إنَّ اللّهَ أَوْحَىٰ إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّىٰ لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ علىٰ أَحَدٍ، وَلاَ يَبْغِيَ أَحَدٌ عَلَىٰ أَحَدٍ

"Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku untuk menyuruh kalian bersikap rendah hati, sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan dirinya di hadapan orang lain, dan tidak seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain." [HR Muslim]

أَرْفَعُ النَّاسِ قَدْرًا : مَنْ لاَ يَرَى قَدْرَهُ ، وَأَكْبَرُ النَّاسِ فَضْلاً : مَنْ لَا يَرَى فَضْلَهُ

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah melihat kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah melihat kemuliannya (merasa mulia).” [Syu’abul Iman]

الإخلاص فقد رؤية الإخلاص، فإن من شاهد في إخلاصه الإخلاص فقد احتاج إخلاصه إلى إخلاص

"Ikhlas itu tidak merasa ikhlas. Orang yang menetapkan keikhlasan dalam amal perbuatannya maka keihklasannya tersebut masih butuh keikhlasan (karena kurang ikhlas)." [Ihya’ Ulumuddin]

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا

"Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." [HR Muslim]

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.”[HR Ahmad]

Friday, October 31, 2025

ULAMA DAN UMARA’

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Ummu salamah RA, Rasul SAW bersabda :

إِنَّهُ سَيَكُونُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ تَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ بَرِيءَ وَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ

"Akan ada pemimpin-pemimpin yang kalian ketahui kebaikannya dan juga kalian ingkari (kejelekannya), barangsiapa yang mengingkari berarti ia terbebas, dan barangsiapa yang membenci ia selamat, tapi barangsiapa yang rela dan mengikuti (maka ia berserikat dengan mereka)." [HR Tirmidzi]

 

Catatan Alvers

 

Sebagai pewaris para nabi, ulama bertugas mengajak ummat manusia menuju kebaikan, baik kepada rakyatnya maupun pejabatnya. Mengajak ummat manusia dengan “bil hikmah” cara yang bijak dan mauidhah hasanah. Dahulu Allah SWT memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk berdakwah kepada Fir’aun. Siapakah fir’aun itu? “sesungguhnya dia telah melampaui batas” [Lihat QS. Thaha: 43-44], seorang yang sombong bahkan mengaku dirinya sebagai tuhan. Meskipun demikian, Allah tetap memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk berbicara kepada Fir’aun dengan “Qaulan Layyina” kata-kata yang lemah lembut.

 

Jika Ulama’nya baik dan bisa menasehati umara’ sehingga mereka menjadi baik maka rakyat akan menjadi baik pula. Dalam Hadits Nabi SAW disebutkan :

صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي إِذَا صَلَحُوا صَلَحَ النَّاسُ، وَإِذَا فَسَدُوا فَسَدَ النَّاسُ: الأُمَرَاءُ وَالْفُقَهَاءُ

"Dua golongan dari umatku, jika mereka baik maka baiklah manusia, dan jika mereka rusak maka rusaklah manusia: para pemimpin dan para ulama." [Ihya Ulumiddin]

 

Hadits yang mirip dengannya namun berbeda redaksi “Al-Ulama Wal Umara” terdapat dalam Al-Jami’ As-Shagir karya Imam As-Suyuthi. Dan Al-Hafidz Al-Iraqi berkata Sanadnya Dlaif. [Faidul Qadir] Menjelaskan hadits tersebut, Al-Munawi berkata : "Maka dengan baiknya keduanya, baiklah manusia; dan dengan rusaknya keduanya, rusaklah manusia. Karena seorang ‘alim (ulama) diikuti oleh manusia dalam perbuatan dan ucapannya—jika baik maka baik, jika buruk maka buruk. Sedangkan seorang amir (pemimpin) memaksa manusia kepada apa yang memperbaiki atau merusak mereka, dan tidak mungkin mereka menentangnya." [Faidul Qadir]

 

Maka ulama dan umara’ menjadi penentu baik buruknya ummat. Ibnul Mubarak berkata :

