati sebagai syahid." [HR Al-Bazzar]

 

Al-Munawi berkata : "Ia mati sebagai syahid" maksudnya adalah syahid dalam pandangan akhirat yakni dihukumi sebagai syahid akhirat, sehingga ia mendapatkan derajat syahid akhirat. Ini merupakan tanda husnul khatimah (akhir kehidupan yang baik), dan di dalamnya terdapat motivasi besar untuk menuntut ilmu dan terus istiqamah dalam menuntutnya, meskipun telah lanjut usia dan mendekati masa tua, agar kematian menjemputnya dalam keadaan seperti itu, sehingga ia termasuk golongan para syuhada." [Faidlul Qadir]

 

Lebih jelasnya, Rasul SAW pernah bertanya : Siapakah Syahid menurut kalian? Para sahabat menjawab : Orang yang tewas ketika berperang di jalan Allah. Maka Rasul SAW bersabda :

إِنَّ شُهَدَاءَ أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ

Kalau demikian, maka orang mati syahid  di kalangan ummatku itu berjumlah sedikit. [HR Muslim]

 

Jadi dalam hadits tersebut Rasul menegaskan bahwa di samping ada syahid karena gugur di medan pertempuran, terdapat syahid lain yang dikenal dengan syahid akhirat. Apa saja itu? Di antaranya disebut dalam hadits berikut, Rasul SAW bersabda:

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ : المَطْعُوْنُ، وَالمَبْطُوْنُ، وَالغَرِيْقُ، وَصَاحِبُ الهَدْمِ وَالشَّهِيْدُ فِي سَبِيْلِ اللَّه

Orang yang mati syahid itu ada lima macam, yaitu orang yang mati karena 1. wabah penyakit,  2. penyakit perut, 3. tenggelam, 4. tertimpa reruntuhan, dan 5. syahid dalam peperangan fi-sabilillah. [HR Bukhari Muslim]

 

Dengan demikian, para santri yang meninggal karena tertimpa bangunan mushola itu semoga mendapat predikat syahid dari dua sebab yaitu karena menuntut ilmu dan kedua karena mereka termasuk “shahibul hadm” (orang yang tertimpa reruntuhan). Dan tidak hanya syahid, mereka yang meninggal dunia ketika menuntut ilmu akan memperoleh keutamaan besar yang lain. Rasul SAW bersabda :

مَنْ جَاءَ أَجَلُهُ وَهُوَ يَطْلُبُ الْعِلْمَ، لَقِيَ اللهَ، وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّبِيِّينَ إِلَّا دَرَجَةُ النُّبُوَّةِ

Barangsiapa datang ajalnya dalam keadaan menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak ada jarak antara dirinya dan para nabi kecuali derajat kenabian. [HR Thabrani]

 

Maka betapapun ini adalah musibah yang sangat besar, seyogyanya para wali santri bisa bersabar dan berbesar hati karena insyaallah anak mereka mendapatkan kemuliaan yang sangat besar. Dan meng-ikhlaskan atas musibah yang menimpa, merupakan amal baik yang sungguh mulia. Dalam hadits qudsy, Allah SWT berfirman :

مَا لِعَبْدِي الْمُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلَّا الْجَنَّةُ

Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang mu'min di sisi-Ku, di waktu Aku mengambil (mewafatkan) kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia meng-ikhlaskannya (dengan mengharapkan ridlo Allah), melainkan ia akan mendapatkan surga.[HR Bukhari]

 

Secara umum, orang yang menuntut ilmu itu akan mendapatkan prioritas masuk surga. Rasul SAW Bersabda :

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” [HR Timidzi]

 

Al-Mubarakfuri berkata : “Allah memudahkan baginya (masuk surga) dengan sebab ilmu (yang ia pelajari)”. [Tuhfatul Ahwadzi] As-Sindi berkata : “Ungkapan itu bisa jadi merupakan kinayah dari pemberian taufik (bimbingan Allah) untuk berbuat kebaikan ketika di dunia atau kinayah dari memasukkan mereka ke surga di akhirat tanpa susah payah. [Hasyiyah As-Sindi]

 

Lantas mungkin ada yang bertanya, ilmu yang dituntut itu apakah harus ilmu agama? Imam Ghazali berkata : Ilmu yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah “Al-ilm An-Nafi’” (ilmu yang bermanfaat), yaitu

الَّذِي يَزِيدُ فِي الْخَوْفِ مِنَ اللَّهِ، وَيَنْقُصُ مِنَ الرَّغْبَةِ فِي الدُّنْيَا

“ilmu yang menambah rasa takut kepada Allah dan mengurangi ketertarikan terhadap dunia”.

Setiap ilmu yang tidak mengajakmu dari dunia menuju akhirat maka kebodohan (dalam ilmu tersebut) lebih bermanfaat bagimu daripada mengetahui ilmu itu." [Faidlul Qadir]

 

Al-Mubarakfuri berkata : kata “Ilman” dalam hadits disebutkan dalam bentuk nakirah itu supaya mencakup semua dari macam ilmu agama - sedikit ataupun banyak - jika niatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, menebarkan manfaat ataupun mengambil manfaat. [Tuhfatul Ahwadzi]

 

Apakah yang dimaksud penutut ilmu itu santri saja? Imam Ghazali berkata : Yang dimaksud dengan 'penuntut ilmu' di sini adalah mencakup siapa saja yang berusaha menyebarkannya dan memberi manfaat kepada hamba-hamba Allah. Maka termasuk di dalamnya : guru, pengajar, mufti, dan penulis. Jadi, yang dimaksud bukan hanya orang yang sedang belajar saja." [Faidlul Qadir]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk selalu menuntut ilmu yang bisa mendekatkan kita kepada akhirat serta bersabar atas semua takdir - baik maupun buruk - yang menimpa. Semoga para santri yang wafat ditinggikan derajatnya dan para wali santri diberi kesabaran dan ketabahan.

 

Salam Satu Hadits,

Dr. H. Fathul Bari, SS., M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Sarana Santri ber-Wisata Rohani Wisata Jasmani

Ayo Mondok! Mondok itu Keren!

Pesan Buku ODOH :  0813-5715-0324

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada. Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]