وَهَلْ أَفْسَدَ الدِّينَ إِلَّا الْمُلُوكُ وَأَحْبَارُ سُوءٍ وَرُهْبَانُهَا؟

"Dan tiada lain yang merusak agama melainkan para raja (penguasa), para ulama jahat, dan para rahibnya" [Ithafus Sadah Al-Muttaqin]

 

Namun ulama lebih utama menjadi penyebab itu semua. Imam Ghazali berkata :

إِنَّمَا فَسَدَتِ الرَّعِيَّةُ بِفَسَادِ الْمُلُوكِ، وَفَسَادُ الْمُلُوكِ بِفَسَادِ الْعُلَمَاءِ، فَلَوْلَا الْقُضَاةُ السُّوءُ وَالْعُلَمَاءُ السُّوءُ لَقَلَّ فَسَادُ الْمُلُوكِ خَوْفًا مِنْ إِنْكَارِهِمْ.

"Sesungguhnya rusaknya rakyat disebabkan oleh rusaknya para raja (pemimpin), dan rusaknya para raja disebabkan oleh rusaknya para ulama. Kalau bukan karena para hakim yang buruk dan ulama yang buruk, niscaya sedikitlah kerusakan para raja karena takut terhadap pengingkaran mereka." [Ihya Ulumiddin]

 

Ulama dan umara’ itu berkelindan, saling terpaut. Kalau dikatakan tadi umara’ rusak karena ulama maka ulama itu rusak karena umara’. Ya umara’ yang menawarkan sejumlah harta sehingga ulama terbawa arus bahkan ada ulama yang mencari-cari jalan untuk mendapatkan harta dari umara’. Sa‘īd bin al-Musayyib RA berkata :

إِذَا رَأَيْتُمُ العَالِمَ يَغْشَى الأُمَرَاءَ فَاحْتَرِزُوا مِنْهُ، فَإِنَّهُ لِصٌّ.

“Apabila kalian melihat seorang alim mendatangi para penguasa, maka berhati-hatilah darinya, karena ia adalah pencuri.” [Ihya Ulumiddin]

 

Mereka itulah sejelek-jelek ulama. Dalam hadits disebutkan :

شِرَارُ العُلَمَاءِ الَّذِينَ يَأْتُونَ الأُمَرَاءَ، وَخِيَارُ الأُمَرَاءِ الَّذِينَ يَأْتُونَ العُلَمَاءَ

“Seburuk-buruk ulama adalah mereka yang mendatangi para penguasa,

dan sebaik-baik penguasa adalah mereka yang mendatangi para ulama.” [Ihya Ulumiddin]

 

Dan dalam hadits lain disebutkan :

العُلَمَاءُ أُمَنَاءُ الرُّسُلِ عَلَى عِبَادِ اللهِ تَعَالَى، مَا لَمْ يُخَالِطُوا السَّلَاطِينَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذٰلِكَ فَقَدْ خَانُوا الرُّسُلَ، فَاحْذَرُوهُمْ وَاعْتَزِلُوهُمْ

Para ulama adalah para pemegang amanah para rasul atas hamba-hamba Allah selama mereka tidak bergaul dengan para sultan (penguasa). Namun apabila mereka melakukannya, maka mereka telah berkhianat kepada para rasul, maka waspadalah terhadap mereka dan jauhilah mereka. [Ihya Ulumiddin]

 

Ulama’ yang demikian itu akan menjadi mati hatinya. Al-Hasan Al-Bashri berkata :

عُقُوبَةُ العُلَمَاءِ مَوْتُ القَلْبِ، وَمَوْتُ القَلْبِ طَلَبُ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الآخِرَةِ

"Hukuman bagi para ulama adalah matinya hati, dan matinya hati itu disebabkan oleh mencari dunia dengan amal akhirat”. [Ihya Ulumiddin]

 

Maka ulama haruslah berhati-hati ketika berinteraksi dengan umara’. Jangan sampai niat memperbaiki malah berbalik menjadi mereka juga harus diperbaiki. Ulama perlu waspada sekecil apapun efek yang kemungkinan terjadi seperti yang daikatan oleh Syeikh Fakhruddin Ar-Razi :

مَنْ جَلَسَ مَعَ السُّلْطَانِ زَادَهُ اللهُ الْقَسْوَةَ وَالْكِبْرَ

“Barang siapa duduk (banyak bergaul) dengan penguasa, maka Allah akan menambahnya dengan kerasannya hati dan kesombongan.” [Tafsir Al-Kabir]

 

Namun demikian tidaklah fair jika mengatakan buruknya negara karena ulama dan umara’nya saja karena sebenarnya semua lapisan masyarakat punya andil di dalamnya. Syeikh Ismail Haqqi menyampaikan satu hadits :

قِوَامُ الدُّنْيَا بِأَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ: بِعِلْمِ الْعُلَمَاءِ، وَعَدْلِ الْأُمَرَاءِ، وَسَخَاوَةِ الْأَغْنِيَاءِ، وَدَعْوَةِ الْفُقَرَاءِ

Penopang dunia itu ada empat perkara yaitu ilmunya para ulama, adilnya para penguasa, kedermawanan orang kaya, dan doanya orang-orang miskin.” [Tafsir Ruhun Bayan]

 

Maka hendaknya kita mendoakan para pemimpin agar mereka menjadi orang yang adil dan bertaqwa. Fudhail bin iyadl berkata :

لَوْ أَنَّ لِي دَعْوَةً مُسْتَجَابَةً لجَعَلْتُهَا لِلْإِماَمِ لِأَنَّ بِهِ صَلَاحَ الرَّعِيَّةِ، فَإِذَا صَلُحَ أَمِنَتْ العِبَادُ وَالْبِلاَدُ

Seandainya aku memiliki doa yang mustajabah niscaya akan aku jadikan doa itu untuk pemimpin, karena pemimpin itu akan mendatangkan kebaikan bagi semua rakyat, jika pemimpin itu baik maka semua penduduk dan negara akan menjadi aman dan sentosa [Al-Bidayah Wan Nihayah] 

 

Selanjutnya Fudhail bin Iyadh menjelaskan : “Jika doa itu hanya untuk diriku, tidak akan kembali kepadaku. Namun jika aku panjatkan untuk kebaikan pemimpin, kemudian dia jadi baik, maka masyarakat dan negara akan menjadi baik. Kita diperintahkan untuk mendoakan kebaikan untuk mereka, dan kita tidak diperintahkan untuk mendoakan keburukan bagi mereka, meskipun mereka zalim. Karena kezaliman mereka akan ditanggung mereka sendiri, sementara kebaikan mereka akan kembali untuk mereka dan kaum muslimin.” [Fiqhud Da’wah Fi Shahih Imam Bukhari ]

 

Teruslah mendoakan para pemimpin dan ulama. Jangan biasakan mencaci maki mereka tatkala kita melihat mereka bersalah karena itu tidak akan menambah kebaikan justru akan menambah keburukan dan kekacauan. Sahl Bin Abdillah Rahimahullah berkata:

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَظَّمُوا السُّلْطَانَ وَالْعُلَمَاءَ، فَإِنْ عَظَّمُوا هَذَيْنِ أَصْلَحَ اللهُ دُنْيَاهُمْ وَأُخْرَاهُمْ، وَإِنِ اسْتَخَفُّوا بِهَذَيْنِ أَفْسَدُوا دُنْيَاهُمْ وَأُخْرَاهُمْ

Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mau menghormati penguasa dan ulama’nya. Jika mereka mau menghormati keduanya maka Allah pastilah memperbaiki urusan dunia dan akhirat mereka. Jika mereka menghina keduanya maka mereka telah merusakkan urusan dunia dan akhirat mereka [Tafsir Al-Qurtubi]

 

Kerusakan pemimpin telah disabdakan oleh Nabi SAW dan bagaimana kita menyikapinya. Dalam satu hadits Rasul SAW bersabda : "Akan ada para pemimpin atas kalian, dan kalian akan melihat mereka mementingkan diri sendiri (atsarah)." Para sahabat bertanya : "Wahai Rasulullah, apa yang harus kami lakukan saat itu?" Rasul SAW menjawab :

أَدُّوا الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ وَسَلُوا اللَّهَ الَّذِي لَكُمْ

"Tunaikanlah kewajiban kalian, dan mintalah hak kalian kepada Allah." [HR Ahmad]

 

Dan dalam hadits utama Rasul SAW bersabda : "Akan ada pemimpin-pemimpin yang kalian ketahui kebaikan dan kejelekannya, barangsiapa yang mengingkari berarti ia terbebas, dan barangsiapa yang membenci ia selamat, tapi barangsiapa yang rela dan mengikuti (maka ia berserikat dengan mereka)." Para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah, Bolehkah kami memerangi mereka? Rasul SAW menjawab: Tidak, selama mereka masih shalat." [HR Tirmidzi]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk tidak gampang mencaci maki pemimpin namun sebaliknya kita biasakan untuk mendoakan kebaikan mereka. “Allahumma Ashlih jami’a wulati umurina” Ya Allah jadikan para pemimpin kami sebagai pemimpin yang baik lagi shalih.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.

Wednesday, October 29, 2025

PEKERJAAN DALAM RUMAH

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari A’isyah RA, Ia berkata :

كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

"Beliau (Nabi Muhammad SAW) biasa melakukan pekerjaan rumah tangganya, dan apabila waktu shalat tiba, beliau keluar untuk shalat." [HR Bukhari]

 

Catatan Alvers

 

"Banyak Miliarder Masih Cuci Piring Sendiri.” Apa benar demikian? CNBC melaporkan : “Memiliki harta yang berlimpah, para miliarder sanggup membeli apa saja yang mereka butuhkan dan inginkan, mulai dari rumah mewah hingga asisten pribadi. Namun, ternyata di balik kekayaan fantastis yang mereka miliki, ada miliarder yang justru memilih melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri. Menurut hasil survei terbaru Forbes, banyak dari orang kaya melakukan pekerjaan seperti mencuci piring, memasak, hingga berbelanja kebutuhan sehari-hari. Jajak pendapat terhadap 65 orang terkaya di dunia menemukan bahwa, meskipun mereka membayar ART, banyak miliarder masih memilih untuk mengerjakan setidaknya beberapa pekerjaan rumah tangga dan tugas-tugas domestik lainnya sendiri... Bagi sebagian orang, mengerjakan pekerjaan rumah tangga adalah cara untuk bersantai di luar pekerjaan. Sebagian lain bertujuan untuk memberi contoh bagi anak-anak mereka. Ada juga yang mengaku karena ia tidak nyaman menerima layanan pribadi dari orang lain”. [cnbcindonesia com]

 

Dengan berita di atas kita disadarkan bahwa orang yang melakukan pekerjaan rumah itu bukannya pelit atau menghemat pengeluaran namun ada tujuan-tujuan lainnya. Andai para para miliarder mau, mereka dengan mudah mengangkat banyak asisten atau pembantu tanpa mengurangi kekayaan mereka sedikitpun. Demikianlah, Nabi SAW dalam melakukan pekerjaan rumah juga bukan dikarenakan pelit. Seandainya mau, banyak yang bisa membantu pekerjaan rumah nabi sehingga tak tersisa satu pekerjaanpun namun diceritakan oleh siti Aisyah bahwa Rasulullah SAW waktu berada di rumah :

يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُرَقِّعُ ثَوْبَهُ... يَفْلِي ثَوْبَهُ وَيَحْلُبُ شَاتَهُ وَيَخْدُمُ نَفْسَهُ

Beliau menjahit sandal dan menambal baju... membersihkan pakaian, memeras susu kambing, dan memenuhi keperluannya sendiri. [HR Ahmad]

 

Rasul SAW hendak mengajarkan kepada kita bagaimana seorang kepala rumah tangga bisa bertanggung jawab atas keluarganya. Beliau bersabda :

وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.” [HR Bukhari]

 

Dalam menunaikan tugasnya, seorang suami hendaklah berniat karena Allah supaya ia mendapatkan pahala dan bukan kepentingan duniawi semata. Rasul SAW bersabda :

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا أَنْفَقَ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً

"Sesungguhnya seorang Muslim, apabila ia menafkahi keluarganya dan ia mengharap pahala dari itu, maka itu menjadi sedekah baginya."[HR Muslim]

 

Imam Nawawi berkata :

وَمَعْنَاهُ أَرَادَ بِهَا وَجْهَ اللَّهِ تَعَال

"Maksudnya adalah ia meniatkannya untuk mencari ridla Allah Ta’ala”.

Maka tidak termasuk (yang mendapat pahala) orang yang menafkahkannya dalam keadaan lalai... Cara mengharap pahala itu adalah dengan mengingat bahwa ia wajib menafkahi istri, anak-anak, pelayan, dst... " [Al-Minhaj]

Al-Qurthubi berkata :

مَنْ لَمْ يَقْصِدْ الْقُرْبَة لَمْ يُؤْجَرْ لَكِنْ تَبْرَأُ ذِمَّتُهُ مِنَ النَّفَقَةِ الْوَاجِبَةِ

"Barang siapa yang tidak meniatkan (nafkahnya) sebagai pendekatan diri kepada Allah, maka ia tidak mendapat pahala. Namun tanggung jawabnya atas nafkah wajib telah gugur." [Fathul Bari]

 

Di samping itu, Rasul SAW hendak mengajarkan kepada kita agar tidak bermalas-malasan dalam pekerjaan rumah. Satu ketika Siti Fatimah meminta budak (pembantu) kepada ayahandanya namun beliau tidak memberikannya. Rasul SAW bersada:

أَلَا أُعَلِّمُكُمَا خَيْرًا مِمَّا سَأَلْتُمَانِي

 “Maukah kutunjukkan kalian berdua (Siti Fatimah dan Sayyidina Ali) kepada sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta (pembantu) ?” [HR. Bukhari]

Beliau lanjut bersabda :  “Jika kalian berbaring di atas tempat tidur, maka ucapkanlah takbir (Allahu akbar) 34 kali, tahmid (alhamdulillah) 33 kali, dan tasbih (subhanallah) 33 kali. Itulah yang lebih baik bagi kalian daripada pembantu yang kalian minta.  [HR. Bukhari]

 

Rasul SAW juga mengingatkan tanggung jawab seorang istri. Beliau bersabda :

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. [HR Bukhari]

 

Seorang wanita madinah bernama Asma’ binti Yazid Al-Anshari dengan mengatas namakan perwakilan para perempuan menyatakan akan keinginan untuk mendapatkan pahala besar seperti yang diperoleh kaum lelaki dengan shalat berjamaah, mendatangi shalat jum’at, shalat jenazah, berhaji berkali-kali bahkan berperang di medan jihad.  Namun demikian ia menyatakan bahwa pekerjaan istri di rumah tidak kalah berat. Ia berkata : Apabila laki-laki di antara kalian pergi berhaji, umrah, atau berjaga di medan perang,

حَفِظْنَا لَكُمْ أَمْوَالَكُمْ، وَغَزَلْنَا لَكُمْ أَثْوَابًا، وَرَبَّيْنَا لَكُمْ أَوْلَادَكُمْ

“Maka kamilah yang menjaga harta-harta kalian, menjahit pakaian kalian, mengasuh anak-anak kalian”.

Lalu apakah kami berserikat dengan kalian dalam pahala, wahai Rasulullah?”

Rasul SAW menjawab :

أَنَّ حُسْنَ تَبَعُّلِ إِحْدَاكُنَّ لِزَوْجِهَا، وَطَلَبِهَا مَرْضَاتِهِ، وَاتِّبَاعِهَا مُوَافَقَتَهُ، تَعْدِلُ ذَلِكَ كُلَّهُ

Sesungguhnya seseorang dari kalian mempergauli suami dengan sebaik-baiknya, serta mencari keridla-annya dan mengikuti persetujuannya, itu setara (pahalanya) dengan seluruh apa yang kau sebutkan (tentang amal-amal kaum lelaki).” [HR Baihaqi]

 

Dengan uraian di atas, hendaknya kepala rumah tangga tidak merekrut asisten rumat tangga dalam jumlah banyak sehingga menyisakan sedikit pekerjaan rumah yang bisa dikerjakan oleh suami, istri ataupun anak-anak. Dan ada pertimbangan lain, Abu Hamzah al-Kufi berkata :

لَا تَتَّخِذْ مِنَ الْخَدَمِ إِلَّا مَا لَا بُدَّ مِنْهُ، فَإِنَّ مَعَ كُلِّ إِنْسَانٍ شَيْطَانًا.

Janganlah engkau mengambil pembantu kecuali yang benar-benar diperlukan, karena bersama setiap manusia ada setan." [Ihya Ulumiddin]

Itu artinya menurut Assayyid Al-Murtadla bahwa memperbanyak orang (pembantu) sama halnya memperbanyak setan (masalah). [Ithafus Sadah Al-Muttaqin]

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk menjadikan setiap aktifitas bernilai pahala termasuk aktifitas dalam rumah tangga sendiri dengan niat ikhlas dan karena Allah Ta’ala.

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua. 


rev

Monday, October 27, 2025

NURUTI KAREP

 

ONE DAY ONE HADITH

 

Diriwayatkan dari Anas Bin Malik RA, Rasul SAW bersabda :

حُفَّتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

"Surga itu diliputi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka diliputi oleh syahwat (kenikmatan duniawi)." [HR Muslim]

 

Catatan Alvers

 

Saya sering menemui kata-kata random di belakang bak truk. Ada yang berupa nasehat seperti : Utamakan bayar hutang, Jangan tertipu dengan pujian ingat nyamuk mati karena tepuk tangan, Kasih sayang semakin indah jika dibarengi kasih uang, Dilarang mengangkut istri orang. Ada juga yang berupa curhatan seperti : Dia menatapmu karena punya mata bukan karena punya rasa, Kukira kau tanya kamu dimana adalah perhatian ternyata khawatir berpapasan. Baik buruknya seseorang tergantung siapa yang cerita. Ada juga yang sedang menghibur diri : Kalah gaya menang setia, Putus cinta soal biasa, putus rem mati kita.  Ada juga yang memberi semangat seperti : Allah SWT tidak menyukai hambanya yang klemar klemer kurang sat set. Ada juga yang lucu seperti : Dont Mother think i’m not father (gak usah mbok pikir, aku gak papa). Jangan disalip aku Islam. Dan ada yang menarik perhatian saya “Nuruti karep” (menuruti kemauan). Lha ini bahaya!.

 

Saya sering bilang kepada para santri : “Ojo Nuruti karep” (Jangan menuruti kemauan) meskipun dalam urusan kebaikan. Soalnya jika kamu shalat karena menuruti kemauan maka kau akan melakukan shalat tapi satu saat tidak ada kemauan maka kau akan meninggalkan shalat. Shalatlah karena menuruti perintah Allah sehingga ada atau tidak ada kemauan, maka kamu tetap akan melaksanakan shalat. Maka yang jadi pedoman itu bukan kemauan tetapi Qur’an, Firman Allah. Menjelaskan hal ini, Nabi SAW bersabda :

فَمَنْ جَعَلَهُ إِمَامًا قَادَهُ إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَنْ جَعَلَهُ خَلْفَهُ سَاقُهُ إِلَى النَّارِ

"Barang siapa yang menjadikannya (Qur’an) sebagai imam (pemimpin), ia akan menuntunnya ke surga. Dan barang siapa yang meletakkannya di belakang, ia akan menyeretnya ke neraka." [HR Baihaqi]

 

Berbicara mengenai “karep” (kemauan) maka ia berpangkal kepada nafsu. Dalam Ihya Ulumiddin, Imam Ghazali menjelaskan bahwa nafsu adalah esensi halus (lathifah) yang terdapat dalam diri manusia. Ia bisa berubah-ubah sifatnya tergantung pada keadaannya. Jika tenang dan tunduk kepada perintah Allah, maka disebut nafsu al-muthma’innah (jiwa yang tenang). Allah SWT berfirman:

يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

“Wahai nafsu (jiwa) yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai.” [QS Al-Fajr : 27-28]

 

Dan jika ia tidak tenang karena masih berjuang melawan dorongan syahwat, maka disebut nafs al-lawwamah (jiwa yang mencela). Karena nafsu akan mencela pemiliknya jika ia lalai dalam beribadah. Allah SWT berfirman:

وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

“Aku bersumpah dengan jiwa yang mencela.” [QS Al-Qiyamah : 2]

 

Dan jika ia memperturutkan kepada syahwat dan godaan setan (nuruti karep), maka disebut nafsu al-ammarah bissu’ (jiwa yang memerintahkan kepada keburukan).

Allah SWT berfirman :

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ

“Sesungguhnya jiwa itu benar-benar menyuruh kepada kejahatan.”  [QS Yusuf : 53]

 

Dengan demikian, Islam itu tidak memberangus nafsu namun mengarahkannya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

"Sungguh beruntung orang yang menyucikan nafsu (jiwa) itu, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya." [QS Asy-Syams : 9–10]

 

Memang ajaran Islam itu tampak bertentangan dengan nafsu sebagaimana sabda nabi dalam hadits utama : "Surga itu diliputi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka diliputi oleh syahwat (kenikmatan duniawi). " [HR Muslim] namun demikian Islam mengerti kebutuhan manusia karena Islam bersumber dari pencipta manusia.

 

Tatkala Islam mewajibkan kita berpuasa maka Islam juga menganjurkan agar kita menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Tatkala Islam menganjurkan kita banyak berpuasa maka Islam melarang kita melakukan wishal, berpuasa dalam beberapa hari tanpa berbuka. Tatkala Islam menganjurkan kita qiyamul lail, bangun malam untuk beribadah maka Islam menganjurkan kita untuk qailulah, tidur siang. Dan tatkala seseorang shalat malam lalu mengantuk maka Rasul Menganjurkannya untuk tidur. Rasul SAW bersabda :

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ

“Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk ketika shalat, maka hendaklah ia tidur hingga hilang ngantuknya. [HR Bukhari]

 

Demikian pula tatkala Islam menganjurkan kita bersedekah maka Islam tidak membatasi sedekah dengan uang saja namun sedekah bisa juga berupa dzikir dan memerintah kebaikan serta melarang keburukan, bahkan Rasul SAW bersabda :

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

"Dan pada kemaluan salah seorang dari kalian (dengan berhubungan suami istri) itu terdapat sedekah." [HR Muslim]

Para sahabat bertanya heran : "Wahai Rasulullah, apakah seseorang di antara kami menyalurkan syahwatnya lalu ia mendapat pahala karenanya?" Beliau bersabda: "Bagaimana pendapat kalian jika ia menyalurkannya pada yang haram, bukankah ia berdosa? Maka demikian pula jika ia menyalurkannya pada yang halal, ia mendapat pahala." [HR Muslim]

 

Jika ada ajaran Islam yang sejalan dengan nafsu seperti itu maka akan bertambah-tambah kenikmatannya. Imam Ghazali mengistilahkan :

وَهُوَ أَلَذُّ مِنَ الزُّبْدِ بِالشَّهْدِ

Itu lebih lezat daripada mentega yang dicampur dengan madu putih. [Ihya Ulumuddin]

 

Jadi meskipun surga itu diliputi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka diliputi oleh kenikmatan namun jika nafsu sudah bisa kita kendalikan maka kita bisa merasakan nikmatnya ajaran Islam bahkan terasa  lebih nikmat dari makanan yang paling lezat sekalipun.

 

Wallahu A’lam. Semoga Allah al-Bari membuka hati dan pikiran kita untuk mengetahui bahwa ajaran Islam itu tidak memberangus nafsu namun mengarahkannya supaya menjadi kebaikan dan bernilai pahala.   

 

Salam Satu Hadits

Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag

 

Pondok Pesantren Wisata

AN-NUR 2 Malang Jatim

Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata

Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!

 

NB.

“Ballighu Anni Walau Ayah” Silahkan Share sebanyak-banyaknya kepada semua grup yang ada supaya sabda Nabi SAW menghiasi dunia maya dan menjadi amal jariyah kita semua.